Selasa, 27 Desember 2016

Menelusuri Swargadipa Nias



Sowanua berarti makhluk halus yang berdiam di atas pohon raksasa lebih dikenal oleh masyarakat di Nias Selatan khususnya Teluk dalam. Di Nias Utara, tengah dan Barat menyebut makhluk halus tersebut Bela atau Ono Mbela (anak Bela). Namun Sowanua dalam pengertian penduduk asli, secara umum dipahami di seluruh pulau Nias.
Banyak sekali catatan hitam mengenai Sowanua atau Bela dalam kaitannya dengan makhluk halus. Diceritakan bahwa mereka ini tinggal di atas pohon-pohon raksasa seperti pohon beringin (Eho, Ewo, Eo, Awöni) atau pohon Böwö. Jadi boleh di katakan bahwa di mana ada hutan lebat, di situlah habitat Sowanua atau Bela berkembang. Kebiasaan mereka untuk tinggal di atas pohon, bisa jadi ada hubungannya dengan nama-nama kampung tua seperti Tetegewo, Sisobamböwö, Hiligeho atau nama kerajaan Teteholi Ana’a. Masih dipercayai juga oleh masyarakat Nias dulu bahwa Sowanua atau Bela merupakan pemilik atau penguasa segala marga satwa (Sokhö utu ndru’u), misalnya: babi hutan, kijang, rusa kancil, landak, tenggiling, berbagai unggas dan lain-lain). Babi hutan merupakan babi piaraan mereka. Oleh karenanya para pemburu satwa (Sialu/si möi malu), sebelum melakukan perburuan, mereka harus minta izin dari Sowanua sebagai pemilik segala marga satwa tersebut. Kepada mereka diberi persembahan (Be’elö/fasömbata) agar mereka dapat mengizinkan para pemburu untuk mengambil atau memburu satwa piaraannya.
Persembahan dilakukan dengan menyembelih seekor babi dengan tambahan diberikan telur atau ayam, sirih dan lempengan-lempengan kuningan atau logam, pengganti emas sebagai penghormatan bagi mereka yang tinggal di atas pohon (sumange zi so ba hogu geu). Sowanua dikategorikan sebagai dewa hutan yang bertakhta di atas pohon (salawa hogu geu). Mereka juga kadang dilukiskan sebagai leluhur orang jahat (uwu gafökha). Diceritakan bahwa Sowanua berkulit putih dan mulus. Mereka cantik-cantik dan memiliki pengetahuan membuat api dari kayu (fuyu) atau dari batu api (batu alitö). Dari mereka sumber keahlian pembuatan api.
Cerita-cerita yang lebih seram lagi mengenai Sowanua atau Bela adalah ketika perempuan tinggal seorang diri di hutan atau di kebun yang sepi, bisa saja secara tiba-tiba dan tak sadar disembunyikan atau dibawa lari oleh Sowanua. Menurut cerita, orang yang dibawa oleh Sowanua, tiba-tiba hilang kesadarannya. Ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan Sowanua yang menculiknya, namun tidak dapat berkomunikasi dengan manusia biasa. Orang yang diculik oleh Sowanua masih bisa pulang dan kembali menjadi manusia normal.
Karena itu ada beberapa larangan dari orang-orangtua di Nias, misalnya: dilarang duduk atau tidur di bawah pohon besar, supaya tidak kena air kencing dari Bela (Sowanua) yang menimbulkan rasa gatal pada kulit. Anak-anak kecil atau bayi tidak boleh ditinggal sendirian di tempat yang sunyi, supaya tidak diculik oleh Bela. Anak-anak tidak boleh bermain sembunyi-sembunyi pada malam hari. Perempuan tidak boleh tidur sendirian di kebun atau di hutan yang sepi dan kalau terpaksa tidur, tidak boleh terlentang, katanya bisa disetubuhi oleh Sowanua.

Nias adalah sebuah pulau di sebelah barat pulau Sumatra, Indonesia. Pulau ini dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau Nias terletak 125 km sebelah barat Pulau Sumatera. Pulau Nias terletak di Lautan Hindia, dan merupakan bagian dari propinsi Sumatera Utara. Lautan yang mengelilingi Pulau Nias sangat cocok untuk kegiatan bahari, seperti surfing dan diving. penduduknya juga mempunyai budaya yang unik, yang semakin memperkaya wawasan pengunjungnya.
Pulau Nias memiliki keunikan atau ciri khas berupa upacara “loncat batu”. Dalam tradisi ini penduduk laki-laki “Nias” yang dewasa atau menginjak dewasa, senantiasa mengikuti tradisi ini. Tumpukan batu-batu setinggi 1,50 s.d. 2 meter harus diloncati, sebagai tanda keberanian, kedewasaan, kekesatriaan.
Bentuk dan denah rumah suku Nias terdiri dari tipe Moro dan tipe Gomo.  Denah rumah Nias tipe Moro berbentuk bujur telur, disangga 8 buah tiang utama. Sedangkan tiang-tiang untuk menyangga balok nok, ada 3 buah. Untuk aktivitas mandi dan peturasan, ada di luar dinding bangunan. Karena rumah Nias dibangun seperti rumah panggung, maka interior bangunannya dihubungkan oleh pintu yang dilengkapi tangga menuju ke kolong yang berhubungan dengan ruang luar. Di dalam rumah Nias tipe Moro dilengkapi bangku panjang, tempat perapian dan tempat mengintip ke luar, berkaitan dengan fungsi keamanan. Rumah tipe Gomo yang memiliki denah hampir berbentuk bujur sangkar, tetapi dindingnya berbentuk lengkung, sering disebut Omballata. Rumah tipe ini pada prinsipnya memiliki kesamaan unsur dengan rumah tipe Moro, hanya saja rumah tipe Gomo dilengkapi kamar besar, ruang untuk tuan rumah, ruang duduk dan dapur.
Khas di lingkungan perumahan orang Nias adalah jalan utama merupakan sumbu kampung di depan rumah kepala adat, diperkeras dengan batu. Di pinggir jalan dibuat saluran air, yang juga terbuat dari bahan batu. Batu-batu besar untuk perkerasan diberi tatahan ukiran, setelah bagian atas permukaannya diratakan. Melihat adanya penggunaan unsur-unsur batu untuk menata lingkungan pemukiman dan adanya upacara loncat batu di Nias, dapat diduga bahwa penduduk Nias saat ini masih mewarisi kebudayaan zaman batu.
Pantai Sorake, Nias Selatan, salah satu tujuan para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumatera Utara. Hamparan pasir pantai seakan menjadi alas berpijak kaum pribumi Kabupaten Sorake. Panorama pantai begitu damai dihati. Setiap malam deburan ombak membuat suasana semakin romantic. Pantai Sorake disebut tempat selancar terbaik kedua setelah pantai Hawaii, Amerika. Sepanjang Pantai Sorake banyak  home stay dengan tarif yang variatif. Jarak menuju ke Pantai Sorake dari Bandara Binaka Gunung Sitoli, Nias, kurang lebih menghabiskan waktu 4 jam dengan menggunakan angkutan umum kota. Apabilaakan mengunjungi Pantai Sorake ini, dapat menggunakan Feri atau Jet Foil dari Sibolga menuju Gunung Sitoli atau apabila naik pesawat, dari Polonia Medan menuju Binaka (Nias), akan menjumpai turis-turis luar negeri hendak menuju pantai Sorake ini.



Sumber :
 Sowanua dan Nadaoya Manusia Pertama Penghuni Pulau Nias? Agustus 2, 2007
Arti kata Sowanua dan Bela
Penulis: Nata’alui Duha, S.Pd. Wakil Direktur Museum Pusaka Na Sorake, surga selancar di sudut Pulau Nias Tuesday, August 25, 2009 By nias

Tidak ada komentar: