Pola Anggaran Rumah Tangga
Beberapa contoh anggarann
rumah tangga dapat kita temui di internet, salah satunya adalah Anggaran
Rumah Tangga milik Asosiasi Aspal Beton Indonesia. Bentuk standar dalam kita
membuat ART dapat berdasarkan contoh ART dibawah ini
ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI ASPAL BETON INDONESIA
( AABI )
BAB I
U M U M
Pasal 1
LANDASAN PENYUSUNAN
Anggaran
Rumah Tangga ini, disusun berlandaskan Pasal 31 Anggaran Dasar AABI.
Pasal 2
KODE ETIK
Guna
mewujudkan peran serta para pelaksana konstruksi yang tergabung dalam AABI di
dalam Pembangunan Nasional, dengan ini AABI menetapkan Kode Etik yang
merupakan pedoman perilaku bagi para anggota dalam menghayati tugas dan
kewajiban masing-masing sebagai berikut :
1.
Bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta taat kepada UUD 1945.
2.
Memegang teguh
disiplin dan solidaritas organisasi.
3.
Bekerja secara
profesional, dan mandiri atas dasar kejujuran, dan kesetiakawanan.
4.
Menghindari
segala perbuatan yang mengarah kepada terjadinya persaingan yang tidak sehat.
5.
Selalu berupaya
untuk meningkatkan mutu, kemampuan, dan pengabdian usahanya.
6.
Bertanggung
jawab dan selalu menepati janji.
7.
Menghormati
masyarakat pengguna jasa, dengan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
8.
Tidak
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
9.
Melaksanakan
tugas secara tertib dan konsekuen dalam mencapai sasaran dan ketepatan tujuan
pembangunan.
10.
Menjunjung
tinggi norma-norma dalam masyarakat.
BAB II
KEANGGOTAAN DAN SERTIFIKASI
Pasal 3
PERSYARATAN MENJADI ANGGOTA
Persyaratan
untuk diterima menjadi anggota AABI adalah sebagai berikut :
1.
Anggota Biasa.
a.
Badan Usaha
Nasional milik Negara, milik Koperasi, dan milik Swasta yang memiliki akte
pendirian dan perubahannya yang sah menurut hukum di Negara Indonesia.
b.
Badan Usaha
Nasional tersebut (Pasal 3 Ayat 1a) selaku pelaksana konstruksi yang bergerak
dalam pelaksanaan pekerjaan jalan, jembatan, dan landasan, memiliki
peralatan AMP serta peralatan utama lainnya yang terkait dan
mengoperasikannya di propinsi tertentu dengan ketentuan memiliki Surat
Ijin dari yang berwenang.
c.
Pengertian
pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa badan usaha yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.
d.
Persyaratan
lainnya yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Daerah
dengan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat dengan mengingat keadaan daerah yang
bersangkutan.
2. Anggota Luar Biasa.
a.
Badan Usaha yang
berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.
Badan Usaha
tersebut bergerak dalam pelaksanaan pekerjaan jalan, jembatan, dan
landasan yang memiliki peralatan AMP serta peralatan utama lainnya yang
terkait, dengan ketentuan memiliki Surat Ijin dari yang berwenang.
c.
Persyaratan
lainnya yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Daerah
dengan persetujuan Dewan Pimpinan Pusat dengan mengingat keadaan daerah yang
bersangkutan.
Pasal
4
TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA
1.
Pendaftaran
permintaan menjadi anggota dilakukan di tingkat Daerah untuk kemudian
diteruskan ke tingkat Pusat.
2.
Permintaan untuk
menjadi anggota, oleh yang bersangkutan, diajukan secara tertulis dengan
mengisi formulir pendaftaran anggota disertai salinan Akte Pendirian, Surat
Ijin dari yang berwenang, dan lain-lain keterangan yang ditentukan.
3.
Dewan Pimpinan
Daerah memberikan keputusan diterima atau tidaknya perusahaan menjadi
anggota.
4.
Mereka yang
diterima menjadi anggota diberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) oleh Dewan
Pimpinan Pusat, dalam bentuk kartu keanggotaan yang dikeluarkan oleh Dewan
Pimpinan Pusat AABI yang seragam di seluruh Indonesia.
Pasal
5
HAK ANGGOTA
1.
Setiap Anggota
Biasa AABI berhak untuk :
a.
Memilih
Pimpinan.
b.
Dipilih menjadi
Pimpinan.
c.
Mengajukan usul,
saran, dan pendapat bagi kebaikan organisasi.
d.
Mengikuti
kegiatan dan menikmati fasilitas organisasi.
e.
Mendapatkan
informasi, bimbingan, bantuan, pelayanan, dan perlindungan organisasi dalam
menjalankan profesinya.
f.
Mengajukan
permohonan untuk sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi.
2.
Setiap Anggota
Luar Biasa AABI mempunyai hak yang sama dengan Anggota Biasa AABI, kecuali
hak dipilih menjadi Pimpinan.
Pasal
6
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap
Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa AABI berkewajiban untuk
1.
Mematuhi semua ketentuan
yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
mentaati Kode Etik Organisasi.
2.
Tunduk pada
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh organisasi.
3.
Menjunjung
tinggi nama organisasi dan profesionalitas.
4.
Membayar uang
iuran dan biaya lainnya yang ditetapkan organisasi dengan persetujuan Dewan
Pimpinan Pusat.
Pasal
7
PEMBERHENTIAN ANGGOTA
1.
Setiap Anggota
Biasa dan Anggota Luar Biasa dapat diberhentikan atau diberhentikan
sementara, karena :
a.
Tidak memenuhi
kewajiban keuangan sebagaimana ditetapkan.
b.
Bertindak
bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik
Organisasi.
c.
Tidak mematuhi
keputusan Organisasi.
d.
Menyalahgunakan
kedudukan, wewenang, dan kepercayaan yang diberikan oleh Organisasi.
e.
Tidak
menjalankan profesi sebagaimana mestinya sehingga merugikan nama baik
Organisasi.
2.
Dalam masa
pemberhentian atau pemberhentian sementara, anggota yang bersangkutan
kehilangan hak-haknya.
3.
Anggota yang
kehilangan hak-haknya karena terkena sanksi, akan memperoleh pemulihan
hak-haknya, setelah sanksi yang dikenakan kepadanya dicabut kembali.
4.
Jika memindahkan
peralatan AMP keluar dari daerah propinsi keanggotaannya dan bila AMP
dipindahkan ke daerah propinsi yang telah memiliki DPD AABI, maka anggota
yang bersangkutan wajib mendaftar kembali (her-registrasi) untuk menjadi
anggota di daerah propinsi tersebut.
Pasal 8
SERTIFIKASI
1.
Anggota AABI dapat mengajukan sertifikasi klasifikasi
dan kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.
2.
Sistem dan biaya
sertifikasi ditetapkan melalui ketetapan organisasi.
BAB III
SUSUNAN DEWAN PIMPINAN
Pasal 9
DEWAN PIMPINAN PUSAT
1.
Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) terdiri dari :
a.
Seorang Ketua
Umum.
b.
4 (Empat) orang
Wakil Ketua Umum yang masing-masing mengkoordinasikan beberapa Kompartemen
tertentu.
c.
Seorang
Sekretaris Jenderal beserta Wakilnya.
d.
Seorang
Bendahara Umum beserta seorang Wakilnya.
e.
Beberapa orang
Ketua Kompartemen sesuai perkembangan dan kebutuhan.
2.
Jumlah
personalia Dewan Pimpinan Pusat sebanyak-banyaknya 17 (tujuh belas) orang.
3.
Guna pelaksanaan
kegiatan harian organisasi, Sekretaris Jenderal dibantu oleh Sekretaris yang
dipimpin oleh Sekretaris Eksekutif, yang merupakan tenaga penuh yang
profesional yang dipekerjakan oleh organisasi.
4.
Dewan Pimpinan
Pusat berwenang untuk membentuk Dewan-dewan Kerja, Panitia-panitia Khusus,
atau mengangkat Penasehat-penasehat ahli yang diperlukan demi tercapainya
tujuan organisasi.
5.
Dewan Pimpinan
Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 10
DEWAN PIMPINAN DAERAH
1.
Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) terdiri dari :
a.
Seorang Ketua.
b.
Wakil Ketua yang
mengkoordinasikan beberapa Departemen tertentu sebanyak-banyaknya 3
(tiga) orang.
c.
Seorang
Sekretaris berserta Wakilnya.
d.
Seorang
Bendahara beserta Wakilnya.
e.
Beberapa orang
Ketua Departemen sesuai perkembangan dan kebutuhan.
2. Jumlah personalia
Dewan Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya 14 (empat belas) orang.
3.
Hal-hal
selebihnya berlaku sama dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 9 ayat 3 dan
Pasal 9 ayat 4 tersebut di atas.
4.
Dewan Pimpinan
Daerah berkedudukan di Ibukota Propinsi yang bersangkutan.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PIMPINAN
Pasal 11
DEWAN PIMPINAN PUSAT
Tugas
dan wewenang Dewan Pimpinan Pusat antara lain sebagai berikut :
1.
Menyelenggarakan
Munas dan rapat-rapat, dan/atau setingkat dengan itu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, 19 dan Pasal 20 Anggaran Dasar. Munas harus diselenggarakan
selambat-lambatnya sebelum berakhirnya masa bakti Dewan Pimpinan Pusat.
2.
Menjabarkan dan
melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, dan/atau yang setingkat
sebagaimana tersebut pada Pasal 11 Ayat 1 tersebut di atas.
3.
Mengukuhkan dan
melantik Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah.
4.
Menetapkan
kebijaksanaan dan memberi petunjuk-petunjuk kepada Dewan Pimpinan
Daerah-Dewan Pimpinan Daerah dalam menjalankan tugasnya.
5.
Mengadakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Dewan Pimpinan Daerah-Dewan
Pimpinan Daerah.
6.
Mengadakan
hubungan dan bekerjasama dengan Pemerintah Pusat, Instansi-instansi, dan
Badan-badan lain yang terkait dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
7.
Mengatur dan
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan Anggaran organisasi di tingkat Pusat.
8.
Melaksanakan
pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan tujuan organisasi.
Pasal
12
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Tugas
dan wewenang Dewan Pimpinan Daerah antara lain sebagai berikut :
1.
Menyelenggarakan
Musda dan Rapat-rapat, dan/atau yang setingkat dengan itu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 dan 19 Anggaran Dasar. Musda harus diselenggarakan
selambat-lambatnya sebelum berakhirnya masa bakti Dewan Pimpinan Daerah.
2.
Menjabarkan dan
melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah, dan/atau yang setingkat
dengan sebagaimana tersebut pada Pasal 12 Ayat 1 tersebut di atas.
3.
Mengadakan
hubungan dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Propinsi setempat,
Instansi-instansi, dan Badan-badan lain yang terkait dalam rangka tercapainya
tujuan organisasi.
4.
Mengatur dan
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan Anggaran Organisasi di tingkat daerah.
5.
Melakukan
pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan tujuan organisasi.
Pasal 13
PEMBAGIAN TUGAS PIMPINAN
1.
Pembagian tugas
di antara Dewan Pimpinan dilakukan oleh Ketua Umum/Ketua, berdasarkan Program
Kerja dan Pedoman yang ditetapkan oleh Musyawarah yang bersangkutan.
2.
Apabila Ketua
Umum/Ketua berhalangan sementara, dan/atau karena sesuatu sebab tidak dapat
menjalankan kewajibannya untuk waktu tertentu, maka Wakil Ketua Umum/Wakil
Ketua bertindak untuk dan atas nama Ketua Umum/Ketua.
Pasal 14
SANKSI JABATAN
1.
Anggota Dewan
Pimpinan yang tidak memenuhi dan/atau melalaikan kewajibannya dapat dikenakan
sanksi organisasi dalam bentuk pemberhentian atau pemberhentian sementara,
setelah kepada yang bersangkutan diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut terlebih dahulu, terkecuali untuk hal-hal yang luar biasa
yang merugikan organisasi berdasarkan keputusan rapat Dewan Pimpinan Lengkap
yang bersangkutan.
2.
Dewan Pimpinan
Daerah yang tidak memenuhi dan atau melalaikan kewajibannya dapat dikenakan
sanksi organisasi oleh Dewan Pimpinan Pusat dalam bentuk pembekuan atau
pembekuan sementara, setelah kepada yang bersangkutan diberi peringatan
tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut terlebih dahulu, terkecuali
untuk hal-hal yang luar biasa yang merugikan organisasi, berdasarkan
keputusan rapat Dewan Pimpinan Pusat.
BAB V
TUGAS DAN WEWENANG MUSYAWARAH DAN RAPAT
Pasal 15
MUSYAWARAH NASIONAL
1.
Musyawarah
Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Nasional.
2. Tugas dan wewenang Musyawarah Nasional adalah :
a. Menetapkan penyempurnaan/perubahan AD/ART.
b. Menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan organisasi.
c.
Menyusun dan
menetapkan Program Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Organisasi.
d.
Memberikan
keputusan terhadap permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting
lainnya.
e.
Memberikan
penilaian dan keputusan terhadap pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat
AABI.
f.
Memilih Dewan
Pimpinan Pusat AABI.
3.
Peserta
Musyawarah Nasional terdiri dari :
a.
Peserta Penuh,
yaitu utusan Dewan Pimpinan Daerah dengan membawa mandat dari Dewan Pimpinan
daerah masing-masing, dan memiliki hak suara yaitu hak memilih dan hak
dipilih serta hak dalam pemungutan suara untuk pengambilan keputusan, dan hak
bicara, yaitu hak mengeluarkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
b.
Peserta Biasa,
yaitu Dewan Pimpinan Pusat yang masing-masing memiliki hak bicara dan hak
dipilih.
c.
Peserta
Peninjau, yaitu utusan Dewan Pimpinan Daerah di luar Peserta Penuh yang
membawa mandat dari Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan, yang
masing-masing memiliki hak bicara.
d.
Undangan, yaitu
Pejabat Pemerintah, LPJK Pusat, utusan Kamar Dagang dan Industri, dan
organisasi-organisasi lainnya di tingkat Pusat dan Daerah Tingkat I,
Tokoh-tokoh Pengusaha, dan masyarakat, serta undangan lain yang dianggap
perlu.
4.
Musyawarah
Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah
Nasional itu menjadi tanggungjawabnya.
5.
Untuk
melaksanakan Musyawarah Nasional, Dewan Pimpinan Pusat membentuk Panitia
Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggungjawab kepadanya.
6.
Rancangan Tata
Tertib Musyawarah Nasional disiapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan disahkan
terlebih dahulu oleh Musyawarah Nasional.
Pasal 16
MUSYAWARAH KERJA NASIONAL
1.
Tugas dan
wewenang Musyawarah Kerja Nasional adalah :
a.
Mengadakan
evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.
b.
Mengadakan
penyempurnaan atas penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c.
Menetapkan
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Pimpinan Pusat.
d.
Mengadakan
inventarisasi permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya
serta menetapkan kebijaksanaan dan keputusan pemecahan/penyelesaian
masalahnya.
e.
Membantu Dewan
Pimpinan Pusat untuk memutuskan hal-hal yang tidak dapat diputuskan sendiri.
2.
Peserta Musyawarah
Kerja Nasional sama dengan Peserta Musyawarah Nasional.
3.
Musyawarah Kerja Nasional dilaksanakan
oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah Kerja Nasional itu
menjadi tanggung jawabnya.
4.
Untuk
melaksanakan Musyawarah Kerja Nasional, Dewan Pimpinan Pusat membentuk
Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.
5.
Rancangan Tata
Tertib Musyawarah Kerja Nasional disiapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat
dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Kerja Nasional sebelum
ditetapkan.
Pasal 17
MUSYAWARAH DAERAH
1.
Musyawarah
Daerah adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Daerah.
2. Tugas dan wewenang Musyawarah Daerah adalah :
a.
Menyusun dan
menetapkan Program Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Organisasi.
b.
Memberikan
keputusan terhadap permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting
lainnya.
c.
Memberikan
penilaian dan keputusan terhadap pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah
AABI.
d.
Memilih Dewan
Pimpinan Daerah AABI.
3.
Peserta
Musyawarah Daerah terdiri dari :
a.
Peserta Penuh,
yaitu segenap anggota yang ada di Daerah yang
bersangkutan. Peserta ini memiliki hak suara yaitu hak memilih dan hak
dipilih serta hak dalam pemungutan suara untuk pengambilan keputusan dan hak
bicara, yaitu hak mengeluarkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
b. Peserta Biasa,
yaitu Dewan Pimpinan Daerah, yang masing-masing
memiliki hak bicara, dan hak dipilih. Peserta Biasa ini berubah status
kepesertaannya menjadi Peserta Penuh setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan
Pimpinan Daerah dinyatakan diterima oleh Musyawarah Daerah.
c. Undangan,
yaitu Pejabat Pemerintah, LPJK Daerah, utusan Kamar
Dagang dan Industri, dan organisasi-organisasi lainnya di Daerah Tingkat I,
Tokoh-tokoh Pengusaha, dan Masyarakat, serta undangan lain, yang dianggap perlu.
4.
Musyawarah
Daerah dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan pelaksanaan Musyawarah
Daerah itu menjadi tanggung jawabnya.
5.
Untuk
melaksanakaan Musyawarah Daerah, Dewan Pimpinan Daerah membentuk Panitia
Pelaksana dan Panitia Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.
6.
Rancangan
Tata-Tertib Musyawarah daerah disiapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan
disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Daerah sebelum ditetapkan.
Pasal 18
MUSYAWARAH KERJA DAERAH
1.
Tugas dan
wewenang Musyawarah Kerja Daerah adalah :
a.
Mengadakan
evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Daerah.
b.
Mengadakan
penyempurnaan atas penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Daerah.
c.
Menetapkan
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Pimpinan Daerah.
d.
Mengadakan
inventarisasi permasalahan organisasi dan masalah-masalah penting lainnya
serta menetapkan kebijaksanaan dan keputusan pemecahan/penyelesaian
masalahnya.
e.
Membantu Dewan
Pimpinan Daerah untuk memutuskan hal-hal yang tidak dapat diputuskan sendiri.
2. Peserta Musyawarah
Kerja Daerah sama dengan Peserta Musyawarah Daerah.
3. Musyawarah
Kerja Daerah dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan pelaksanaan Musyawarah
Kerja Daerah itu menjadi tanggung jawabnya.
4. Untuk melaksanakan Musyawarah
Kerja Daerah, Dewan Pimpinan Daerah membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia
Pengarah yang bertanggung jawab kepadanya.
5. Rancangan Tata Tertib Musyawarah
Kerja Daerah disiapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan disahkan terlebih
dahulu oleh Musyawarah Kerja Daerah sebelum ditetapkan.
Pasal 19
RAPAT PIMPINAN ORGANISASI DAN RAPAT ANGGOTA
1. Rapat Pimpinan
organisasi di tingkat Pusat atau Rapimnas, dan Rapat Anggota di tingkat
Daerah dapat diadakan untuk :
a. Menetapkan arah kebijaksanaan dalam menyelaraskan gerak dan
langkah organisasi pada tingkatan masing-masing menghadapi perkembangan/situasi
yang timbul.
b. Menampung dan menyelesaikan secara tuntas masalah-masalah yang
dihadapi organisasi dan anggota pada tingkatan masing-masing dalam waktu
tertentu.
2. Rapat Pimpinan
organisasi tersebut (Pasal 19 Ayat 1) dapat diadakan setiap waktu sesuai
kebutuhan untuk :
a. Rapimnas, berdasarkan inisiatif dari Dewan Pimpinan Pusat
dan/atau adanya usulan dari Dewan Pimpinan Daerah.
b. Rapat Anggota, berdasarkan inisiatif dari Dewan Pimpinan
Daerah dan/atau adanya usulan dari anggota di Daerah yang bersangkutan.
3. Semua keputusan Rapat
Pimpinan organisasi dan Rapat Anggota tersebut (Pasal 19 Ayat 1 dan Pasal 19
Ayat 2) merupakan Keputusan Organisasi yang mengikat yang
dipertanggungjawabkan kepada Musyawarah pada tingkatan masing-masing.
4. Peserta Rapat Pimpinan
organisasi dan Rapat Anggota terdiri dari:
a. Untuk Rapimnas terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat, serta utusan
Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah.
b.
Untuk Rapat
Anggota terdiri dari Dewan Pimpinan Daerah dan anggota yang bersangkutan.
5. Rapat Pimpinan
Organisasi dan Rapat Anggota tersebut (Pasal 19 Ayat 1 dan Pasal 19 Ayat 2)
dilaksanakan oleh, dan menjadi tanggung jawab Dewan Pimpinan yang
bersangkutan.
Pasal 20
RAPAT DEWAN PIMPINAN
Tugas
dan wewenang Rapat Dewan Pimpinan pada setiap tingkatan organisasi adalah
sebagai berikut :
1.
Menetapkan
kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan-keputusan Musyawarah.
2.
Mengadakan
penilaian secara berkala terhadap kebijaksanaan operasional dari keputusan
organisasi.
3.
Membahas dan
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan serta pelaksanaan teknis dan
Program Kerja hasil keputusan Musyawarah.
4.
Menetapkan
kebijaksanaan koordinasi atas kegiatan dan tugas-tugas Kompartemen/Departemen
agar serasi dan berhasil guna.
5.
Mengadakan
penilaian secara berkala terhadap pelaksanaan sehari-hari dari Rencana Kerja
setiap Kompartemen/ Departemen.
Pasal 21
MUSYAWARAH LUAR BIASA
1.
Musyawarah Luar
Biasa, baik pada tingkat Nasional ataupun Daerah dapat diadakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a.
Tingkat
Nasional, atas permintaan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah DPD AABI,
berdasarkan hasil keputusan rapat Dewan Pimpinan Daerah masing-masing.
b.
Tingkat Daerah,
atas permintaan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota AABI di daerah yang
bersangkutan dan mendapat persetujuan dari DPP.
c.
Musyawarah Luar
Biasa diadakan untuk menampung dan menyelesaikan hal-hal yang mendesak, yang
menyangkut penilaian mengenai Dewan Pimpinan dan Keuangan.
d.
Kedudukan dan
Keputusan-keputusan Musyawarah Luar Biasa adalah sama dengan Musyawarah
Nasional, Musyawarah Nasional khusus dan Musyawarah Daerah sesuai tingkatan
masing-masing.
2.
Tugas dan
wewenang Musyawarah Luar Biasa pada setiap tingkatan organisasi adalah :
a.
Menilai,
mensahkan atau menolak laporan kerja beserta pertanggungjawaban keuangan dari
Dewan Pimpinan.
b.
Memberhentikan
Dewan Pimpinan, walaupun masa tugasnya belum berakhir.
c.
Memilih dan
mengangkat Dewan Pimpinan Baru.
3.
Tata cara
penyelenggaraan Musyawarah Luar Biasa sama dengan tata cara penyelenggaraan
Musyawarah Nasional/Musyawarah Daerah sesuai tingkatan masing-masing,
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggungjawab Dewan Pimpinan yang bersangkutan
dengan pengawasan Dewan Pimpinan Pusat.
4.
Peserta
Musyawarah Luar Biasa sama dengan peserta Musyawarah Nasional / Musyawarah
Daerah sesuai tingkatan masing-masing.
5.
Pada Musyawarah
Luar Biasa tidak ada Peserta Peninjau dan Undangan, terkecuali utusan Dewan
Pimpinan Pusat untuk Musyawarah Luar Biasa di daerah.
6.
Musyawarah Luar
Biasa dilaksanakan :
a.
Untuk Tingkat
Pusat, oleh Dewan Pimpinan Pusat dan pelaksanaan Musyawarah Luar Biasa
tersebut menjadi tanggung jawabnya.
b.
Untuk Tingkat
Daerah, oleh Dewan Pimpinan yang bersangkutan dan pelaksanaan Musyawarah Luar
Biasa tersebut menjadi tanggung jawabnya.
7.
Untuk
melaksanakan Musyawarah Luar Biasa :
a.
Pada Tingkat
Pusat.
Dewan Pimpinan Pusat membentuk Panitia
Pelaksana dan Panitia Pengarah dengan mengikutsertakan Dewan Pimpinan Daerah
yang ditunjuk mewakili Dewan Pimpinan Daerah-Dewan Pimpinan Daerah yang
meminta Musyawarah Luar Biasa; dan Panitia Pelaksana serta Panitia Pengarah
tersebut bertanggung jawab kepadanya.
b.
Pada Tingkat
Daerah.
Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan
membentuk Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah dengan mengikutsertakan
Wakil-wakil anggota yang meminta Musyawarah Luar Biasa, dan Panitia Pelaksana
serta Panitia Pengarah tersebut bertanggungjawab kepadanya.
8.
Rancangan
Tata-Tertib Musyawarah Luar Biasa disiapkan oleh Dewan Pimpinan yang
bersangkutan dan disahkan terlebih dahulu oleh Musyawarah Luar Biasa sebelum
ditetapkan.
Pasal 22
MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS
1.
Musyawarah
Nasional Khusus, hanya diselenggarakan pada tingkat Nasional dengan ketentuan
atas permintaan lebih dari 2/3 (dua pertiga) jumlah DPD AABI, berdasarkan
hasil keputusan rapat Dewan Pimpinan Lengkap dari DPD masing-masing.
2.
Musyawarah
Nasional Khusus, diselenggarakan khusus untuk mengadakan perubahan terhadap
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi yang sifatnya mendesak
berkaitan dengan perkembangan situasi yang timbul..
3.
Kedudukan dan
Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional Khusus adalah sama dengan Musyawarah
Nasional.
BAB VI
TATA CARA PEMILIHAN, PERSYARATAN DAN MASA JABATAN DEWAN PIMPINAN
Pasal 23
PEMILIHAN DEWAN PIMPINAN
1. Tata cara pemilihan
Dewan Pimpinan dilakukan dalam Musyawarah yang bersangkutan dengan cara
menetapkan 3 (tiga) formatur guna membentuk Dewan Pimpinan.
2. Pemilihan formatur
diupayakan dilaksanakan atas dasar musyawarah untuk mufakat dan apabila usaha
musyawarah untuk mufakat tidak tercapai persesuaian maka pemilihan formatur
dilakukan dengan cara tertulis melalui asas langsung, bebas, dan rahasia dari
para Peserta Penuh yang memiliki hak suara.
3. Apabila pemilihan
formatur dilakukan dengan cara pemilihan tertulis, maka yang dinyatakan
sebagai formatur adalah 3 (tiga) orang calon yang mendapatkan suara terbanyak
kesatu, kedua, dan ketiga.
4. Apabila pemilihan
formatur dilakukan sesuai Pasal 23 Ayat 3, maka formatur yang terpilih dengan
suara terbanyak ditetapkan menjadi Ketua Umum.
5.
Formatur kemudian membentuk Dewan Pimpinan.
Pasal 24
MASA JABATAN DEWAN PIMPINAN
1. Masa jabatan Dewan
Pimpinan di semua tingkatan organisasi adalah 4 (empat) tahun dan setelah
masa jabatan tersebut mantan anggota Dewan Pimpinan yang bersangkutan dapat
dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.
2.
Khusus untuk
jabatan Ketua Umum/Ketua, hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan
berturut-turut.
3.
Khusus untuk
jabatan Ketua Umum/Ketua tidak dapat merangkap dengan jabatan yang sama pada
organisasi lain yang sejenis.
4.
Anggota Dewan
Pimpinan tidak dapat merangkap jabatan pada Dewan Pimpinan AABI di tingkat
yang lebih rendah.
5.
Anggota Dewan
Pimpinan tidak diperbolehkan duduk dalam Dewan Kehormatan pada tingkatan yang
bersangkutan maupun pada tingkatan organisasi yang lebih tinggi atau yang
lebih rendah.
BAB VII
KEUANGAN
Pasal 25
UANG PANGKAL DAN IURAN ANGGOTA
1. Besar uang pangkal dan
iuran anggota, dan tata cara penarikannya ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Daerah sesuai pedoman yang ditetapkan Dewan Pimpinan Pusat.
2. Besarnya uang pangkal
dan iuran anggota dibedakan antara Anggota Biasa daan Anggota Luar Biasa.
Pasal 26
PERIMBANGAN PEMBAGIAN KEUANGAN
1. Pemasukan uang pangkal dan iuran anggota sebagaimana
tersebut dalam Pasal 25 di atas pembagiannya ditetapkan sebagai berikut;
a.
Sebesar 75%
untuk DPD.
b.
Sebesar 25%
untuk DPP.
2. Dewan Pimpinan Daerah
bertanggung jawab atas penyampaian bagian pemasukan untuk Dewan Pimpinan
Pusat.
Pasal 27
LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN
Setiap
Dewan Pimpinan pada semua tingkatan organisasi diwajibkan membuat Laporan
Keuangan dan Perbendaharaan masing-masing untuk kemudian diteruskan sebagai
berikut;
1. Laporan Keuangan dan
Perbendaharaan Dewan Pimpinan Daerah disampaikan kepada segenap anggota
masing-masing dan Dewan Pimpinan Pusat.
2. Laporan Keuangan dan
Perbendaharaan Dewan Pimpinan Pusat disampaikan kepada semua Dewan Pimpinan
Daerah.
3. Pembukuan organisasi
di setiap tingkatan dimulai setiap tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember tahun berjalan.
4. Laporan Keuangan
tahunan dan Perbendaharaan harus sudah disampaikan kepada yang bersangkutan
sesuai Pasal 27 Ayat 1, Pasal 27 Ayat 2, selambat-lambatnya dalam waktu 3
(tiga) bulan setelah batas waktu
penutupan buku.
BAB VIII
LAMBANG DAN BENDERA AABI
Pasal 28
LAMBANG AABI
Lambang
AABI bentuk, arti dan maknanya tertera pada Lampiran 1 Anggaran Rumah Tangga
ini.
Pasal 29
BENDERA AABI
Dewan
Pimpinan Daerah dapat memiliki bendera AABI yang seragam bentuknya. Ketentuan
bendera AABI tersebut seperti tertera pada Lampiran 2 Anggaran Rumah Tangga
ini.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 30
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Perubahan
Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan Musyawarah
Nasional dan atau Musyawarah Nasional Khusus.
Pasal 31
LAIN-LAIN
1.
Hal-hal yang
belum atau tidak cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan
ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Dewan Pimpinan Pusat dalam suatu
keputusan atau peraturan tersendiri yang tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan dipertanggungjawabkan pada Musyawarah
Nasional, dan atau Musyawarah Nasional Khusus.
2.
Dalam hal
terjadi pengaturan yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, maka
menurut urutannya berturut-turut yang berlaku untuk menjadi pegangan adalah,
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Munas dan atau Munassus
dan atau Keputusan Munaslub, Keputusan Mukernas, Keputusan Rapimnas dan
Peraturan-peraturan/Keputusan Dewan Pimpinan.
Pasal 32
BERLAKUNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA
Anggaran
Rumah Tangga ini disahkan untuk pertama kali dalam Musyawarah Nasional AABI
yang diselenggarakan di Denpasar, pada tanggal 4 Desember 1999 dan
diadakan perubahan pertama kali pada Musyawarah Nasional Khusus di
Jakarta pada tanggal 26 September 2000 yang kemudian dikukuhkan serta
mengalami penyempurnaan pada Musyawarah Nasional II AABI yang diselenggarakan
di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2003 dan berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan
di : Jakarta
Pada
tanggal : 25 Januari 2003
Musyawarah Nasional II
ASOSIASI ASPAL BETON INDONESIA
(AABI)
Pimpinan Sidang,
Drs. H.Y. KARTOYO, MM
Ir. BENNY DJUTRISNO
K e t u a
Sekretaris
|
||
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar