THOGUT?
Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah
merupakan hakikat syahadah ‘Lailahaillah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al
Baqarah 256) Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya
mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan
beriman kepada Allah saja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd
Al Wahhab). Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang
diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan
Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi. Menurut
Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya,
thogut ialah:
a. Syaitan
yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
b. Para
pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
c. Mereka
yang berhukum dengan hukum yang lain dari yang telah diturunkan oleh Allah.
d. Mereka
yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
e. Segala
sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu.
Sesuai dengan (36:60; 4:60; 5:44; 9:31; 72:26-27; 6:59)
Tuntutan Syahadah
‘Lailahaillah’
menghendaki seseorang tersebut beribadah (mengabdikan
diri) hanya kepada Allah saja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya. Menerima
seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan
haram. Menolak syariat selain dari syariat Allah.
Pengertian Syahadah
Muhammadur Rasulullah adalah
Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahwa
Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.
Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah
menghendaki seseorang:
I. Mengimani dan membenarkan semua yang
dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
II. Mentaati perintah dan meninggalkan
larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
III. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah
disyariatkan Rasulullah saw. Karena Islam
itu
dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah saja dan dengan menggunakan syariat
yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)
Setiap Muslim
mengetahui bahwa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak
Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu kebanyakan Muslim yang dengan mudah
bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahwa sekiranya mereka
melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan
mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata karena melafazkan kalimah
Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahwa sekadar
melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahwa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan
Allah dan Aku Menyaksikan Bahwa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah
tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah
Syahadah dan Allah swt menyatakan bahwa mereka adalah pendusta dan akan
menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan
oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin
Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan ‘Lailahaillah’ itu kunci syurga? Ia telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai
mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang
betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak
mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di
sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membedakan
antara mereka yang mendapat manfaat dari pernyataan mereka dengan mereka yang
tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat
pernyataan tersebut.
Sebelum
membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, kita merasakan bahwa ada satu
perkara yang perlu kita jelaskan. Kebanyakan orang gemar mengambil satu hadis
atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka
akan membuat kesimpulan seperti, siapa saja yang melafazkan kalimah Syahadah
akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sadar bahwa keseluruhan Al Quran
dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk
menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil
kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan
apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu
jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.
Sekiranya kita
mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan
mendapati bahwa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada
bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat
penting untuk kita memastikan bahwa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam
kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha
bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat
bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Oleh
karena itu kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan
bahwa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt,
pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita membuka kunci ‘Lailahaillah’ kita.
Syarat pertama: ilmu.
Seseorang mesti
mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah
Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah
Syahadah dan apakah yang dinafikannya. Firman Allah
swt di dalam Al Quran, Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19). Begitu juga sabda Rasulullah
saw, Siapa saja yang meninggal dunia
mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki
Syurga. (Hadis Riwayat Muslim). Sebenarnya, kalimah Syahadah itu
adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan
sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu.
Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai
ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali. Firman Allah
SWT di dalam Al Quran, ...melainkan orang yang mengakui yang hak
dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).
Syarat ini
mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada
Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksudkannya
dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan Maka bayangkanlah
bahwa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk
‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan
menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali
sehari. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak memahami langsung akan
maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah
sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini,
kebanyakan Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya
menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahwa tiada apa yang salah dengan
sekularisme! Kebanyakan di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu
sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak
melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah
SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap
dari kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya
asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan
membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran
sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.
Syarat kedua: yakin
Ini adalah
lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan
boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati
kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati
kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan
kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah. Allah swt
menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang
mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa
ragu-ragu. Firman Allah swt, Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.
(Al Hujuraat 49:15). Demikian
juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak
ada siapa saja yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahwa tidak ada
yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak
mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan
memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim). Sesungguhnya, Allah swt
menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu.
Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya
orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad),
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan
hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (At
Taubah 9:45)
Kebanyakan
ulama’ telah menyatakan bahwa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan
kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya
kepada keimanan seseorang itu dari nafsu dan keinginan. Ini adalah karena
nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu
masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahwa ianya telah berdosa
lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan
yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati
sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam
terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya
masih tidak beriman sepenuhnya. Penawar yang paling mujarab untuk
keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan
As Sunnah lah kebanyakan dari keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.
Melalui
pengajian dan pemahaman, seseorang akan mendapatkan kepastian. Kemudiannya,
dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu
akan bertambah kuat dan tegas. Kita akan berikanmu satu contoh tentang
hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah
faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada
orang-orang Islam yang mengatakan bahwa hadis-hadis tidaklah dicatatkan
sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah
SAW. Malah, terdapat kebanyakan orang Islam yang mempunyai banyak keraguan
terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara
ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan
masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, ia akan mendapati
bahwa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas
sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir
dari syaitan dan kebanyakan Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah
membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka. Izinkan kita ulaskan
sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah kita katakan
sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman
seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang
dibincangkan sebelum ini. Oleh karena itu, setiap Muslim mestilah berusaha
sedaya-upaya untuk memelihara dirinya dari keraguan sebegitu dan sentiasa
menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu;
lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam
yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan
salah faham tersebut.
Dengan
demikian, sekiranya seseorang itu memiliki teman, walaupun temannya itu
Muslim, tetapi jika teman tersebut sentiasa membuatkan ragu-ragu akan Allah swt
dan Dien ini, maka ia harus menjauhkan diri dari individu tersebut demi
menjaga Dien dan imannya. Banyak kalangan Muslim pada hari ini belajar
kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh
latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh
dengan perkara-perkara sesat yang diajarkan oleh sesetengah dari para
orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, kebanyakan dari umat Islam
hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin
boards' (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan
mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya
dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari
perkara-perkara demikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam
melalui sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang
paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah
dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan
kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang
mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, ia tidak akan terpengaruh
dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh
Islam dan insha-Allah, akan menjadi kalangan yang digambarkan di dalam Al
Quran, “...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya
hanyalah ulama’” (Faathir 35:28).
Syarat ketiga: penerimaan (Al Qabul)
Sekiranya
seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti
diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah
tersebut. Siapa saja yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya,
walaupun dia mempunyai ilmu yang benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka
dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu
mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun
sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang
tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara
am seperti yang telah kita nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai
perincian-perincian yang mesti kita sadari. Orang-orang yang beriman menerima
dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka
beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan
oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin
dipercayai dan apa yang ingin ditolak. Firman Allah
swt di dalam Al Quran, Apakah kamu
beriman kepada sebahagian al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu
perbuat. (Al Baqarah 2:85). Ini adalah satu aspek yang mesti disadari
oleh orang-orang Islam. Walaupun tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya
untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian dari kebenaran
yang datangnya dari Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian
keimanannya.
Malangnya, pada
hari ini, kebanyakan orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan
pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad,
perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka
tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran,
mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang
mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah
hadis, mereka lantas menyatakan bahwa hadis tersebut adalah tidak sahih
walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut.
Perlakuan serta sikap begini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang
berlawanan dengan Muslim sejati. Apa-apa saja yang datang dari Allah swt dan
Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap
yang seiringan dengan pengakuan keimanan.
Syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh
Syarat ini
bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah,
ini adalah merupakan satu dari maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri,
Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah. Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di
dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah
kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi). (Az Zumar 39:54). Allah swt telah memuji mereka yang
tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka. Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya dari
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan... (An Nisa 4:125). Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah
menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya
dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan. Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)
Malang sekali,
terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahwa tidak ada hubung-kait di
antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata
tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah kita temui,
sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman
yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau
Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti
dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam
hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa
yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan
akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh
pengakuan keimanan itu. Siapa saja yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi
tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam
samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahwa pengakuan
keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah
bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali dari dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas dari dosa.
Namun selagi mereka mengakui bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan
ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt,
maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun
Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah
tahap penyerahan yang minima yang dituntut dari seseorang; yang sekiranya
tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan
keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahwa
meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari
semalam. Siapa saja yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang
lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima
dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.
Syarat kelima: jujur
Jujur adalah
sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna
apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh
kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita
tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan. Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada siapa saja yang mengaku bahwa
tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya,
melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis
Riwayat Bukhari dan Muslim). Kita tentu mengetahui tentang mereka yang
melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan
jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya
untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa
ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq. Allah swt telah menerangkan tentang
golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih disebabkan mereka dusta. (Al Baqarah 2:8-10). Jelas
sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk
memperolehi ganjaran duniawi dan bukan karena mereka benar-benar percayakan
Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan
dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.
Syarat keenam: ikhlas
Maksudnya,
apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya
semata-mata karena Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa
sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya karena orang
lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun
menyekutukan Allah swt.
Firman Allah
swt di dalam Al Quran,
...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).
Allah swt juga
berfirman,
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).
Rasulullah SAW
juga bersabda,
Allah telah mengharamkan api neraka ke atas siapa saja yang mengatakan,
Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu
mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).
Ini adalah
sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam
keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahwa kita menjadi
Muslim semata-mata karena Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibu bapak
kita, teman-teman, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas
dalam pemikiran kita bahwa kita adalah Muslim semata-mata karena Allah
SWT
Syarat ketujuh: cinta
Maksudnya di
sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta
(kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan
kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja
keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara
syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah
tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka
sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati.
Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih dari Syahadah ini ataupun dia
mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya
itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat
Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari
segi cintanya. Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah... (Al Baqarah 2:165). Dan di bahagian lain Allah swt
berfirman, Katakanlah: 'Jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).
Rasulullah saw
telah bersabda, Siapa saja yang
mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah
bahwa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih dari dia mencintai sesuatu yang
lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).
Ini adalah
salah satu dari aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab
tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan kebanyakan orang Islam. Mereka
melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu
tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt
memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada
keimanan itu, kita mesti menyadari bahwa perkara itu adalah disukai oleh
Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya
berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt.
Akan tetapi, seperti yang telah kita katakan, perasaan ini semakin menghilang
dari kebanyakan orang-orang Islam masa kini
Syarat kedelapan: menafikan ilah selain allah
Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah
mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah
itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya,
Pengakuan dan Penafian. Firman Allah swt, ...Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa
saja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus... (Al Baqarah 2:256). Malah Rasulullah saw juga
menjelaskan perkara ini apabila baginda menyatakan, Siapa yang mengatakan bahwa tidak ada yang
berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan
Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah.
(Hadis Riwayat Muslim).
Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali
kepada siapa saja yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih melihat Muslim
yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang
termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain dari Allah swt. Kita boleh
melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan
melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk
'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat
oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan
selagi mana mereka percaya bahwa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk
selain daripada Allah SWT?
|
SUMBER: Syahadatain Pilar
Perjuangan Islam Ditulis oleh Redaksi Shufful Islam
Wednesday, 29 August 2007
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar