Danau Toba
|
|
|
|
|||
Danau Toba merupakan sebuah danau vulkanik sebesar kurang lebih 100km x
30km di kawasan Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengahnya terdapat
sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir..
Danau Toba muncul diperkirakan saat ledakan sekitar 75.000an tahun yang
lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super). Bill Rose dan
Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa
bahan-bahan vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung itu sebanyak 2800km3,
dengan 800km3 batuan ignimbrit dan 2000km3 abu vulkanik yang diperkirakan
tertiup angin ke barat selama 2 minggu.
Kejadian tersebut
menyebabkan kematian massal dan diilkuti oleh kepunahan beberapa spesies.
Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia
sampai sekitar ribuan saja. Setelah
letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air, menjadi
sekarang yang kita kenal dengan Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang
belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Pada tahun 1939, geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba, yang
panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer, dikelilingi oleh batu apung
peninggalan dari letusan gunung. Karena itu, Van Bemmelen menyimpulkan, Toba
adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa
menyimpulkan, Toba adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa
peneliti lain menemukan debu rhyolit yang seusia dengan batuan Toba di
Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah.
Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan
Toba di Samudra Hindia dan Teluk Bengal. Para peneliti awal, Van Bemmelen
juga Aldiss & Ghazali (1984) telah menduga Toba tercipta lewat sebuah
letusan maha dahsyat. Namun peneliti lain, Vestappen (1961), Yokoyama dan
Hehanusa (1981), serta Nishimura (1984), menduga kaldera itu tercipta lewat
beberapa kali letusan. Peneliti lebih baru, Knight dan sejawatnya (1986)
serta Chesner dan Rose (1991), memberikan perkiraan lebih detail: kaldera
Toba tercipta lewat tiga letusan raksasa.
Penelitian seputar Toba belum berakhir hingga kini. Jadi, masih banyak
misteri di balik raksasa yang sedang tidur itu. Salah satu peneliti Toba
angkatan terbaru itu adalah Fauzi dari Indonesia, seismolog pada Badan
Meteorologi dan Geofisika. Sarjana fisika dari Universitas Indonesia lulusan
1985 ini berhasil meraih PhD dari Renssealer Polytechnic Institute, New York,
pada 1998, untuk penelitiannya mengenai Toba.
Letak Gunung Toba (kini: Danau Toba), di Indonesia memang rawan bencana.
Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga
lempeng tektonik, yakni Aurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebanyak
80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Aurasia, yang meliputi
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda.
Lempeng benua ini hidup, setiap tahunnya mereka bergeser atau menumbuk
lempeng lainnya dengan jarak tertentu. Lempeng Aurasia yang merupakan lempeng
benua selalu jadi sasaran. Lempeng Indo-Australia misalnya menumbuk lempeng
Aurasia sejauh 7 cm per tahun. Atau Lempeng Pasifik yang bergeser secara
relatif terhadap lempeng Aurasia sejauh 11 cm per tahun. Dari pergeseran itu,
muncullah rangkaian gunung, termasuk gunung berapi Toba.
Jika ada tumbukan, lempeng lautan yang mengandung lapisan sedimen
menyusup di bawahnya lempeng benua. Proses ini lantas dinamakan subduksi atau
penyusupan.
Gunung hasil subduksi, salah satunya Gunung Toba. Meski sekarang tak lagi
berbentuk gunung, sisa-sisa kedasahyatan letusannya masih tampak hingga saat
ini. Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya Gunung
Toba sekitar tiga kali yang pertama 840 juta tahun lalu dan yang terakhir
74.000 tahun lalu. Bagian yang terlempar akibat letusan itu mencapai luas 100
km x 30 km persegi. Daerah yang tersisa kemudian membentuk kaldera. Di
tengahnya kemudian muncul Pulau Samosir.
Dari berbagai sumber di internet
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar