Selasa, 13 Desember 2016

Suatu Kisah Yang Cerah



Suatu Kisah Yang Cerah
Abu Yazid Al Busthami, pelopor sufi, pada suatu hari pernah didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut. Dengan murung lelaki itu mengadu, "Tuan Guru, sepanjang hidup saya, rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap, saya masih bermunajat. Isteri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga bukan pemalas yang enggan mencari rezeki. Tetapi mengapa saya selalu malang dan kehidupan saya penuh kesulitan?"
Jiwa ketika masuk dalam kepasrahan menjadikan jiwa itu benar-benar pasrah kepada Ya Illahi Robbi. Allah Maha Besar. Ketika badan ini bersujud dan merendahkan diri dihadapanNya, badan ini semakin haus akan kasihNya. Keridhoan akan pamrih menjadi kekuatan untuk mendekap ridhoNya. Kekuatan untuk mengayuh makrifatNya membuat diri tetap kuat dalam mengarungi alam mistik
Sang Guru menjawab sederhana, "Perbaiki penampilanmu dan rubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah SAW adalah penduduk dunia yang miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria. Sebab menurut Rasulullah SAW, salah satu tanda penghuni neraka ialah muka masam yang membuat orang curiga kepadanya." Lelaki itu tertunduk. Ia pun berjanji akan memperbaiki penampilannya.
Tujuh sentimeter kesamping dan dua senti meter untuk atas dan bawah. Konsepsi bersama untuk menyenangkan sesama. Wajah dan sikap merupakan kekuatan tuntunan untuk selalu bersama mendapat kehangatan seputar hidup yang menggairahkan hidup bukan hanya untuk berpasrah diri kepada konsep Ilahiyah. Manusiawi berjejer mencari kadarnya
Mulai hari itu, wajahnya senantiasa berseri. Setiap kesedihan diterima dengan sabar, tanpa mengeluh. Alhamdullilah sesudah itu ia tak pernah datang lagi untuk berkeluh kesah. Keserasian selalu dijaga. Sikapnya ramah,wajahnya senantiasa mengulum senyum bersahabat. Roman mukanya berseri.
Berkeluh kesah hanya kepada Sang Illahi Robbi merupakan suatu proses pengendalian diri dan pengembangan hati untuk selalu bersikap kuat menahan cobaan. Selalu tersenyum menyapa sang makna dengan tanpa meninggalkan cirri senyuman yang masih tersisa.
Tak heran jika Imam Hasan Al Basri berpendapat, awal keberhasilan suatu pekerjaan adalah roman muka yang ramah dan penuh senyum. Bahkan Rasulullah SAW menegaskan, senyum adalah sedekah paling murah tetapi paling besar pahalanya.
Ketersenyuman merupakan suatu peluntur kehampaan yang masih terjalin dalam  hidup bersama. Kita masih mengolah diri dalam kebersamaan. Apakah itu ada atau menjadi tiada. Ketersenyuman melumerkan diri bersama dengan bersanding pada kecerahan.
Demikian pula seorang suami atau seorang isteri. Alangkah celakanya rumah tangga jika suami isteri selalu berwajah tegang. Begitu juga celakanya persahabatan sekiranya dikalangan mereka saling tidak berteguran. Sebab tak ada persoalan yang diselesaikan dengan mudah melalui kekeruhan dan ketegangan. Dalam hati yang tenang, pikiran yang dingin dan wajah cerah, Insya Allah, apapun persoalannya nescaya dapat diatasi. Inilah yang dinamakan keluarga sakinah, yang didalamnya penuh dengan cinta

Tidak ada komentar: