Rabu, 28 Desember 2016

Bunaken Taman Bawah Laut



BUNAKEN
    
Dalam lanskap pariwisata nasional, Sulawesi Utara (Sulut) merupakan salah satu daerah tujuan wisata unggulan di Indonesia. Sebanyak 503 obyek wisata alam, budaya, dan kuliner tersebar di 15 kabupaten/kota.
Bunaken adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² di Teluk Manado, Kota Manado, utara pulau Sulawesi, Indonesia. Sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kelautan Manado Tua. Taman laut ini memiliki biodiversitas kelautan salah satu yang tertinggi di dunia. Selam scuba menarik banyak pengunjung ke pulau ini. Taman laut Bunaken meliputi area seluas 75.265 hektar dengan lima pulau yang berada di dalamnya, yakni Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Mantehage berikut beberapa anak pulaunya, dan Pulau Naen. Meskipun meliputi area 75.265 hektar, lokasi penyelaman (diving) hanya terbatas di masing-masing pantai yang mengelilingi kelima pulau itu.
Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut. Di wilayah inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken.
Potensi daratan pulau-pulau taman nasional ini kaya dengan jenis palem, sagu, woka, silar dan kelapa. Jenis satwa yang ada di daratan dan pesisir antara lain kera hitam Sulawesi (Macaca nigra nigra), rusa (Cervus timorensis russa), dan kuskus (Ailurops ursinus ursinus). Jenis tumbuhan di hutan bakau Taman Nasional Bunaken yaitu Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp. Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska dan berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak laut. Jenis ganggang yang terdapat di taman nasional ini meliputi jenis Caulerpa sp., Halimeda sp., dan Padina sp. Padang lamun yang mendominasi terutama di pulau Montehage, dan pulau Nain yaitu Thalassia hemprichii, Enhallus acoroides, dan Thalassodendron ciliatum. Tercatat 13 genera karang hidup di perairan Taman Nasional Bunaken, didominasi oleh jenis terumbu karang tepi dan terumbu karang penghalang. Yang paling menarik adalah tebing karang vertikal sampai sejauh 25-50 meter.

Sekitar 91 jenis ikan terdapat di perairan Taman Nasional Bunaken, diantaranya ikan kuda gusumi (Hippocampus kuda), oci putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus), dan lain-lain.
Jenis moluska seperti kima raksasa (Tridacna gigas), kepala kambing (Cassis cornuta), nautilus berongga (Nautilus pompillius), dan tunikates/ascidian.                            

Musim kunjungan terbaik: bulan Mei sampai dengan Agustus setiap tahunnya. Cara pencapaian lokasi: Taman Nasional Bunaken dapat dicapai melalui Pelabuhan Manado, Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas dan Marina Blue Banter. Dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan perahu motor menuju pulau Siladen dapat ditempuh + 20 menit, pulau Bunaken + 30 menit, pulau Montehage + 50 menit dan pulau Nain +60 menit. Dari Blue Banter Marina dengan menggunakan kapal pesiar yang tersedia menuju daerah wisata di pulau Bunaken dapat ditempuh dalam waktu 10-15 menit, sedangkan dari pelabuhan NDC menuju lokasi penyelaman di pulau Bunaken dengan menggunakan speed boat ditempuh dalam waktu + 20 menit.
                               

Sumber :

Rakyat Sulawesi Utara benar-benar beruntung, banyak tempat (wisata) yang indah.
-- Cameron Hume
Dan berbagai sumbe internet.



Tana Toraja Nan Elok



TANA  TORAJA
    

Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini adalah Makale. Sebelum pemekaran, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990 km² dan berpenduduk sebanyak 248.607 jiwa (2007). Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008, bagian utara wilayah kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Toraja Utara. Masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditas andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat, dan vanili.
Obyek wisata utama adalah rante (tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan buah menhir / megalit), dalam bahasa Toraja disebut simbuang batu. Seratus dua batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini mempunyai nilai adat yang sama. Penyebab perbedaan adalah situasi dan kondisi pada saat pembuatan / pengambilan batu, misalnya; masalah waktu, kemampuan biaya dan situasi pada masa kemasyarakatan. Megalit / simbuang batu hanya diadakan bila seorang pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya dilaksanakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor). Pada tahun 1657 Rante Kalimbuang mulai digunakan pada upacara Pemakaman Ne'Ramba' dimana 100 ekor kerbau dikorbankan dan didirikan dua simbuang batu.
Pada tahun 1807 pada acara pemakaman Tonapa Ne'Padda' didirikan 5 buah simbuang batu, kerbau yang dikorbankan sebanyak 200 ekor. Ne'Lunde yang pada upacaranya dikorbankan lebih dari 100 ekor kerbau didirikan 3 buah simbuang batu. Sejak tahun 1907, banyak simbuang batu didirikan dalam ukuran besar, sedang, kecil dan secara khusus pada pemakaman Almarhumah Lai Datu (Ne' Kase') pada tahun 1935 didirikan satu buah simbuang batu yang terbesar dan tertinggi. Simbuang batu yang terakhir adalah pada upacara pemakaman Almarhum Sa'pang (Ne'Lai) pada tahun 1962.
Dalam kompleks Rante Kalimbuang tersebut terdapat juga hal-hal yang berkaitan dengan upacara pemakaman yaitu:
1.       Lakkian yaitu persemayaman jenazah selama upacara dilaksanakan di Rante
2.      Balakkayan yaitu panggung tempat membagi daging secara adat
3.      Sarigan yaitu usungan jenasah Langi' yaitu bangunan induk menaungi sarigan
4.      Liang Pa' / kuburan batu yang dipahat.
Setiap daerah memiliki tradisi menghormati kematian. Bali kita mengenal upacara Ngaben, di Sumatera Utara, Sarimatua, di Tana Toraja dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Ketiganyamemiliki kesamaan, yakni ritual upacara kematian. Di Tana Toraja sendiri memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka. Rambu Solo' merupakan upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka, adalah upacara adat selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja selesai direnovasi.
Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan membutuhkan waktu 2-3 hari bahkan sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Apabila bangsawan yang meninggal dunia, jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding bukan bangsawan. Keluarga bangsawan membutuhkan jumlah kerbau berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Golongan menengah menyembelih 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara sekitar 3 hari. Sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak dapat dikuburkan di tebing atau di tempat tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah dapat menyiapkan hewan kurban. Bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah dapat dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya siap untuk melaksanakan upacara ini.

Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo' maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena statusnya masih 'sakit', maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus dijalankan seperti biasanya.

Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.

Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya sama dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di sekitar tongkonan tersebut.

Prosesi acara Rambu Solo' dilakukan siang hari. Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu). Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Keluarga dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut setelahnya. Laki-laki yang mengangkat keranda tersebut, wanita yang menarik lamba-lamba. Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, urutan pertama akan terlihat orang membawa gong yang besar, diikuti tompi saratu (atau biasa dikenal umbul-umbul), di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba.

Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang sedang berduka. Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas. Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo', adu hewan pemamah biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu.

Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing maupun yang di patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).



Sumber :

Kabupaten Tana Toraja Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tana Toraja beralih ke halaman ini. Lihat pula Suku Toraja.
Sumber: Majalah Travel Club

CINTA INI MEMBUNUHKU



CINTA INI MEMBUNUHKU               
d’ massiv band

Kau membuat ku berantakan
Kau membuat ku tak karuan
Kau membuat ku tak berdaya
Kau menolaku, acuhkan diriku

Bagaimana caranya untuk
Meruntuhkan kerasnya hatimu
Ku sadari ku tak sempurna
Ku tak seperti yang kau inginkan

Reff : Kau hancurkan aku, dengan sikapmu
Tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku...

Back to : 1.
2. Reff  Uo. . . . .
3. Music
4. Ref Uo..hu…oou. ooo..ha…a
Lelah hati  ini meyakinkanmu
Cinta ini.....membunuhku,,,,

Lagu yang membuatku berpikir. Kenapa ada yang begitu menyakitkan.ini kan bukan cinta kepada Illahi. entahlah.

Selasa, 27 Desember 2016

Museum balaputera Dewa Km 12 Ini


Museum Bala Putra Dewa







Museum ini dibangun pada tahun 1977 dengan arsitektur tradisional Palembang diatas areal seluas 23.565 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 5 November 1984. Nama Bala Putra Dewa berasal dari nama seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad VIII-IX.

Di museum ini terdapat koleksi yang menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. Koleksinya terdiri dari berbagai benda histografi etnografi felologi, keramik, teknologi modern, seni rupa, flora dan fauna serta geologi. Selain itu terdapat rumah Limas dan rumah Ulu asli, kita dapat melihat dengan menggunakan kendaraan umum trayek km 12

Dari beberapa prasasti yang telah ditemukan oleh para arkeolog dan sejarawan diantaranya adalah prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya. Ada lima prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti Boom Baru.

Prasasti Telaga Batu ditemukan di Desa Telaga Batu Kecamatan Ilir Timur Pelembang Sumatera Selatan. Prasasti tersebut tidak memiliki angka tahun tetapi ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno. Tulisan-tulisan pada Prasasti Telaga Batu terdiri dari 28 baris yang memuat informasi tentang kutukan terhadap siapa saja yang tidak taat kepada pemerintah (raja). Selain itu, juga menjelaskan susunan ketatanegaraan Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Desa Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang (anak Sungai Musi), tepatnya di kaki Bukit Seguntang. Prasasti tersebut berangka tahun 605 saka / 683 M. Prasasti Kedukan Bukit ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Terdiri dari 10 baris yang berisi tentang Jaya Siddhayatra (perjalanan suci) penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang. Perjalanan itu merupakan ekspedisi militer Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Talang Tuo ditemukan di Desa Talang Tuo, Palembang. Berangka tahun 606 saka / 684 M dan ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Tulisan prasasti yang terdiri dari 14 baris itu berisikan pernyataan tentang pembangunan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Srijayanasa.

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Desa Kota Kapur, Bangka, Sumatera Selatan. Prasasti tersebut berangka tahun 608 saka / 686 M. Prasasti yang juga ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno itu terdiri dari 10 baris yang memuat informasi tentang sumpah kutukan dan upaya ekspansi ke Pulau Jawa.

Prasasti Boom Baru ditemukan di Desa Boom Baru, Palembang, Sumatera Selatan. Sampai saat ini prasasti yang terdiri dari 11 baris itu masih belum berhasil dibaca sehingga informasi yang terkandung dalam prasasti tersebut belum bisa diketahui.

Jika kita amati, lima prasasti tersebut dinamakan sesuai dengan nama daerah tempat ditemukan. Padahal pada zamannya, saat prasasti itu dibuat, mungkin saja prasasti-prasasti tersebut memiliki sebutan yang berbeda. Akan tetapi, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena rentang waktu (temporal) antara prasasti itu dibuat dengan saat ditemukan sangat panjang sekali.

Lima prasasti tersebut dapat ditemui di Museum Balaputera Dewa Palembang, tepatnya di Gedung Pameran II. Hanya saja yang di jumpai di Museum Balaputera Dewa itu adalah replikanya saja karena prasasti yang asli berada di Museum Nasional Jakarta.



Sumber:


Museum Negeri Sumatera Selatan "Balaputera Dewa"                          
LIMA PRASASTI DI MUSEUM BALAPUTERA DEWA PALEMBANG Oleh: DM. Thanthar

Diposkan oleh Komunitas Guwo; Kreatifitas Tanpa Batas di 1/06/2009 11:46:00 PM 
Label: Artikel