Senin, 26 Desember 2016

Fort Marlborough Bengkulu






FORT MARLBOROUGH, BENGKULU


Hubungan rakyat Propinsi Bengkulu dengan Inggris sudah berjalan lama, sejak abad ke 17. Pada tahun 1682 Kompeni Belanda (VOC) mampu mengungguli the Honourable East India Company (EIC), setelah tercapai kesepakatan antara VOC dengan kerajaan Banten mengenai monopoli perdagangan rempah-rempah. EIC keluar dari Jawa dan mencari tempat pangkalan baru sebagai basis perdagangan rempah-rempah. Awalnya EIC akan mendirikan Perusahaan dagang di Aceh, upaya tersebut ditolak oleh Ratu Aceh Sultana Zaqiyat -ud-udin Inayat Shah. EIC mencari pandangan ke Pariaman dan Barus di Sumatera Barat. Akhirnya EIC ke Bengkulu. Buku “Bencoolen : A History of the Honourable East India Company’s Garrison on the West Coast of Sumatra (1685 – 1825)”, ditulis oleh Alan Harfield (1995), perubahan ini disebabkan adanya surat permintaan dari para penguasa di Bengkulu yang mereka terima dua hari menjelang keberangkatan utusan EIC (Ord dan Cawley) dari Madras menuju Pariaman. Buku “Bengkulu dalam Sejarah”, ditulis oleh Firdaus Burhan (1988), perubahan ini disebabkan oleh kesalahan navigasi dalam pelayaran dari Madras menuju Pariaman dan adanya permintaan dari para penguasa Bengkulu setelah utusan EIC tersebut mendarat di Bengkulu.
EIC akhirnya  di Bengkulu dan rakyat Bengkulu menerima kehadiran EIC pada tahun 1685, pihak Inggeris disambut oleh petinggi Bengkulu masa itu, Orang Kaya Lela dan Patih Setia Raja Muda. Pangkalan pertama yang didirikan oleh Inggeris di Bengkulu adalah Fort York. Inggeris menamakan Perusahaan dagangnya di Bengkulu sebagai Garnizun EIC di Pantai Barat pulau Sumatera (The Honourable East India Company’s Garrison on the West Coast of Sumatra). Inggeris berada di Bengkulu selama 140 tahun, dari tahun 1685 sampai Maret 1825. Inggeris meninggalkan Bengkulu disebabkan perjanjian antara Raja Inggeris dan Raja Belanda, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Perjanjian ini oleh pihak Inggeris disebut “the Anglo-Dutch Treaty of 1824", Belanda menyebutnya sebagai “Traktat London”. Perjanjian ini mengatur pertukaran kekuasaan Inggeris di Bengkulu dengan kekuasaan Belanda di Melaka dan Singapura (Singapura pada masa itu merupakan bagian dari kerajaan Melaka).
Tahun 1714 kondisi Fort York kritis. Bangunan benteng dan barak-barak rapuh dan air hujan terus-menerus membasahi ruangan tempat tinggal para penghuni. Kondisi bahan makanan sangat buruk Penyakit yang umumnya disentri dan malaria mengakibatkan sebagian besar prajurit tidak dapat menjalankan tugasnya. Pada tahu 27 Februari 1712, Joseph Collet, pimpinan Garnizun Bengkulu menulis surat kepada Dewan Direksi EIC dengan mengusulkan pembangunan benteng baru di tempat yang disebut “Carrang”. Carrang terletak lebih kurang dua mil dari Fort York (orang Bengkulu menyebutnya Ujung Karang). Pembangunan benteng baru tersebut dimulai pada tahun 1714. Benteng baru diberi nama Marlborough. Marlborough dipilih oleh Joseph Collet untuk menghormati John Churchill, komandan Inggeris yang pernah memenangkan pertempuran di Blenheim (1704), Rammilies (1706), Oudenarde (1708) dan Malplaquet (1709). John Churchill diberi gelar “Duke of Marlborough”. Benteng baru yang dibangun oleh Joseph Collet ini kemudian dikenal dengan nama “Fort Marlborough”. Pembangunan Fort Marlborough selesai seluruhnya pada tahun 1741. Benteng Marlborough sejak mulai dibangun telah memegang fungsi strategis di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Potensi kesejarahan yang demikian merupakan komoditi penelitian yang menarik. Potensi ini memiliki nilai yang besar dalam memperkaya kajian keilmuan.
John Bastin dalam bukunya yang berjudul: The British in West Sumatera (1685-1825) A Selection Documents with An Introduction. Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1965., memberikan informasi tentang kejadian-kejadian di sekitar Benteng Marlborough. Dalam buku tersebut terdapat akses digunakannya dokumen-dokumen resmi dari pemerintah Inggris yang berpusat di Benteng Malborough, termasuk dokumen yang disebut SFR (Sumatera Factory Record). Karya pustaka ini dapat menjadi sumber informasi yang mampu memberikan daya tarik kepada wisatawan mancanegara maupun nusantara. Seperti salah satu informasi dari John Bastin yang menarik bahwa Benteng Marlborough pernah ditinggalkan oleh pemerintah Inggris selama hampir lima tahun, yaitu pada 1719-1724.
Selama 140 tahun berada di Bengkulu, Kematian orang-orang Inggeris tersebut mayoritas disebabkan penyakit(malaria dan disentri) dan tewas dalam konflik-konflik dengan rakyat Bengkulu. Orang-orang Inggeris yang meninggal di Bengkulu masa itu tercatat sebanyak 709 orang. Selama 140 tahun, 5 orang Inggeris yang meninggal setiap tahunnya. Sebagian dari orang Inggeris dimakamkan di pemakaman Inggeris di Jitra, Bengkulu. Pada tahun 1808 dibangun monumen atau tugu peringatan bagi bangsa Inggeris dalam zaman kompeni dulu. Monumen disebut oleh orang-orang Bengkulu dengan istilah “Kuburan Bulek (kuburan Bulat)”. Nama sebenarnya dari Kuburan Bulek ini adalah Monumen Parr (Parr Monument). Monumen ini dibuat oleh Inggeris untuk mengenang pengalaman pahit bangsa Inggeris karena di tempat itu dikuburkan Residen Inggeris Thomas Parr, bersama-sama dengan seorang asistennya, yang terbunuh dalam satu insiden dengan rakyat Bengkulu pada malam tanggal 27 Desember 1807. Pembunuhan terhadap Thomas Parr ini disebabkan oleh akumulasi rasa tidak puas rakyat Bengkulu terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh penguasa Inggeris. Kebijaksanaan Parr yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pribumi, antara lain pemberlakuan tanam paksa kopi dan pengubahan yang besar dalam peradilan pribumi tanpa persetujuan dan tanpa meminta nasehat dari para Kepala Adat rakyat Bengkulu.
Sir Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Gubernur Bengkulu pada tahun 1818. Raffles  tiba di Bengkulu pada bulan Maret 1818 didampingi isterinya Lady Sophia Raffles dan seorang Kepala Adat Jawa Raden Rana Dipura. Dalam perjalanan dari Inggeris ke Bengkulu, Lady Sophia Raffles melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Charlotte Sophia Tanjung Segara Raffles. Raffles tiba di Bengkulu dalam keadaan hancur akibat gempa bumi, oleh karena itu kota Bengkulu disebut “Tanah Mati”. Raffles bersama rakyat Bengkulu membangun kembali Kota Bengkulu. Gubernur Raffles bertugas di Bengkulu selama 6 tahun, dari tahun 1818 sampai tahun 1824. Selama bertugas di Bengkulu Raffles banyak melakukan perjalanan ke daerah-daerah pedalaman. Dalam salah satu perjalanannya, Raffles dengan didampingi isteri dan Dr. Arnold (pakar Botani), singgah di Desa Pulau Lebar, Lubuk Tapi (Bengkulu Selatan). Di desa inilah Raffles menemukan bunga yang berukuran sangat besar dan indah. Penduduk setempat menamakan bunga ini Petimun Sikinlili Atau Sirih Hantu. Bunga tersebut kemudian diberi nama Rafflesia Arnoldy, diambil dari nama Raffles dan Dr. Arnold. Bunga Rafflesia Arnoldi saat ini sudah menjadi simbol Propinsi Bengkulu yang dikenal dengan nama “Bumi Rafflesia”. Bunga Rafflesia pada masa kini masih sering ditemukan di Kawasan Hutan Lindung Rejang Lebong dan Desa Talang Tais di Kecamatan Kaur Utara (Bengkulu Selatan).








Sumber:
Benteng Marlborough Dari Wikipedia bahasa Indonesia dan sumber internet lain


Tidak ada komentar: