Kamis, 08 Desember 2016

THOGUT?



THOGUT?
Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah merupakan hakikat syahadah ‘Lailahaillah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al Baqarah 256)  Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan beriman kepada Allah saja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab). Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.  Menurut Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya, thogut ialah:
a.      Syaitan yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
b.      Para pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
c.      Mereka yang berhukum dengan hukum yang lain dari yang telah diturunkan oleh Allah.
d.      Mereka yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
e.      Segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu. Sesuai dengan (36:60; 4:60; 5:44; 9:31; 72:26-27; 6:59)
Tuntutan Syahadah ‘Lailahaillah’ menghendaki seseorang tersebut beribadah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah saja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya. Menerima seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan haram. Menolak syariat selain dari syariat Allah.
Pengertian Syahadah Muhammadur Rasulullah adalah Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahwa Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.
 Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah menghendaki seseorang:
I. Mengimani dan membenarkan semua yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
II. Mentaati perintah dan meninggalkan larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
III. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan Rasulullah saw. Karena Islam
      itu dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah saja dan dengan menggunakan syariat yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)
Setiap Muslim mengetahui bahwa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu kebanyakan Muslim yang dengan mudah bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahwa sekiranya mereka melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata karena melafazkan kalimah Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahwa sekadar melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahwa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Aku Menyaksikan Bahwa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah Syahadah dan Allah swt menyatakan bahwa mereka adalah pendusta dan akan menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan ‘Lailahaillah’ itu kunci syurga? Ia telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membedakan antara mereka yang mendapat manfaat dari pernyataan mereka dengan mereka yang tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat pernyataan tersebut.
Sebelum membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, kita merasakan bahwa ada satu perkara yang perlu kita jelaskan. Kebanyakan orang gemar mengambil satu hadis atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka akan membuat kesimpulan seperti, siapa saja yang melafazkan kalimah Syahadah akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sadar bahwa keseluruhan Al Quran dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.
Sekiranya kita mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan mendapati bahwa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat penting untuk kita memastikan bahwa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Oleh karena itu kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan bahwa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt, pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita membuka kunci ‘Lailahaillah’ kita.
Syarat pertama: ilmu.
Seseorang mesti mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah Syahadah dan apakah yang dinafikannya. Firman Allah swt di dalam Al Quran, Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19). Begitu juga sabda Rasulullah saw, Siapa saja yang meninggal dunia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim). Sebenarnya, kalimah Syahadah itu adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu. Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali.  Firman Allah SWT di dalam Al Quran,  ...melainkan orang yang mengakui yang hak dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).
Syarat ini mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksudkannya dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan  Maka bayangkanlah bahwa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk ‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali sehari. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak memahami langsung akan maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini, kebanyakan Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahwa tiada apa yang salah dengan sekularisme! Kebanyakan di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap dari kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.
Syarat kedua: yakin
Ini adalah lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah.  Allah swt menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa ragu-ragu. Firman Allah swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (Al Hujuraat 49:15). Demikian juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak ada siapa saja yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim). Sesungguhnya, Allah swt menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu. Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (At Taubah 9:45)
Kebanyakan ulama’ telah menyatakan bahwa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya kepada keimanan seseorang itu dari nafsu dan keinginan. Ini adalah karena nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahwa ianya telah berdosa lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya masih tidak beriman sepenuhnya.  Penawar yang paling mujarab untuk keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah lah kebanyakan dari keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.
Melalui pengajian dan pemahaman, seseorang akan mendapatkan kepastian. Kemudiannya, dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu akan bertambah kuat dan tegas.  Kita akan berikanmu satu contoh tentang hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada orang-orang Islam yang mengatakan bahwa hadis-hadis tidaklah dicatatkan sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah SAW. Malah, terdapat kebanyakan orang Islam yang mempunyai banyak keraguan terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, ia akan mendapati bahwa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir dari syaitan dan kebanyakan Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka.  Izinkan kita ulaskan sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah kita katakan sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang dibincangkan sebelum ini. Oleh karena itu, setiap Muslim mestilah berusaha sedaya-upaya untuk memelihara dirinya dari keraguan sebegitu dan sentiasa menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu; lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan salah faham tersebut.
Dengan demikian, sekiranya seseorang itu memiliki teman, walaupun temannya itu Muslim, tetapi jika teman tersebut sentiasa membuatkan ragu-ragu akan Allah swt dan Dien ini, maka ia harus menjauhkan diri dari individu tersebut demi menjaga Dien dan imannya. Banyak kalangan Muslim pada hari ini belajar kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh dengan perkara-perkara sesat yang diajarkan oleh sesetengah dari para orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, kebanyakan dari umat Islam hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin boards' (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari perkara-perkara demikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam melalui sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, ia tidak akan terpengaruh dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh Islam dan insha-Allah, akan menjadi kalangan yang digambarkan di dalam Al Quran, “...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya hanyalah ulama’” (Faathir 35:28).
Syarat ketiga: penerimaan (Al Qabul)
Sekiranya seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah tersebut. Siapa saja yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya, walaupun dia mempunyai ilmu yang benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara am seperti yang telah kita nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai perincian-perincian yang mesti kita sadari. Orang-orang yang beriman menerima dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin dipercayai dan apa yang ingin ditolak. Firman Allah swt di dalam Al Quran, Apakah kamu beriman kepada sebahagian al  Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (Al Baqarah 2:85). Ini adalah satu aspek yang mesti disadari oleh orang-orang Islam. Walaupun tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian dari kebenaran yang datangnya dari Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian keimanannya.
Malangnya, pada hari ini, kebanyakan orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad, perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran, mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah hadis, mereka lantas menyatakan bahwa hadis tersebut adalah tidak sahih walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut. Perlakuan serta sikap begini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang berlawanan dengan Muslim sejati. Apa-apa saja yang datang dari Allah swt dan Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap yang seiringan dengan pengakuan keimanan.
Syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh
Syarat ini bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah, ini adalah merupakan satu dari maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri, Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah.  Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (Az Zumar  39:54). Allah swt telah memuji mereka yang tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka. Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya dari orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan... (An Nisa 4:125). Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan. Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)
Malang sekali, terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahwa tidak ada hubung-kait di antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah kita temui, sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh pengakuan keimanan itu. Siapa saja yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahwa pengakuan keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali dari dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas dari dosa. Namun selagi mereka mengakui bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt, maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah tahap penyerahan yang minima yang dituntut dari seseorang; yang sekiranya tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahwa meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari semalam. Siapa saja yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.
Syarat kelima: jujur
Jujur adalah sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan. Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada siapa saja yang mengaku bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya, melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim). Kita tentu mengetahui tentang mereka yang melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq. Allah swt telah menerangkan tentang golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka dusta. (Al Baqarah 2:8-10). Jelas sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk memperolehi ganjaran duniawi dan bukan karena mereka benar-benar percayakan Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.
Syarat keenam: ikhlas
Maksudnya, apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya semata-mata karena Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya karena orang lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun menyekutukan Allah swt.
Firman Allah swt di dalam Al Quran,
...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).
Allah swt juga berfirman,
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).
Rasulullah SAW juga bersabda,
Allah telah mengharamkan api neraka ke atas siapa saja yang mengatakan, Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).
Ini adalah sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahwa kita menjadi Muslim semata-mata karena Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibu bapak kita, teman-teman, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas dalam pemikiran kita bahwa kita adalah Muslim semata-mata karena Allah SWT 
Syarat ketujuh: cinta
Maksudnya di sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta (kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati. Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih dari Syahadah ini ataupun dia mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari segi cintanya. Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah... (Al Baqarah 2:165). Dan di bahagian lain Allah swt berfirman, Katakanlah: 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).
Rasulullah saw telah bersabda, Siapa saja yang mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah bahwa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih dari dia mencintai sesuatu yang lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).
Ini adalah salah satu dari aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan kebanyakan orang Islam. Mereka melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada keimanan itu, kita mesti menyadari bahwa perkara itu adalah disukai oleh Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt. Akan tetapi, seperti yang telah kita katakan, perasaan ini semakin menghilang dari kebanyakan orang-orang Islam masa kini
Syarat kedelapan: menafikan ilah selain allah
Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya, Pengakuan dan Penafian. Firman Allah swt, ...Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus... (Al Baqarah 2:256). Malah Rasulullah saw juga menjelaskan perkara ini apabila baginda  menyatakan, Siapa yang mengatakan bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah. (Hadis Riwayat Muslim).
Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali kepada siapa saja yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih melihat Muslim yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain dari Allah swt. Kita boleh melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk 'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan selagi mana mereka percaya bahwa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk selain daripada Allah SWT?

SUMBER: Syahadatain Pilar Perjuangan Islam Ditulis oleh Redaksi Shufful Islam Wednesday, 29 August 2007  




  


Tidak ada komentar: