Jumat, 16 Desember 2016

Burung Pipit



Burung Pipit 
Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udara disana selalu dingin dan sejuk.
Benar, pelan-pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi. Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.
Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.
Si Kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung Pipit semakin marah dan memaki-maki si Kerbau. Lagi-lagi si Kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan
mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung. Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa dia akan mati karena tak bisa bernapas.
Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan-pelan meleleh oleh hangatnya kotoran kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puas-puasnya.
Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati.
Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Kucing.
Burung Pipit adalah representasi dari ketidakpuasan. Representasi dari keangkuhan dan representasi merendahkan makhluq lain. Kemampuan sesuatu itu sudah merupakan wadah bagi badannya.  Ada takaran yang musti harus dilihat, apakah masih bisa diterima atau tidak. Apakah sesuatu yang baik itu pasti baik. Dan apakah yang kelihatan bodoh itu pasti bodoh. Pola yang berbalikan sering terjadi.
Berlebihan apabila lading kita selalu dianggap buruk. Sebagain lahan orang kelihatan lebih subur merupakan hal yang menakutkan.

Tidak ada komentar: