TANA TORAJA
Kabupaten Tana Toraja
adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten
ini adalah Makale. Sebelum pemekaran, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990
km² dan berpenduduk sebanyak 248.607 jiwa (2007). Suku Toraja yang mendiami
daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan
gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini
merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008, bagian utara wilayah kabupaten ini dimekarkan
menjadi Kabupaten Toraja Utara. Masyarakat Toraja hidup sebagai petani.
Komoditas andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh,
cokelat, dan vanili.
Obyek
wisata utama adalah rante (tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi
dengan buah menhir / megalit), dalam bahasa Toraja disebut simbuang batu.
Seratus dua batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran
besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini
mempunyai nilai adat yang sama. Penyebab perbedaan adalah situasi dan kondisi
pada saat pembuatan / pengambilan batu, misalnya; masalah waktu, kemampuan
biaya dan situasi pada masa kemasyarakatan. Megalit / simbuang batu hanya
diadakan bila seorang pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya
dilaksanakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang dipotong
sekurang-kurangnya 24 ekor). Pada tahun 1657 Rante Kalimbuang mulai digunakan
pada upacara Pemakaman Ne'Ramba' dimana 100 ekor kerbau dikorbankan dan
didirikan dua simbuang batu.
Pada
tahun 1807 pada acara pemakaman Tonapa Ne'Padda' didirikan 5 buah simbuang
batu, kerbau yang dikorbankan sebanyak 200 ekor. Ne'Lunde yang pada upacaranya
dikorbankan lebih dari 100 ekor kerbau didirikan 3 buah simbuang batu. Sejak
tahun 1907, banyak simbuang batu didirikan dalam ukuran besar, sedang, kecil
dan secara khusus pada pemakaman Almarhumah Lai Datu (Ne' Kase') pada tahun
1935 didirikan satu buah simbuang batu yang terbesar dan tertinggi. Simbuang
batu yang terakhir adalah pada upacara pemakaman Almarhum Sa'pang (Ne'Lai) pada
tahun 1962.
Dalam
kompleks Rante Kalimbuang tersebut terdapat juga hal-hal yang berkaitan dengan
upacara pemakaman yaitu:
1.
Lakkian
yaitu persemayaman jenazah selama upacara dilaksanakan di Rante
2.
Balakkayan yaitu panggung tempat membagi daging secara
adat
3.
Sarigan yaitu usungan jenasah Langi' yaitu bangunan induk
menaungi sarigan
4.
Liang Pa' / kuburan batu yang dipahat.
Setiap daerah memiliki tradisi
menghormati kematian. Bali kita mengenal upacara Ngaben, di Sumatera Utara,
Sarimatua, di Tana Toraja dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Ketiganyamemiliki
kesamaan, yakni ritual upacara kematian. Di Tana Toraja sendiri memiliki dua
upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka. Rambu Solo' merupakan
upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka, adalah upacara adat selamatan rumah
adat yang baru, atau yang baru saja selesai direnovasi.
Rambu Solo' merupakan
acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu
berhari-hari untuk merayakannya. Upacara dilaksanakan pada siang hari, saat
matahari mulai condong ke barat dan membutuhkan waktu 2-3 hari bahkan sampai
dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya dibuat di bagian atas tebing di
ketinggian bukit batu. Menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat
Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang
Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin
cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Apabila bangsawan yang
meninggal dunia, jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh
lebih banyak dibanding bukan bangsawan. Keluarga bangsawan membutuhkan jumlah
kerbau berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Golongan menengah menyembelih
8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara sekitar 3 hari. Sebelum
jumlah itu mencukupi, jenazah tidak dapat dikuburkan di tebing atau di tempat
tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan
(rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah dapat
menyiapkan hewan kurban. Bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah
dapat dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya
siap untuk melaksanakan upacara ini.
Bagi masyarakat Tana
Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang
mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo' maka orang yang
meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena statusnya masih 'sakit',
maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya
orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan
rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus
dijalankan seperti biasanya.
Jenazah dipindahkan dari
rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana
ia berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau
dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang
Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang
akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.
Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada
mereka yang hadir.
Jenazah berada di tongkonan
pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan
dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan
barebatu, dan di sini pun prosesinya sama dengan di tongkonan yang pertama,
yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada orang-orang
yang berada di sekitar tongkonan tersebut.
Prosesi acara Rambu Solo' dilakukan
siang hari. Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di
depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, terletak di
depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain ditarik oleh para
wanita dalam keluarga itu). Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu
menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Keluarga dekat arwah
ikut mengusung keranda tersebut setelahnya. Laki-laki yang mengangkat keranda
tersebut, wanita yang menarik lamba-lamba. Dalam pengarakan terdapat
urut-urutan yang harus dilaksanakan, urutan pertama akan terlihat orang membawa
gong yang besar, diikuti tompi saratu (atau biasa dikenal umbul-umbul), di
belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba
dan yang terakhir barulah duba-duba.
Jenazah tersebut akan
disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana
sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang
sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para
sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua
tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah
disediakan oleh keluarga yang sedang berduka. Iring-iringan jenazah akhirnya
sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat
disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan
bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada di rante.
Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja.
Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante
sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas. Setelah jenazah sampai di
lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang
datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu
selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan
yang datang, dengan mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main
ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo', adu hewan pemamah
biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu.
Selama beberapa hari ke
depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya,
penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang
telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu
diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang
Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di
tebing maupun yang di patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).
Sumber :
Kabupaten Tana Toraja Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tana Toraja beralih ke
halaman ini. Lihat pula Suku Toraja.
Sumber: Majalah Travel
Club
Tidak ada komentar:
Posting Komentar