Selasa, 27 Desember 2016

Jam Gadang yang Rancak Bana



Jam Gadang yang Rancak Bana

Begitu fenomenalnya menara jam bernama Jam Gadang pada waktu dibangun, sejak berdirinya Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Jam Gadang dijadikan penanda atau markah tanah Kota Bukittinggi serta sebagai salah satu ikon provinsi Sumatera Barat.

Jam Gadang merupakan sebutan untuk  menara dengan jam diujungnya yang terletak di pusat Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Jam Gadang ”dinamai” oleh beberapa masyarakat Minangkabau terhadap bangunan menara dengan jam tersebut.  Nama tersebut disematkan bisa jadi karena terdapat jam yang besar dipucuk menara itu (jam gadang=jam besar; "gadang" berarti besar dalam bahasa Minangkabau).

Jam Gadang ini dibangun kurang lebih pada tahun 1926 oleh Sutan Gigi Ameh dan Yazin (Arsitek). Peletakan batu pertama jam dilakukan putra pertama Rook Maker (saat itu masih berumur 6 tahun). Monumen itu dibangun dengan bahan semen putih dan telor, selain bahan yang biasa digunakan berupa pasir dan batu. Jam yang disebut Gadang ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan. Pada masa pendudukan Jepang, Jam Gadang berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya menjadi ornamen rumah adat Minangkabau

Jam ini dan dibuat oleh bangsawan pembuatan jam asal Inggris, Brixlion. Data lain menyebutkan, mesin Jam Gadang khususnya dibuat oleh ahli jam dari Jerman bernama Recklinghausen. Mesin jam ini konon hanya dibuat dua unit di dunia yakni untuk Jam Gadang di Bukittinggi dan Big Ben di London, Inggris, sehingga dua monumen ini disebut kembar.Jam ini memiliki ukuran berdiameter 80 cm, berdenah dasar 13x4 meter. Tinggi Menara kurang lebih 26 meter. Pembangunan Jam Gadang kurang lebih menelan biaya 3.000 Gulden. Menara Jam menjadi landmark atau lambang dari kota Bukittinggi. Jam ini memiliki keunikan. Normalnya, penulisan huruf Romawi pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, pada Jam ini angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV). bagi masyarakat setempat beredar cerita bahwa penulisan angka IIII (4) itu dianggap aneh dan misteri, sehingga membuat pamor Jam Gadang semakin unik dan terkenal, serta menimbulkan penasaran mengapa dibuat angka IIII. Ada cerita yang beredar bahwa angka IIII itu dibuat untuk menunjukkan jumlah korban atau tumbal manusia. Pembangunan menara tersebut yang mencapai empat orang korban jiwa.

Untuk menjaga keakuratan jam, penjaga harus memutar roda gigi jam setiap minggu dan setiap 30 menit terdengar sekali dentang lonceng di atap menara. Lonceng juga berbunyi setiap jam dan penduduk Bukittinggi biasa menjadikan Jam Gadang sebagai panduan waktu karena dentangan loncengnya terdengar hingga jarak yang jauh. Monumen bersejarah Jam Gadang (jam besar), yang tegak berdiri megah di titik nol kilometer pusat Kota Bukittinggi sekaligus menjadi "landmark" kota itu maupun ikon Sumatera Barat (Sumbar), berhenti berdetak tatkala gempa tektonik berkekuatan 5,8 Skala Richter (SR) mengguncang wilayah Sumbar. Jarum Jam Gadang terhenti pada posisi pukul 02.45 WIB (14.45 WIB). Sebelumnya, saat gempa terjadi jarum jam berhenti pada posisi pukul 12.56, lalu kembali bergerak dan berhenti lagi pada posisi pukul 14.45. Terhentinya detak jam karena bandulan jam (peralatan penggerak detik-detik jarum) telah patah. Bandulan berbentuk kayu balok lurus, terbuat dari dari kayu jati dengan panjang sekitar setengah meter itu patah karena gempa. Selain itu, sejumlah peralatan mekanik "Jam Gadang" juga mengalami kerusakan dan kini terus dilakukan perbaikan.

Di kawasan menara tersedia andong atau sado yang disebut Bendi untuk berkeliling pusat kota. Untuk warga, biaya dikenakan kurang lebih Rp 2.500 jauh dekat. Harga yang beda dikenakan untuk pelancong, tarifnya akan mencapai Rp 25.000-Rp 50.000.

Terdapat Pasar Atas didekat menara. Pasar Atas adalah pusat perdagangan di Bukittinggi. Pasar ini ramai pada hari Rabu, Sabtu dan Minggu. Pasar ini menjajakan berbagai macam barang. Bahan basah, bahan kering, garmen, sampai oleh-oleh. Barang-barang dijual rata-rata dengan harga miring.

Banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di Bukittinggi. Jam Gadang tetap menjadi ikon sah seseorang yang  pernah ke Bukittinggi. Memilih beberapa penginapan di sekitar kawasan Jam Gadang dapat menjadi pilihan apabila inginmelihat jam ini berpose pada waktu terang ataupun gelap, yaitu di sepanjang Jalan Laras Dt. Bandaro-jalan Soekarno Hatta-Jalan Dr. A. Rivai-Jalan Jenderal Sudirman.

Begitu memandang puncak Jam Gadang pada waktu pagi hingga sore hari, terasa megahnya dan anggunnya jam tersebut. Latar langit yang biru menambah kesan jam tersebut berdiri megah. Temaram lampu taman pada malam hari membuat taman ini tampak manis dan mengajak bernyanyi. Jangan lupakan untuk mengambil foto. Kalo lupa bawa peralatan foto, pandang sekitaran dan panggil tukang foto..


Sumber:
Jam Gadang, Penulis : Caroline Damanik Sumber : Kompas

Tatkala Jam Gadang Terhenti Gempa Senin, 12 Maret 2007 03:32 WIB Oleh Hendra Agusta dan Sudirman  Sumber :ANTARA News


Tidak ada komentar: