Ketika Kematian Itu Menunggu Kita
Pada suatu waktu, khalifah Sulaiman bin Abdul Malik datang
ke Madinah. Beliau ingin bertemu dengan Abu Hazim, yaitu satu-satunya sahabat
Rasulullah saw. yang masih hidup. Kepada Abu Hazim, khalifah menanyakan tentang
bagaimana keadaan seseorang itu pada waktu ia akan meninggal dunia. Maka Abu
Hazim pun berkata : “Keadaan orang yang akan meninggal dunia itu ada dua macam.
Pertama, seperti perantau yang dipanggil pulang ke kampung halamannya untuk
menyaksikan hasil kirimannya yang sudah dibuatkan rumah yang bagus dengan taman
yang indah. Gambaran mengenai semuanya itu telah dikirimkan kepadanya sebelum
dia berangkat. Kita dapat bayangkan bagaimana sukacitanya perasaan sang
perantau, tentu ia ingin segera mempercepat kepulangannya itu. Apalagi
dikabarkan pula kepadanya, bahwa kedatangannya nanti akan disambut oleh
masyarakat dengan riang gembira sebagai perantau yang behasil. Adapun kejadian
yang kedua, adalah seperti penjahat yang lari dari penjara kemudian dia
tertangkap kembali. Ia akan diseret, disiksa, dan dilemparkan dengan kejam ke
tempatnya semula. Dapat dibayangkan, betapa takut dan ngerinya perasaan orang
itu.”
Mendengar penjelasan Abu Hazim itu, kontan khalifah menangis
tersedu-sedu sambil berdo’a dengan syahdu, “Ya Allah! Janganlah Engkau jadikan
aku di waktu kembali kepada-Mu seperti layaknya seorang penjahat yang melarikan
diri kemudian tertangkap kembali.”
Bagian pertama, menggambarkan orang-orang yang meyakini
bahwa suatu waktu mereka akan kembali kepada Allah. Mereka berusaha sekuat tenaga menyiapkan
bekal yang banyak untuk perjalanan yang jauh di alam akhirat. Bekal itu ialah
amal saleh dalam jalur hablum minnallah dan jalur hablum-minannas.
Bagian kedua, mewakili orang-orang yang lalai menyiapkan
perbekalan. Umur dihabiskan untuk memenuhi kepuasan hawa nafsu belaka. Mereka
gigih mencari fasilitas demi memuaskan kebutuhan nafsu, seperti foya-foya dan
mengumbar nafsu syahwat, memiliki rumah seperti istana dan mobil-mobil mewah
yang kesemuanya itu hanya untuk prestise saja. Ukuran kesuksesan hidup di dunia
dilihat dari fasilitas atau materi yang mereka miliki.
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang
kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang
yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi
rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al-Baqarah:212)
Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku
beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Al-Baqarah : 126)
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang
dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa
pun… (An-Nuur : 39)
Umar bin Khatab r.a berkata, “Hitunglah dirimu sebelum
dihitung dan timbanglah dirimu sebelum ditimbang!” Rasulullah bersabda, “Sering-seringlah kalian
ingat akan sesuatu yang melenyapkan kenikmatan-kenikmatan (yakni kematian).”
(HR. Abu Hurairah dari an-Nasa’i)
Hadits Ibnu Umar r.a katanya, Aku pernah mendatangi
Rasulullah saw,. yang ketika itu dia berada ditengah-tengah orang banyak. Ada
seorang Anshar bertanya kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, siapakah orang
yang paling mulia di sisi Allah? Kata Nabi saw. : Yaitu orang yang selalu
mengingat mati dan menyediakan persiapan untuk itu. Dengan itulah hilangnya
kerakusan duniawi.” (Rawi : Ibnu Abi Dunya)
Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan
ath-Thabrani, Syadad bin Aus mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang
pintar ialah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untu
kepentingan akhirat nanti. Dan, orang lemah ialah orang yang mengikuti hawa
nafsunya, tetapi berharap-harap terhadap Allah.
Seorang ahli hikmah berkata,”….orang yang lupa mengingat
mati tidak ubahnya bagaikan sapi. Meskipun tempat penjagalan hanya berjarak
beberapa meter darinya, sapi tetap saja tenang memakan rumput-rumputan segar
dengan lahapnya. Kalau saja ia dapat berpikir bahwa gilirannya dijagal tinggal
beberapa menit lagi, niscaya nafsu makannya akan hilang, dan pastilah ia
berupaya untuk melarikan diri dari tempat itu…..”
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a berkata,”…..coba perhatikan
dirimu baik-baik, tidak lama lagi kamu akan mencapai tujuan akhir semua manusia
yaitu terbujur kaku di bawah lapisan tanah. Segala perbuatanmu akan
diperlihatkan kepada dirimu di padang mahsyar, yaitu tempat dimana orang-orang
yang telah berbuat aniaya akan merintih menyesali diri; orang yang lalai akan
sangat menyesali diri dan berharap seandainya ia dapat kembali ke dunia. Namun
itu semua tiada berguna, karena kesempatan mengulang sungguh tidak akan pernah
ada…”
Abu Hamzah Al-Khurasani (seorang sufi, wafat tahun 903)
mengatakan, “Barangsiapa telah merasakan ingat kematian, maka Allah akan
menjadikan ia senang mencari pahala dan benci terhadap dosa.” (Demikianlah
keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). (Al-Mu’minuun
: 99)
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Al- Jumu’ah :
8)
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (Al-Munafiquun : 11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar