NEGERI QU'RAN di Mesir
Suatu senja di Kairo. Saat-saat kelelahan menyelimuti para
penumpang kereta bawah tanah jurusan Helwan. Ada pekerja kantoran dengan masih
menggunakan setelan jas rapi, ada mahasiswa yang berpenampilan trendi, lelaki
tua dengan tas lusuhnya dan beberapa wanita setengah baya bersama anak-anaknya.
Serta masih banyak lagi orang-orang yang tidak bisa saya sebut satu persatu
memenuhi gerbong kereta.
Ada banyak sisi dari
hidup ini...yang takkan pernah bisa kita mengerti..
Ada banyak ruang..yang
semakin membuat kita sadar..
Jika di dunia ini
kita bukan siapa-siapa..tidak memiliki kekuasaan apapun...
Jika kita memang
hanya seorang makhluk...dan DISANA..ada sang Khalik...
Yang telah mengatur
semuanya...termasuk hidup kita...
Saya harus menyelesaikan tugas mengajar privat di selatan
Kairo hari itu. Perjalanan sekitar tiga puluh menit dari stasiun Demerdash,
Abbasea. Pikiran saya tidak tenang, masih berkecamuk semenjak siang tadi. Kata
teman-teman satu Fakultas ujian bisa jadi dimajukan dari biasanya. Terbayang
oleh saya hafalan delapan Juz Al-Qur’an sudah menunggu. Ah, jika saja dulu di
Indonesia sudah hafal banyak Al-Qur’an rasanya tidak usah pusing memikirkannya
lagi, tinggal mengulang dan mendalami. Tidak seperti sekarang, terburu-buru
menghafal karena ujian sudah dekat. Padahal dosen di kuliah berulang kali
mengingatkan jangan menghafal Qur’an karena ujian, hafalkan ayat-ayat Qur’an
karena ia kitabmu.
tapi satu hal yang
pasti...SENANG..sedih..sempit..lapang..semuanya adalah sisi-sisi
dari misteri
kehidupan ini...yang mau gak mau..harus kita hadapi.
Diam-diam saya mengeluarkan mushaf kecil, membaca sisa
bacaan yang belum selesai. Di depan saya berdiri, nampak anak muda berpakaian
trendi sedang membaca kumpulan surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an yang disebut
Sab’ul Munjiyat. Tidak lama ia berdiri meninggalkan tempat duduknya, bersamaan
dengan henti roda-roda baja kereta. Saya pun menempati kursi kosong bekas
pemuda tadi. Wajah-wajah dalam gerbong itu nampak lelah. Tetapi saya sedikit
menemukan kesejukan, beberapa orang dalam gerbong itu membaca Al-Qur’an. Lelaki
tua berambut putih yang duduk di samping saya juga mengeluarkan mushaf besar
dari dalam tas lusuhnya. Memang terlihat ganjil, namun ia berusaha menyesuaikan
dengan kondisi matanya yang (mungkin) sudah rabun.
Saudaraku....
Mungkin kita pernah
merasa susah dan sempit dalam mengarungi kehidupan...
Itu ternyata adalah
bagian dari rahmat Allah SWT..agar kita bisa merasakan suasana senang
dan lapang dalam
mengarungi kehidupan..
Masyarakat Mesir cukup religius dalam keseharian mereka,
utamanya dalam interaksi mereka dengan Al-Qur’an di tengah arus globalisasi dan
invasi budaya Barat yang merajalela di negeri-negeri Muslim. Polisi, tentara
dan satpam yang sedang jaga tak segan membaca Al-Qur’an. Saat pergi ke
pertokoan Khan Khalili di kawasan Husein saya pun beberapa kali menyaksikan
pemandangan yang membuat gairah keimanan menyala, beberapa penjaga toko Khan
Khalili membaca Al-Qur’an sambil menunggu pembeli yang mayoritas turis Asing.
Dan saat kami pergi ke kuliah, dalam bis-bis kota yang sesak beberapa orang
Mesir membaca dan mengulang hafalan Qur’an-nya.
Saudaraku..
Mungkin kita pernah
merasakan duka dan bencana dalam hidup...
Itu ternyata
merupakan bagian kasih sayang Allah, agar kita mengerti cara bersyukur dan
berterimakasih
kepada-Nya.
Pernah satu waktu sepulang dari perjalanan yang sama, saya
ditegur seorang pemuda yang sedang mengulang hafalan Qur’an-nya.
“Apakah kamu membawa mushaf?”
“Ya” Jawab saya. “Mengapa kamu tidak membacanya?” katanya
lagi.
“Saya tidak punya wudlu.”
“Apa salahnya mengulang hafalan Qur’an? Saya juga tidak
punya wudlu!” saya mengangguk dan membenarkan nasihatnya.
Agar kita belajar
menghargai..memelihara nikmat dariNya....
Agar kita lebih
berhati-hati..menggunakan berbagai pemberianNya yang tak terhitung itu kepada
kita.
Beberapa waktu lalu, adik kelas saya satu sekolah dulu
bertanya, “Bagaimana cara menghafal Qur’an yang efektif?” Saya tidak punya
jawaban yang betul-betul saya tahu, hanya saja saya sarankan untuk terus
menghafal dan banyak mengulang. Usahakan baca Qur’an di mana pun ada kesempatan
seperti masyarakat Mesir melakukannya. Ia kemudian menjawab, bahwa untuk
membaca Qur’an di setiap kesempatan terasa sulit jika diterapkan di kota
seperti Jakarta. Saya tidak tahu pasti apakah memang benar di Jakarta susah
untuk melakukannya? Karena masyarakat yang tadi saya ceritakan di atas ada di
Kairo yang nota bene ibu kota Mesir.
Saudaraku....hidup
memang penuh misteri...
Tapi justru kerena
KEMISTERIAN itulah..justru harus membuat kita......
semakin dekat dengan
yang berada di balik KEMISTERIAN itu...
Allah SWT............
Setidaknya satu hal yang diharap para pembaca Qur’an itu:
keberkahan. Keberhakan dalam segala hal, bukan hanya dari sisi materi, jauh
dari itu keberkahan di Hari Pengadilan seluruh manusia. Karena kata Nabi SAW,
“Bacalah Qur’an. Karena ia akan menjadi pemberi syafa’at kepada para
pembacanya.” Dan keberkahan itu sendiri telah dijanjikan Allah dalam kitab-Nya
ini, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah,
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Q.S. Shaad: 29). Penulis buku ‘Fî
Dzilâlil Qurân’ (Di Bawah Naungan Qur’an) Sayyid Qutb, mengungkapkan kekagumannya
kepada Al-Qur’an setelah lama ia bergelut dengan berbagai pemikiran Materealis,
“Wajadtu-l Qur’an” (Kutemukan Al-Qur’an) katanya. Semenjak itu ia pun konsen
mempelajari Al-Qur’an sampai ia menemui syahid di tiang gantungan, setelah
merampungkan karya monumentalnya: Fî Dzilâlil Qur’ân.
Saudaraku..
Mungkin kita pernah
merasakan duka dan bencana dalam hidup...
Itu ternyata
merupakan bagian kasih sayang Allah, agar kita mengerti cara bersyukur dan
berterimakasih
kepada-Nya.
Agar kita belajar
menghargai..memelihara nikmat dariNya....
Agar kita lebih
berhati-hati..menggunakan berbagai pemberianNya yang tak terhitung itu kepada
kita.
Inilah sedikit gambaran dari sebuah Negeri Qur’an bernama
Mesir. ‘Negeri Qur’an’ hanyalah sebuah nama yang terlintas di benak saya. Ia
bukanlah negeri yang selalu identik dengan tanah Arab, bukan itu yang saya
maksud. Negeri Qur’an ialah negeri yang masyarakat Muslimnya dekat dengan
Al-Qur’an apapun bahasa nasionalnya. Negeri yang mencintai Al-Qur’an
sebagaimana mereka menyintai Allah pemilik kitab-Nya. Negeri itu mungkin saja
negeri kita tercinta: Indonesia. Yang harus selalu kita pertanyakan, “Apakah
kita termasuk orang-orang yang gemar membaca Al-Qur’an?” dan “Apakah kita masih
mengharapkan syafa’at dari Al-Qur’an?” karena, ia (Al-Qur’an) datang sebagai
pemberi syafa’at bagi para pembacanya. Wallahu ‘alam
Sumber : Negeri Quran
Kairo, 10 April 2006, puisi misteri kehidupan dari internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar