Minggu, 25 Desember 2016

Pola Anggaran Rumah Tangga



Pola Anggaran Rumah Tangga
Beberapa contoh anggarann rumah tangga dapat kita temui di internet, salah satunya adalah Anggaran Rumah Tangga milik Asosiasi Aspal Beton Indonesia. Bentuk standar dalam kita membuat ART dapat berdasarkan contoh ART dibawah ini

ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI ASPAL BETON INDONESIA
( AABI )


BAB I
U M U M

Pasal 1
LANDASAN PENYUSUNAN

Anggaran Rumah Tangga ini, disusun berlandaskan Pasal 31 Anggaran Dasar AABI.

Pasal 2

KODE ETIK

Guna mewujudkan peran serta para pelaksana konstruksi yang tergabung dalam AABI di dalam Pembangunan Nasional, dengan ini AABI menetapkan Kode Etik yang merupakan pedoman perilaku bagi para anggota dalam menghayati tugas dan kewajiban masing-masing sebagai berikut :

1.      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta taat kepada UUD 1945.
2.      Memegang teguh disiplin dan solidaritas organisasi.
3.      Bekerja secara profesional, dan mandiri atas dasar kejujuran, dan kesetiakawanan.
4.      Menghindari segala perbuatan yang mengarah kepada terjadinya persaingan yang tidak sehat.
5.      Selalu berupaya untuk meningkatkan mutu, kemampuan, dan pengabdian usahanya.
6.      Bertanggung jawab dan selalu menepati janji.
7.      Menghormati masyarakat pengguna jasa, dengan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
8.      Tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
9.      Melaksanakan tugas secara tertib dan konsekuen dalam mencapai sasaran dan ketepatan tujuan pembangunan.
10.  Menjunjung tinggi norma-norma dalam masyarakat.


BAB II
KEANGGOTAAN DAN SERTIFIKASI

Pasal 3
PERSYARATAN MENJADI ANGGOTA

Persyaratan untuk diterima menjadi anggota AABI adalah sebagai berikut :

1.     Anggota Biasa.
a.      Badan Usaha Nasional milik Negara, milik Koperasi, dan milik Swasta yang memiliki akte pendirian dan perubahannya yang sah menurut hukum di Negara Indonesia.
b.     Badan Usaha Nasional tersebut (Pasal 3 Ayat 1a) selaku pelaksana konstruksi yang bergerak dalam pelaksanaan pekerjaan jalan, jembatan, dan landasan, memiliki peralatan AMP serta peralatan utama lainnya yang terkait dan mengoperasikannya di propinsi tertentu dengan ketentuan memiliki Surat Ijin dari yang berwenang.
c.      Pengertian pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa badan usaha yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.
d.     Persyaratan lainnya yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Daerah dengan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat dengan mengingat keadaan daerah yang bersangkutan.

2.     Anggota Luar Biasa.
a.      Badan Usaha yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.     Badan Usaha tersebut bergerak dalam pelaksanaan pekerjaan jalan, jembatan, dan landasan yang memiliki peralatan AMP serta peralatan utama lainnya yang terkait, dengan ketentuan memiliki Surat Ijin dari yang berwenang.
c.      Persyaratan lainnya yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Daerah dengan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat dengan mengingat keadaan daerah yang bersangkutan.


 Pasal 4
TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA

1.     Pendaftaran permintaan menjadi anggota dilakukan di tingkat Daerah untuk kemudian diteruskan ke tingkat Pusat.

2.     Permintaan untuk menjadi anggota, oleh yang bersangkutan, diajukan secara tertulis dengan mengisi formulir pendaftaran anggota disertai salinan Akte Pendirian, Surat Ijin dari yang berwenang, dan lain-lain keterangan yang ditentukan.

3.     Dewan Pimpinan Daerah memberikan keputusan diterima atau tidaknya perusahaan menjadi anggota.

4.     Mereka yang diterima menjadi anggota diberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) oleh Dewan Pimpinan Pusat, dalam bentuk kartu keanggotaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat AABI yang seragam di seluruh Indonesia.


 Pasal 5
HAK ANGGOTA

1.     Setiap Anggota Biasa AABI berhak untuk :
a.      Memilih Pimpinan.
b.     Dipilih menjadi Pimpinan.
c.      Mengajukan usul, saran, dan pendapat bagi kebaikan organisasi.
d.     Mengikuti kegiatan dan menikmati fasilitas organisasi.
e.      Mendapatkan informasi, bimbingan, bantuan, pelayanan, dan perlindungan organisasi dalam menjalankan profesinya.
f.       Mengajukan permohonan untuk sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi.

2.     Setiap Anggota Luar Biasa AABI mempunyai hak yang sama dengan Anggota Biasa AABI, kecuali hak dipilih menjadi Pimpinan.



 Pasal 6
KEWAJIBAN ANGGOTA

Setiap Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa AABI berkewajiban untuk
1.     Mematuhi semua ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta mentaati Kode Etik Organisasi.

2.     Tunduk pada peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh organisasi.

3.     Menjunjung tinggi nama organisasi dan profesionalitas.

4.     Membayar uang iuran dan biaya lainnya yang ditetapkan organisasi dengan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat.



 Pasal 7
PEMBERHENTIAN ANGGOTA

1.     Setiap Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara, karena :
a.      Tidak memenuhi kewajiban keuangan sebagaimana ditetapkan.
b.     Bertindak bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Organisasi.
c.      Tidak mematuhi keputusan Organisasi.
d.     Menyalahgunakan kedudukan, wewenang, dan kepercayaan yang diberikan oleh Organisasi.
e.      Tidak menjalankan profesi sebagaimana mestinya sehingga merugikan nama baik Organisasi.

2.     Dalam masa pemberhentian atau pemberhentian sementara, anggota yang bersangkutan kehilangan hak-haknya.

3.     Anggota yang kehilangan hak-haknya karena terkena sanksi, akan memperoleh pemulihan hak-haknya, setelah sanksi yang dikenakan kepadanya dicabut kembali.

4.     Jika memindahkan peralatan AMP keluar dari daerah propinsi keanggotaannya dan bila AMP dipindahkan ke daerah propinsi yang telah memiliki DPD AABI, maka anggota yang bersangkutan wajib mendaftar kembali (her-registrasi) untuk menjadi anggota di daerah propinsi tersebut.

 


Pasal 8

SERTIFIKASI

1.     Anggota AABI dapat mengajukan sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.

2.     Sistem dan biaya sertifikasi ditetapkan melalui ketetapan organisasi.


BAB III
SUSUNAN DEWAN PIMPINAN

Pasal 9
DEWAN PIMPINAN PUSAT

1.     Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri dari :
a.      Seorang Ketua Umum.
b.     4 (Empat) orang Wakil Ketua Umum yang masing-masing mengkoordinasikan beberapa Kompartemen tertentu.
c.      Seorang Sekretaris Jenderal beserta Wakilnya.
d.     Seorang Bendahara Umum beserta seorang Wakilnya.
e.      Beberapa orang Ketua Kompartemen sesuai perkembangan dan kebutuhan.

2.     Jumlah personalia Dewan Pimpinan Pusat sebanyak-banyaknya 17 (tujuh belas) orang.

3.     Guna pelaksanaan kegiatan harian organisasi, Sekretaris Jenderal dibantu oleh Sekretaris yang dipimpin oleh Sekretaris Eksekutif, yang merupakan tenaga penuh yang profesional yang dipekerjakan oleh organisasi.

4.     Dewan Pimpinan Pusat berwenang untuk membentuk Dewan-dewan Kerja, Panitia-panitia Khusus, atau mengangkat Penasehat-penasehat ahli yang diperlukan demi tercapainya tujuan organisasi.

5.     Dewan Pimpinan Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.


Pasal 10
DEWAN PIMPINAN DAERAH

1.     Dewan Pimpinan Daerah (DPD) terdiri dari :
a.      Seorang Ketua.
b.     Wakil Ketua yang mengkoordinasikan beberapa Departemen tertentu sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
c.      Seorang Sekretaris berserta Wakilnya.
d.     Seorang Bendahara beserta Wakilnya.
e.      Beberapa orang Ketua Departemen sesuai perkembangan dan kebutuhan.

2.   Jumlah personalia Dewan Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya 14 (empat belas) orang.

3.     Hal-hal selebihnya berlaku sama dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 9 ayat 3 dan Pasal 9 ayat 4 tersebut di atas.

4.     Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di Ibukota Propinsi yang bersangkutan.

  
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PIMPINAN

Pasal 11
DEWAN PIMPINAN PUSAT

Tugas dan wewenang Dewan Pimpinan Pusat antara lain sebagai berikut :
1.     Menyelenggarakan Munas dan rapat-rapat, dan/atau setingkat dengan itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, 19 dan Pasal 20 Anggaran Dasar. Munas harus diselenggarakan selambat-lambatnya sebelum berakhirnya masa bakti Dewan Pimpinan Pusat.

2.     Menjabarkan dan melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, dan/atau yang setingkat sebagaimana tersebut pada Pasal 11 Ayat 1 tersebut di atas.

3.     Mengukuhkan dan melantik Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah.

4.     Menetapkan kebijaksanaan dan memberi petunjuk-petunjuk kepada Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah dalam menjalankan tugasnya.
5.     Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah.

6.     Mengadakan hubungan dan bekerjasama dengan Pemerintah Pusat, Instansi-instansi, dan Badan-badan lain yang terkait dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

7.     Mengatur dan mempertanggungjawabkan kebijaksanaan Anggaran organisasi di tingkat Pusat.

8.     Melaksanakan pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan tujuan organisasi.


 Pasal 12
DEWAN PIMPINAN DAERAH

Tugas dan wewenang Dewan Pimpinan Daerah antara lain sebagai berikut :
1.     Menyelenggarakan Musda dan Rapat-rapat, dan/atau yang setingkat dengan itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan 19 Anggaran Dasar. Musda harus diselenggarakan selambat-lambatnya sebelum berakhirnya masa bakti Dewan Pimpinan Daerah.

2.     Menjabarkan dan melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah, dan/atau yang setingkat dengan sebagaimana tersebut pada Pasal 12 Ayat 1 tersebut di atas.

3.     Mengadakan hubungan dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Propinsi setempat, Instansi-instansi, dan Badan-badan lain yang terkait dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
4.     Mengatur dan mempertanggungjawabkan kebijaksanaan Anggaran Organisasi di tingkat daerah.

5.     Melakukan pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan tujuan organisasi.


Pasal 13
PEMBAGIAN TUGAS PIMPINAN

1.     Pembagian tugas di antara Dewan Pimpinan dilakukan oleh Ketua Umum/Ketua, berdasarkan Program Kerja dan Pedoman yang ditetapkan oleh Musyawarah yang bersangkutan.

2.     Apabila Ketua Umum/Ketua berhalangan sementara, dan/atau karena sesuatu sebab tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk waktu tertentu, maka Wakil Ketua Umum/Wakil Ketua bertindak untuk dan atas nama Ketua Umum/Ketua.


Pasal 14
SANKSI JABATAN

1.     Anggota Dewan Pimpinan yang tidak memenuhi dan/atau melalaikan kewajibannya dapat dikenakan sanksi organisasi dalam bentuk pemberhentian atau pemberhentian sementara, setelah kepada yang bersangkutan diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut terlebih dahulu, terkecuali untuk hal-hal yang luar biasa yang merugikan organisasi berdasarkan keputusan rapat Dewan Pimpinan Lengkap yang bersangkutan.

2.     Dewan Pimpinan Daerah yang tidak memenuhi dan atau melalaikan kewajibannya dapat dikenakan sanksi organisasi oleh Dewan Pimpinan Pusat dalam bentuk pembekuan atau pembekuan sementara, setelah kepada yang bersangkutan diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut terlebih dahulu, terkecuali untuk hal-hal yang luar biasa yang merugikan organisasi, berdasarkan keputusan rapat Dewan Pimpinan Pusat.

  
BAB V
TUGAS DAN WEWENANG MUSYAWARAH DAN RAPAT


Pasal 15
MUSYAWARAH NASIONAL

1.     Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Nasional.

2.     Tugas dan wewenang Musyawarah Nasional adalah :
a.      Menetapkan penyempurnaan/perubahan AD/ART.
b.     Menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan organisasi.
c.      Menyusun dan menetapkan Program Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi.
d.     Memberikan keputusan terhadap permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya.
e.      Memberikan penilaian dan keputusan terhadap pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat AABI.
f.       Memilih Dewan Pimpinan Pusat AABI.

3.     Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari :
a.      Peserta Penuh, yaitu utusan Dewan Pimpinan Daerah dengan membawa mandat dari Dewan Pimpinan daerah masing-masing, dan memiliki hak suara yaitu hak memilih dan hak dipilih serta hak dalam pemungutan suara untuk pengambilan keputusan, dan hak bicara, yaitu hak mengeluarkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
b.     Peserta Biasa, yaitu Dewan Pimpinan Pusat yang masing-masing memiliki hak bicara dan hak dipilih.
c.      Peserta Peninjau, yaitu utusan Dewan Pimpinan Daerah di luar Peserta Penuh yang membawa mandat dari Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan, yang masing-masing memiliki hak bicara.
d.     Undangan, yaitu Pejabat Pemerintah, LPJK Pusat, utusan Kamar Dagang dan Industri, dan organisasi-organisasi lainnya di tingkat Pusat dan Daerah Tingkat I, Tokoh-tokoh Pengusaha, dan masyarakat, serta undangan lain yang dianggap perlu.

4.     Musyawarah Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah Nasional itu menjadi tanggungjawabnya.

5.     Untuk melaksanakan Musyawarah Nasional, Dewan Pimpinan Pusat membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggungjawab kepadanya.

6.     Rancangan Tata Tertib Musyawarah Nasional disiapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Nasional.


Pasal 16
MUSYAWARAH KERJA NASIONAL

1.     Tugas dan wewenang Musyawarah Kerja Nasional adalah :
a.      Mengadakan evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.
b.     Mengadakan penyempurnaan atas penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c.      Menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Pimpinan Pusat.
d.     Mengadakan inventarisasi permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya serta menetapkan kebijaksanaan dan keputusan pemecahan/penyelesaian masalahnya.
e.      Membantu Dewan Pimpinan Pusat untuk memutuskan hal-hal yang tidak dapat diputuskan sendiri.

2.     Peserta Musyawarah Kerja Nasional sama dengan Peserta Musyawarah Nasional.

3.     Musyawarah Kerja Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah Kerja Nasional itu menjadi tanggung jawabnya.

4.     Untuk melaksanakan Musyawarah Kerja Nasional, Dewan Pimpinan Pusat membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.

5.     Rancangan Tata Tertib Musyawarah Kerja Nasional disiapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Kerja Nasional sebelum ditetapkan.


Pasal 17
MUSYAWARAH DAERAH

1.     Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Daerah.

2.     Tugas dan wewenang Musyawarah Daerah adalah :
a.      Menyusun dan menetapkan Program Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi.
b.     Memberikan keputusan terhadap permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya.
c.      Memberikan penilaian dan keputusan terhadap pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah AABI.
d.     Memilih Dewan Pimpinan Daerah AABI.

3.     Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari :
a.      Peserta Penuh,
yaitu segenap anggota yang ada di Daerah yang bersangkutan. Peserta ini memiliki hak suara yaitu hak memilih dan hak dipilih serta hak dalam pemungutan suara untuk pengambilan keputusan dan hak bicara, yaitu hak mengeluarkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
      b.   Peserta Biasa,
yaitu Dewan Pimpinan Daerah, yang masing-masing memiliki hak bicara, dan hak dipilih. Peserta Biasa ini berubah status kepesertaannya menjadi Peserta Penuh setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah dinyatakan diterima oleh Musyawarah Daerah.
      c.   Undangan,
yaitu Pejabat Pemerintah, LPJK Daerah, utusan Kamar Dagang dan Industri, dan organisasi-organisasi lainnya di Daerah Tingkat I, Tokoh-tokoh Pengusaha, dan Masyarakat, serta undangan lain, yang dianggap perlu.

4.     Musyawarah Daerah dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan pelaksanaan Musyawarah Daerah itu menjadi tanggung jawabnya.

5.     Untuk melaksanakaan Musyawarah Daerah, Dewan Pimpinan Daerah membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.

6.     Rancangan Tata-Tertib Musyawarah daerah disiapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Daerah sebelum ditetapkan.


Pasal 18
MUSYAWARAH KERJA DAERAH

1.     Tugas dan wewenang Musyawarah Kerja Daerah adalah :

a.      Mengadakan evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Daerah.
b.     Mengadakan penyempurnaan atas penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Daerah.
c.      Menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Pimpinan Daerah.
d.     Mengadakan inventarisasi permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya serta menetapkan kebijaksanaan dan keputusan pemecahan/penyelesaian masalahnya.
e.      Membantu Dewan Pimpinan Daerah untuk memutuskan hal-hal yang tidak dapat diputuskan sendiri.

2.   Peserta Musyawarah Kerja Daerah sama dengan Peserta Musyawarah Daerah.

3.   Musyawarah Kerja Daerah dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan pelaksanaan Musyawarah Kerja Daerah itu menjadi tanggung jawabnya.

4.   Untuk melaksanakan Musyawarah Kerja Daerah, Dewan Pimpinan Daerah membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.

5.   Rancangan Tata Tertib Musyawarah Kerja Daerah disiapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Kerja Daerah sebelum ditetapkan.


Pasal 19
RAPAT PIMPINAN ORGANISASI DAN RAPAT ANGGOTA

1.   Rapat Pimpinan organisasi di tingkat Pusat atau Rapimnas, dan Rapat Anggota di tingkat Daerah dapat diadakan untuk :
      a.   Menetapkan arah kebijaksanaan dalam menyelaraskan gerak dan langkah organisasi pada tingkatan masing-masing menghadapi perkembangan/situasi yang timbul.
      b.   Menampung dan menyelesaikan secara tuntas masalah-masalah yang dihadapi organisasi dan anggota pada tingkatan masing-masing dalam waktu tertentu.

2.   Rapat Pimpinan organisasi tersebut (Pasal 19 Ayat 1) dapat diadakan setiap waktu sesuai kebutuhan untuk :
      a.   Rapimnas, berdasarkan inisiatif dari Dewan Pimpinan Pusat dan/atau adanya usulan dari Dewan Pimpinan Daerah.
      b.   Rapat Anggota, berdasarkan inisiatif dari Dewan Pimpinan Daerah dan/atau adanya usulan dari anggota di Daerah yang bersangkutan.

3.   Semua keputusan Rapat Pimpinan organisasi dan Rapat Anggota tersebut (Pasal 19 Ayat 1 dan Pasal 19 Ayat 2) merupakan Keputusan Organisasi yang mengikat yang dipertanggungjawabkan kepada Musyawarah pada tingkatan masing-masing.

4.   Peserta Rapat Pimpinan organisasi dan Rapat Anggota terdiri dari:
      a.   Untuk Rapimnas terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat, serta utusan Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah.
b.     Untuk Rapat Anggota terdiri dari Dewan Pimpinan Daerah dan anggota yang bersangkutan.

5.   Rapat Pimpinan Organisasi dan Rapat Anggota tersebut (Pasal 19 Ayat 1 dan Pasal 19 Ayat 2) dilaksanakan oleh, dan menjadi tanggung jawab Dewan Pimpinan yang bersangkutan.

Pasal 20
RAPAT DEWAN PIMPINAN

Tugas dan wewenang Rapat Dewan Pimpinan pada setiap tingkatan organisasi adalah sebagai berikut :
1.      Menetapkan kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan-keputusan Musyawarah.

2.      Mengadakan penilaian secara berkala terhadap kebijaksanaan operasional dari keputusan organisasi.

3.      Membahas dan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan serta pelaksanaan teknis dan Program Kerja hasil keputusan Musyawarah.

4.      Menetapkan kebijaksanaan koordinasi atas kegiatan dan tugas-tugas Kompartemen/Departemen agar serasi dan berhasil guna.

5.      Mengadakan penilaian secara berkala terhadap pelaksanaan sehari-hari dari Rencana Kerja setiap Kompartemen/ Departemen.


Pasal 21
MUSYAWARAH LUAR BIASA

1.     Musyawarah Luar Biasa, baik pada tingkat Nasional ataupun Daerah dapat diadakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.      Tingkat Nasional, atas permintaan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah DPD AABI, berdasarkan hasil keputusan rapat Dewan Pimpinan Daerah masing-masing.
b.     Tingkat Daerah, atas permintaan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota AABI di daerah yang bersangkutan dan mendapat persetujuan dari DPP.
c.      Musyawarah Luar Biasa diadakan untuk menampung dan menyelesaikan hal-hal yang mendesak, yang menyangkut penilaian mengenai Dewan Pimpinan dan Keuangan.
d.     Kedudukan dan Keputusan-keputusan Musyawarah Luar Biasa adalah sama dengan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional khusus dan Musyawarah Daerah sesuai tingkatan masing-masing.

2.     Tugas dan wewenang Musyawarah Luar Biasa pada setiap tingkatan organisasi adalah :
a.      Menilai, mensahkan atau menolak laporan kerja beserta pertanggungjawaban keuangan dari Dewan Pimpinan.
b.     Memberhentikan Dewan Pimpinan, walaupun masa tugasnya belum berakhir.
c.      Memilih dan mengangkat Dewan Pimpinan Baru.

3.     Tata cara penyelenggaraan Musyawarah Luar Biasa sama dengan tata cara penyelenggaraan Musyawarah Nasional/Musyawarah Daerah sesuai tingkatan masing-masing, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggungjawab Dewan Pimpinan yang bersangkutan dengan pengawasan Dewan Pimpinan Pusat.

4.     Peserta Musyawarah Luar Biasa sama dengan peserta Musyawarah Nasional / Musyawarah Daerah sesuai tingkatan masing-masing.

5.     Pada Musyawarah Luar Biasa tidak ada Peserta Peninjau dan Undangan, terkecuali utusan Dewan Pimpinan Pusat untuk Musyawarah Luar Biasa di daerah.

6.     Musyawarah Luar Biasa dilaksanakan :
a.      Untuk Tingkat Pusat, oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah Luar Biasa tersebut menjadi tanggung jawabnya.
b.     Untuk Tingkat Daerah, oleh Dewan Pimpinan yang bersangkutan dan pelaksanaan Musyawarah Luar Biasa tersebut menjadi tanggung jawabnya.

7.     Untuk melaksanakan Musyawarah Luar Biasa :
a.      Pada Tingkat Pusat.
Dewan Pimpinan Pusat membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah dengan mengikutsertakan Dewan Pimpinan Daerah yang ditunjuk mewakili Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah yang meminta Musyawarah Luar Biasa; dan Panitia Pelaksana serta Panitia Pengarah tersebut bertanggung jawab kepadanya.

b.     Pada Tingkat Daerah.
Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah dengan mengikutsertakan Wakil-wakil anggota yang meminta Musyawarah Luar Biasa, dan Panitia Pelaksana serta Panitia Pengarah tersebut bertanggungjawab kepadanya.

8.     Rancangan Tata-Tertib Musyawarah Luar Biasa disiapkan oleh Dewan Pimpinan yang bersangkutan dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Luar Biasa sebelum ditetapkan.

Pasal 22

MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS

1.     Musyawarah Nasional Khusus, hanya diselenggarakan pada tingkat Nasional dengan ketentuan atas permintaan lebih dari 2/3 (dua pertiga) jumlah DPD AABI, berdasarkan hasil keputusan rapat Dewan Pimpinan Lengkap dari DPD masing-masing.

2.     Musyawarah Nasional Khusus, diselenggarakan khusus untuk mengadakan perubahan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi yang sifatnya mendesak berkaitan dengan  perkembangan situasi yang timbul..

3.     Kedudukan dan Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional Khusus adalah sama dengan Musyawarah Nasional.


BAB VI
TATA CARA PEMILIHAN, PERSYARATAN DAN MASA JABATAN DEWAN PIMPINAN

Pasal 23
PEMILIHAN DEWAN PIMPINAN

1.   Tata cara pemilihan Dewan Pimpinan dilakukan dalam Musyawarah yang bersangkutan dengan cara menetapkan 3 (tiga) formatur guna membentuk Dewan Pimpinan.

2.   Pemilihan formatur diupayakan dilaksanakan atas dasar musyawarah untuk mufakat dan apabila usaha musyawarah untuk mufakat tidak tercapai persesuaian maka pemilihan formatur dilakukan dengan cara tertulis melalui asas langsung, bebas, dan rahasia dari para Peserta Penuh yang memiliki hak suara.
3.   Apabila pemilihan formatur dilakukan dengan cara pemilihan tertulis, maka yang dinyatakan sebagai formatur adalah 3 (tiga) orang calon yang mendapatkan suara terbanyak kesatu, kedua, dan ketiga.

4.   Apabila pemilihan formatur dilakukan sesuai Pasal 23 Ayat 3, maka formatur yang terpilih dengan suara terbanyak ditetapkan menjadi Ketua Umum.

5.   Formatur kemudian membentuk Dewan Pimpinan.

Pasal 24
MASA JABATAN DEWAN PIMPINAN

1.   Masa jabatan Dewan Pimpinan di semua tingkatan organisasi adalah 4 (empat) tahun dan setelah masa jabatan tersebut mantan anggota Dewan Pimpinan yang bersangkutan dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.

2.     Khusus untuk jabatan Ketua Umum/Ketua, hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut.

3.     Khusus untuk jabatan Ketua Umum/Ketua tidak dapat merangkap dengan jabatan yang sama pada organisasi lain yang sejenis.

4.     Anggota Dewan Pimpinan tidak dapat merangkap jabatan pada Dewan Pimpinan AABI di tingkat yang lebih rendah.

5.     Anggota Dewan Pimpinan tidak diperbolehkan duduk dalam Dewan Kehormatan pada tingkatan yang bersangkutan maupun pada tingkatan organisasi yang lebih tinggi atau yang lebih rendah.

BAB VII
KEUANGAN

Pasal 25
UANG PANGKAL DAN IURAN ANGGOTA

1.   Besar uang pangkal dan iuran anggota, dan tata cara penarikannya ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah sesuai pedoman yang ditetapkan Dewan Pimpinan Pusat.

2.   Besarnya uang pangkal dan iuran anggota dibedakan antara Anggota Biasa daan Anggota Luar Biasa.

Pasal 26
PERIMBANGAN PEMBAGIAN KEUANGAN

1.   Pemasukan uang pangkal dan iuran anggota sebagaimana tersebut dalam Pasal 25 di atas pembagiannya ditetapkan sebagai berikut;
a.      Sebesar 75% untuk DPD.
b.     Sebesar 25% untuk DPP.

2.   Dewan Pimpinan Daerah bertanggung jawab atas penyampaian bagian pemasukan untuk Dewan Pimpinan Pusat.


Pasal 27
LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN

Setiap Dewan Pimpinan pada semua tingkatan organisasi diwajibkan membuat Laporan Keuangan dan Perbendaharaan masing-masing untuk kemudian diteruskan sebagai berikut;
1.   Laporan Keuangan dan Perbendaharaan Dewan Pimpinan Daerah disampaikan kepada segenap anggota masing-masing dan Dewan Pimpinan Pusat.

2.   Laporan Keuangan dan Perbendaharaan Dewan Pimpinan Pusat disampaikan kepada semua Dewan Pimpinan Daerah.

3.   Pembukuan organisasi di setiap tingkatan dimulai setiap tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berjalan.

4.   Laporan Keuangan tahunan dan Perbendaharaan harus sudah disampaikan kepada yang bersangkutan sesuai Pasal 27 Ayat 1, Pasal 27 Ayat 2, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga)  bulan  setelah  batas  waktu  penutupan  buku.

BAB VIII
LAMBANG DAN BENDERA AABI

Pasal 28
LAMBANG AABI

Lambang AABI bentuk, arti dan maknanya tertera pada Lampiran 1 Anggaran Rumah Tangga ini.

Pasal 29
BENDERA AABI

Dewan Pimpinan Daerah dapat memiliki bendera AABI yang seragam bentuknya. Ketentuan bendera AABI tersebut seperti tertera pada Lampiran 2 Anggaran Rumah Tangga ini.

  
BAB IX
PENUTUP

Pasal 30
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional dan atau Musyawarah Nasional Khusus.

Pasal 31

LAIN-LAIN

1.      Hal-hal yang belum atau tidak cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Dewan Pimpinan Pusat dalam suatu keputusan atau peraturan tersendiri yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan dipertanggungjawabkan pada Musyawarah Nasional, dan atau Musyawarah Nasional Khusus.
2.      Dalam hal terjadi pengaturan yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, maka menurut urutannya berturut-turut yang berlaku untuk menjadi pegangan adalah, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Munas dan atau Munassus dan atau Keputusan Munaslub, Keputusan Mukernas, Keputusan Rapimnas dan Peraturan-peraturan/Keputusan Dewan Pimpinan.

Pasal 32
BERLAKUNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA

Anggaran Rumah Tangga ini disahkan untuk pertama kali dalam Musyawarah Nasional AABI yang diselenggarakan di Denpasar, pada tanggal 4 Desember 1999 dan diadakan perubahan  pertama kali pada Musyawarah Nasional Khusus di Jakarta pada tanggal 26 September 2000 yang kemudian dikukuhkan serta mengalami penyempurnaan pada Musyawarah Nasional II AABI yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2003 dan berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 25 Januari 2003

Musyawarah Nasional  II

ASOSIASI ASPAL BETON INDONESIA (AABI)

Pimpinan Sidang,


Drs. H.Y. KARTOYO, MM                      Ir. BENNY DJUTRISNO
    K e t u a                                                         Sekretaris



Tidak ada komentar: