KERINDUAN SEORANG IBU PADA PUTRINYA
Ia tersenyum. Masih menerawang dalam awan yang saat itu
masih hangat rasanya. Segurat bayangan kenangan hadir di dalam raga jiwanya. Tawa
riang seorang gadis kecil, isak tangis buah hati, dan manjannya. Kekuatannya akan kasihnya selalu menghangatkan
lilin anaknya yang seenaknya sendiri bergerak. Meskipun anak lucu ini tumbuh
menjadi anak yang keras kepala dan penuh jawaban.
Bagaimana kisah seorang ibu yang memikirkan untuk anak,
suami, dan kehidupannya kedepan. Untuk memikirkan diri sendiri saja ibu seakan
melupakan dirinya. Apakah sempat terbayangkan pada diri kita bagaimana ibu
begitu tergopoh-gopoh menjemput anaknya, begitu bingung memutar uangnya demi
sepotong coklat rengekan anaknya. Walau badai menerjang, badai itu Terbayang
saat hujan deras mengguyur bumi, ia berjalan sekian kilo untuk menjemput sang
buah hati dari sekolahnya. Jalanan licin tak beraspal, bukan halangannya untuk
membawakan sebuah payung untuk si putri kesayangan. Dan ketika sang buah hati
datang dengan sebuah senyum dan ciuman di tangan, alangkah bahagia hatinya,
terbanglah seketika segala penat yang sempat meraja di tubuhnya yang letih.
Dan ia masih tersenyum, meski ketika hari berjalan mengikuti
hari, si buah hati semakin mendekapkan erat badannya dengan rasa manja, dan
manja itu pun menjadi. Ibu tetap saja menatap rindu ke buah hatinya, meskipun di wajah anak ini tercoret segurat garis ketidakpuasan,
meskipun lontaran kata menyakitkan hati menyeruak dari bibirnya, segala apa
yang dirasa di dalam hati pujaan hati, begitu pulalah yang tergambar diwajahnya.
Ia pun rindu, ketika
gadis kecilnya pulang membawa berbagai macam bentuk nggak jelas, atau membawa berplastik-plastik
karet gelang. Ia tahu, putri kesayangannya main apa saja, dengan siapa saja. Dia
tetap menyimpan rindu, ketika memarahi gadis kecilnya yang setiap hari main apa
saja. Anak perempuannya telah menemukan dunianya. Alam yang diinginkannya telah
beralih keluar. Masih ditungguinya seberkas kasih yang dimilikinya untuk
anaknya.
Anakku tidak seperti anak lainnya, mereka beda. Ah? Itu yang akan terucap dari mulut seorang ibu. bidadari
kecilnya itu tak seperti anak kebanyakan. Ia selalu ingin tahu, ia selalu ingin
mencoba, ia selalu menjadi cerdas dimata ibunya, dan tentu saja ia yang tercantik
seperti bidadari yang terbang. Anak tercantiknya ini belum tentu mengingat
seindah ibunya mengingat anaknya.
Si manis mulai dewasa dan mulai mengerti memahami likaliku
kehidupan. Ibu sudah menjadi bagian yang beda bagi anaknya. Anaknya tetap saja
bermain-main dengan dunianya. Sang ibu tetap menunggu dan menemani disamping
anaknya, tawa candanya tetap menyenangkan baginya. Ibu masih duduk
dimeja,terperangkap dalam masa kecil anaknya yang terus terbayang. Kasihan
ibu….kasihmu ibu membuat siapa saja akan melelehkan air mata. Apakah putrimu
sudah tahu itu ibu?
Ibu itu rindu semuanya. Bahkan jika si putri manja itu
datang sambil cemberut atau menangis pun, ia tetap merindukannya. Ibu akan
terkenang ketika ibu sudah sampai kepada Sang Pemilik sejati, bulir penyesalan
saja yang tergambar…apakah itu yang akan diinginkan? Waktu pun akan
menghilankan penyesalan dibenak putrinya tersebut, begitu sedihnya.
Ibu hanya butuh kata cinta dari anaknya, hilanglah capeknya
selama berpuluh-puluh tahun mengurusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar