Suatu Kisah Yang Cerah
Abu Yazid Al Busthami, pelopor sufi, pada suatu hari pernah
didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut.
Dengan murung lelaki itu mengadu, "Tuan Guru, sepanjang hidup saya,
rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap,
saya masih bermunajat. Isteri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga
bukan pemalas yang enggan mencari rezeki. Tetapi mengapa saya selalu malang dan
kehidupan saya penuh kesulitan?"
Jiwa ketika masuk dalam kepasrahan menjadikan jiwa itu
benar-benar pasrah kepada Ya Illahi Robbi. Allah Maha Besar. Ketika badan ini
bersujud dan merendahkan diri dihadapanNya, badan ini semakin haus akan
kasihNya. Keridhoan akan pamrih menjadi kekuatan untuk mendekap ridhoNya.
Kekuatan untuk mengayuh makrifatNya membuat diri tetap kuat dalam mengarungi
alam mistik
Sang Guru menjawab sederhana, "Perbaiki penampilanmu
dan rubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah SAW adalah penduduk dunia yang
miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria. Sebab menurut
Rasulullah SAW, salah satu tanda penghuni neraka ialah muka masam yang membuat
orang curiga kepadanya." Lelaki itu tertunduk. Ia pun berjanji akan
memperbaiki penampilannya.
Tujuh sentimeter kesamping dan dua senti meter untuk atas
dan bawah. Konsepsi bersama untuk menyenangkan sesama. Wajah dan sikap
merupakan kekuatan tuntunan untuk selalu bersama mendapat kehangatan seputar
hidup yang menggairahkan hidup bukan hanya untuk berpasrah diri kepada konsep
Ilahiyah. Manusiawi berjejer mencari kadarnya
Mulai hari itu, wajahnya senantiasa berseri. Setiap
kesedihan diterima dengan sabar, tanpa mengeluh. Alhamdullilah sesudah itu ia
tak pernah datang lagi untuk berkeluh kesah. Keserasian selalu dijaga. Sikapnya
ramah,wajahnya senantiasa mengulum senyum bersahabat. Roman mukanya berseri.
Berkeluh kesah hanya kepada Sang Illahi Robbi merupakan
suatu proses pengendalian diri dan pengembangan hati untuk selalu bersikap kuat
menahan cobaan. Selalu tersenyum menyapa sang makna dengan tanpa meninggalkan
cirri senyuman yang masih tersisa.
Tak heran jika Imam Hasan Al Basri berpendapat, awal
keberhasilan suatu pekerjaan adalah roman muka yang ramah dan penuh senyum. Bahkan
Rasulullah SAW menegaskan, senyum adalah sedekah paling murah tetapi paling
besar pahalanya.
Ketersenyuman merupakan suatu peluntur kehampaan yang masih
terjalin dalam hidup bersama. Kita masih
mengolah diri dalam kebersamaan. Apakah itu ada atau menjadi tiada.
Ketersenyuman melumerkan diri bersama dengan bersanding pada kecerahan.
Demikian pula seorang suami atau seorang isteri. Alangkah
celakanya rumah tangga jika suami isteri selalu berwajah tegang. Begitu juga
celakanya persahabatan sekiranya dikalangan mereka saling tidak berteguran.
Sebab tak ada persoalan yang diselesaikan dengan mudah melalui kekeruhan dan
ketegangan. Dalam hati yang tenang, pikiran yang dingin dan wajah cerah, Insya
Allah, apapun persoalannya nescaya dapat diatasi. Inilah yang dinamakan
keluarga sakinah, yang didalamnya penuh dengan cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar