Laskar Pelangi
Laskar Pelangi adalah sebutan dari Ibu Muslimah untuk
anak-anaknya yang berjumlah sepuluh. Mereka adalah Ikal, Lintang, Trapani,
Mahar, Sahara, Harun, Borek, Kucai, Akiong, dan Syahdan. Mereka berkumpul dari
awal mula mereka masuk sekolah di SD Muhammadiyah Belitong, sekolah islam
satu-satunya di Belitung pada masa itu. Sekolah tersebut secara fisik hampir
roboh, sekolah untuk kelompok miskin di belitong. Sungguh kontras dengan PN
timah yang mewah.
Ikal adalah adalah anak pegawai rendahan P.N. Timah, dia
menjadi sentral tokh dalam novel ini. Ikal adalah representasi dari Andrea
Hirata, seorang anak yang memiliki kekuatan dalam hal sikap”rajin” terhadap
segala sesuatu.
Teman sebangku Ikal adalah Lintang. Seorang anak yang
“keranjingan” membaca, ditambah lagi bakat kecerdasan otaknya. Kemampuan verbal
lintang sangat bagus meskipun dia terlahir dari seorang ayah yang nelayan dan
ditinggal mati oleh ibunya. Lintang
yang memperkenalkan Perancis dan menara Eiffel kepada Ikal, hal tersebut memacu
Ikal untuk mengetahui lebih banyak mengenai Perancis. Ketika mereka bertemu
kembali, Ikal mengatakan kepada Lintang bahwa dia akan melanjutkan Kuliah ke
Perancis. Kerja keras yang luar biasa.
Lintang merupakan
anak cerdas yang terlahir miskin. Terlahir bukan untuk mengejar cita-cita tang setinggi langit. Langit hanya
memiliki kebanggan dengan selembar piagam penghargaan juara cerdas cermat.
Namun dia menanamkan cita-citanya kepada anak perempuannya.
Tokoh Mahar
merupakan pola duplikasi Lintang dalam hal seni. Dalam umur yang begitu kecil,
mahar sudah mampu untuk menguraikan perbedaaan alunan musik yang ada, mulai
dari pop sampai dengan jazz, anak yang memiliki selera tinggi terhadap musik,
namun dilahirkan miskin.
Satu-satunya
perempuan dalam Laskar Pelangi adalah Sahara, seorang perempuan yang memegang
teguh arti agama, dan begitu keras kepala. Dialah yang berperan mengingatkan
teman-temannya akan arti agama. Maklumlah, Sahara adalah anak dari seorang
tokoh agama didaerah tersebut.
Tokoh keturunan
Cina yang satu bangku dengan Sahara adalah A kiong. Seorang keturunan China
miskin yang tetap ingi sekolah. A kiong melihat segala sesuatunya dengan
pandangan yang lurus, yah itulah A kiong. A Kiong memiliki saudara perempuan
yang ditaksir berat oleh si Ikal, A Ling namanya.
Borek adalah
manusia yang paling susah diatur dalam kelas. Harun, seorang anak yang berjalan
dengan bentuk kaki yang berpola menyilang,. Harun adalah penyelamat SD
Muhammadiyah. Dengan masuknya Harun, SD Muhammadiyah tetap bisa berjalan.
Karena pada masa itu jumlah minimal kelas harus berjumlah sepuluh orang. Jangan
lupakah Syahdan, seorang yang datang dengan kesendirian, sampai mendaftar
sekolahpun juga sendiri. Mereka diketuai oleh Kucai, seorang yang suka untuk
menjadi pemimpin.
Mereka memiliki
kekuatan kebersamaan yang mengental. Mungkin karena mereka selalu bersama-sama.
Kebersamaan mejadi kekuatan mereka tetap utuh. Ketika ibu muslimah mengalami
syok yang luar biasa karena meninggalnya pak harfan, Lintang dan Ikal berhasil
mengkoordinir teman-temannya kembali ke
sekolah untuk belajar bersama-sama.
Ibu Muslimah
sendiri adalah anak dari sahabat Bapak harfan, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah
Belitong. Pak Harfan dan Ayah ibu Muslimah adalah beberapa orang yang termasuk
pendiri dari SD Muhammadiyah Belitong. SD Muhammadiyah adalah pengalaman
pertama ibu Muslimah dalam mengajar dan merupakan tonggak keberhasilan ibu
Muslimah dalam melakukan manajemen terhadap anak-anaknya. Keputusan beliau
memilih Kucai patut diacungi jempol, karena Kucai terhitung dituruti oleh
anak-anak yang lain, meskipun tetap saja berantakan. Penunjukan Mahar sebagai
ketua dalam acara Festival terbukti mampu menghasilkan piala satu-satunya dalam
SD tersebut. Dalam cerdas cermat, racikan Bu Muslimah mampu membuatnya
mengalahkan SD PN Timah yang memiliki berbagai kelebihan. Malah, akibat hal
tersebut ada seorang anak SD PN Timah yang pindah ke sekolah tersebut.
Sosok yang
terakhir adalah pak Harfan. Pak Harfan adalah Kepala Sekolah dari SD
Muhammadiyah tersebut. Beliau merupakan salah satu pendiri sekolah tersebut.
Beliau merawat sekolah tersebut selayaknya rumah beliau sendiri. Beliau
mengesampingkan sakit beliau demi kemajuan SD Muhammadiyah. Pak Harfan mampu
menenangkan anak-anaknya dengan cerita agama dan mampu membimbing anak-anaknya
dalam beribadah. Beliau menolak membubarkan sekolah, karena beliau berketetapan
bahwa sekolah tersebut adalah sekolah islam pertama di tanah belitong yang
mampu memberikan pendidikan keagamaan di tanah belitong tersebut, tidak patut
untuk di tutup.
Anak-anak dalam
kelompok laskar bisa direpresentasikan sebagai anak buah yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda, mereka mampu menjalin kekompakan dalam tim. Kekurangan
mereka mampu ditutupi oleh yang lain. Seorang Borek pun bisa menjadi penyenang
bagi yang lain si ”Samson” ini mampu membuat Lintang tergelak dengan idenya.
Harun saja, masih memiliki arti meskipun perlu Bu Muslimah disetiap kenaikan
kelas. Ketika kekurangan disadari oleh tim, dan tim tetap mampu mengolah diri
sehingga menjadi tim yang solid seperti kemenangan SD Muhammdiyah dalam ajang
Ferstival dan Cerdas Cermat.
Bu Muslimah
merupakan seorang supervisor yang handal. Apa yang ada dalam pikirannya adalah,
bagaimana membuat anak buahnya bisa berdiri tegak. Bu Muslimah mengesampingkan
penghasilan yang didapat. Bahkan Bu Muslimah mencari penghasilan lain untuk
mencukupi hidupnya. Dalam novel , bagaimana diceritakan senangnya Bu Muslimah
ketika Harun menjadi murid kesepuluh dan senangnya bu Muslimah ketika tahu ada
muridnya yang mampu memahami apa yang dia ajarkan. Bu Muslimah tidak bergeming
mengajar ketika kelasnya terkena hujan dan berantakan. Dengan gembira beliau
mengajak anak-anaknya untuk belajar di alam bebas (istilah sekarang ”out bond”).
Seorang pemimpin
yang patut dipuji, Pak Harfan. Menjadi tameng bagi institusinya, meskipun
institusinya dengan kasat mata akan rubuh. Pak Harfan dengan lembut menjadi
pembimbing bagi Bu Muslimah dan Pak Bakri. Membiarkan Pak Bakri berkembang
lebih luas, meskipun berdampak buruk bagi sekolahnya. Tetap tegar dimata Bu Mus
dan anak-anak, bahkan mengerjakan sendiri memperbaiki sekolah yang dipimpinnya.
Tipikal pemimpin yang bersikap welas asih, namun tegas. Jangan diartikan penuh
belas kasih. Salah satu bentuk tersebut yang membuat SD PN Timah menghormati SD
Muhammadiyah, meskipun sampai beliau meninggal.
Konsep
Organisasi, kebersamaan, dan kepemimpinan sederhana yang coba ditunjukkan dalam
novel Laskar Pelangi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar