Jumat, 23 Desember 2016

Perihal Makanan Untuk Perut



Perihal Makanan Untuk  Perut
"Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembahnya-Nya."(Q.S. Al Baqarah[2]: 172)
Kegiatan makan ternyata bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk mengenal dan lebih dekat dengan Allah SWT, namun bisa juga menjadi jalan dekat pada hawa nafsu. Bagi hamba Allah yang telah memahami mengenai konsepsi makan, apabila makanan masuk ke dalam perutnya, ia akan mendapatkan terpenuhinya hak tubuhnya sekaligus melunakkan hawa nafsunya. Dengan demikian, makan baginya telah menjadi ladang amal saleh. Bagi siapa saja yang tidak mengerti arti hidup ini, maka baginya makan tak lebih dari sekedar memuaskan hawa nafsu. Dengan demikian, makan telah menjadi penyakit yang akan menggerogoti hatinya. Bagi orang semacam ini aktivitas makan hanya akan semakin menjauhkan dirinya dari karunia Allah. Bagi yang ingin memiliki hati yang sehat dan memelihara kesuciannya, senantiasa menjaga kehati-hatian terhadap hidangan.
"Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah-Nya."(Q.S. Al Baqarah[2]: 172).
Makan bukan sekedar mengecap kenikmatan karena nikmatnya makan itu hanya "sepanjang telunjuk" jaraknya dari bibir. Begitu makanan lewat dari tenggorokan, maka tidak akan terasa lagi nikmatnya. Jadi kalau demikian, apalah artinya makan kalau hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan lahir belaka? Orang yang paling bodoh di dunia ini adalah orang yang telah tertipu oleh aktivitas makan. Padahal makan bagi seorang mukmin adalah amal ibadah.
Bagi yang ingin memiliki hati yang bersih, ia baru mau menyantap suatu hidangan bila jelas-jelas meyakini kehalalannya. Sebab, satu kali makanan haram masuk ke dalam perut, empat puluh hari amal ibadahnya tidak diterima.
Oleh sebab itu waspadalah dengan makanan karena biasanya timbulnya hal-hal yang dapat menurunkan kualitas keimanan, seperti tidak sanggup bertahajud, tidak khusyuk dalam beribadah, tumpulnya otak, tidak terkabulkan doa, dan lain-lain, ternyata itu semua diakibatkan oleh masalah perut. Setelah terbebas dari makanan haram, berhati-hatilah dengan kemungkinan memakan makanan secara berlebihan. Makanan yang berlebihan akan mengundang aneka macam akibat buruk. Ia akan menjadi jalan bagi tergelincirnya anggota-anggota tubuh ke jurang kemaksiatan.
Tidak usah heran kalau mata akan sulit dipakai untuk membaca firman-firman Allah. Tangan akan teramat berat dipergunakan untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuan, menyantuni yang lemah, dan memberi sedekah di jalan Allah. Tangan akan teramat berat dipergunakan untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuan. Menyantuni yang lemah, dan memberi sedekah di jalan Allah. Mulut akan teramat sungkan berbicara tentang kebaikan dan mengajak orang ke jalan kebenaran. Telinga menjadi malas sekali untuk mendengarkan ajakan menuju ampunan dari Dzat yang Maharahman. Kaki pun akan sangat enggan dilangkahkan menuju majelis-majelis keilmuan yang membicarakan indahnya hidup dalam pelukan iman dan Islam. Ditambah lagi, na'udzibillaah, hati dan pikiran pun akan terlalaikan dari dzikir, mengingat Allah Azza wa Jalla!
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seseorang mengisi wadah yang lebih daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan saja untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak mungkin demikian, maka hendaklah sepertiga dari perutnya diisi makanan, sepertiga dengan minuman, dan sepertiga lagi untuk pernafasan." (H.R. Ahmad dan Trimidzi) Rasulullah sendiri beserta para sahabatnya, tulis DR. Ahmad
Faridh dalam kitabnya, Tazkiyat An-Nufus, sering menanggung lapar. Walaupun itu disebabkan tidak adanya makanan yang dapat dimakan, tetapi Allah SWT tidak akan memilih dan menjadikan suatu keadaan untuk Rasul-Nya, kecuali yang paling sempurna dan paling baik. "Keluarga Muhammad tidak pernah kenyang makan roti tarr tiga malam berturut-turut dalam hidupnya sampai beliau wafat," kata Aisyah r.a. (H.R. Bukhari-Muslim)
Barangsiapa ingin senantiasa terpelihara kebeningan hatinya, hendaklah ia makan dengan tidak berlebihan. Makanlah secukupnya, insya Allah akan melembutkan hati serta membuat terkendalinya hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu adalah perangkat dari Allah agar seseorang mendapatkan pahala sekiranya hawa nafsu itu tunduk kepada pemiliknya.
Perut sangat dekat dengan hawa nafsu. Hawa nafsu yang menjadi penyebab utama sesat dan mengerasnya hati. Hawa nafsu pula yang menjadi pangkal dari semua maksiat, kelalaian dan tak terpeliharanya syahwat. Hawa nafsu pun merupakan ladang bagi tersemainya sifat tamak. Dan, tidak bisa tidak, "Tak akan berkembang biak aneka cabang kehinaan itu, kecuali diatas bibit tamak." (Kitab Al-Hikam)
Saya jadi teringat  perkataan seorang sufi, Ibrahim bin Adham. "Barangsiapa yang memelihara perutnya dengan sebaik-baiknya," tuturnya, "berarti ia telah memelihara agamanya dengan baik. Barangsiapa yang mampu mengendalikan rasa laparnya, ia akan memiliki akhlak yang mulia dan tinggi. Karena, maksiat kepada Allah jauh dari orang yang lapar dan dekat dengan orang yang selalu kenyang." Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan dan berlindung dari jahatnya hawa nafsu karena makanan.
Berbagai sumber di internet

Tidak ada komentar: