Perihal Makanan Untuk Perut
"Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika
benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembahnya-Nya."(Q.S. Al Baqarah[2]:
172)
Kegiatan makan ternyata bisa menjadi jalan bagi seseorang
untuk mengenal dan lebih dekat dengan Allah SWT, namun bisa juga menjadi jalan
dekat pada hawa nafsu. Bagi hamba Allah yang telah memahami mengenai konsepsi
makan, apabila makanan masuk ke dalam perutnya, ia akan mendapatkan
terpenuhinya hak tubuhnya sekaligus melunakkan hawa nafsunya. Dengan demikian,
makan baginya telah menjadi ladang amal saleh. Bagi siapa saja yang tidak
mengerti arti hidup ini, maka baginya makan tak lebih dari sekedar memuaskan
hawa nafsu. Dengan demikian, makan telah menjadi penyakit yang akan
menggerogoti hatinya. Bagi orang semacam ini aktivitas makan hanya akan semakin
menjauhkan dirinya dari karunia Allah. Bagi yang ingin memiliki hati yang sehat
dan memelihara kesuciannya, senantiasa menjaga kehati-hatian terhadap hidangan.
"Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika
benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah-Nya."(Q.S. Al Baqarah[2]:
172).
Makan bukan sekedar mengecap kenikmatan karena nikmatnya
makan itu hanya "sepanjang telunjuk" jaraknya dari bibir. Begitu
makanan lewat dari tenggorokan, maka tidak akan terasa lagi nikmatnya. Jadi
kalau demikian, apalah artinya makan kalau hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan
lahir belaka? Orang yang paling bodoh di dunia ini adalah orang yang telah
tertipu oleh aktivitas makan. Padahal makan bagi seorang mukmin adalah amal
ibadah.
Bagi yang ingin memiliki hati yang bersih, ia baru mau
menyantap suatu hidangan bila jelas-jelas meyakini kehalalannya. Sebab, satu
kali makanan haram masuk ke dalam perut, empat puluh hari amal ibadahnya tidak
diterima.
Oleh sebab itu waspadalah dengan makanan karena biasanya
timbulnya hal-hal yang dapat menurunkan kualitas keimanan, seperti tidak
sanggup bertahajud, tidak khusyuk dalam beribadah, tumpulnya otak, tidak
terkabulkan doa, dan lain-lain, ternyata itu semua diakibatkan oleh masalah
perut. Setelah terbebas dari makanan haram, berhati-hatilah dengan kemungkinan
memakan makanan secara berlebihan. Makanan yang berlebihan akan mengundang
aneka macam akibat buruk. Ia akan menjadi jalan bagi tergelincirnya
anggota-anggota tubuh ke jurang kemaksiatan.
Tidak usah heran kalau mata akan sulit dipakai untuk membaca
firman-firman Allah. Tangan akan teramat berat dipergunakan untuk menolong
sesama yang membutuhkan bantuan, menyantuni yang lemah, dan memberi sedekah di
jalan Allah. Tangan akan teramat berat dipergunakan untuk menolong sesama yang
membutuhkan bantuan. Menyantuni yang lemah, dan memberi sedekah di jalan Allah.
Mulut akan teramat sungkan berbicara tentang kebaikan dan mengajak orang ke
jalan kebenaran. Telinga menjadi malas sekali untuk mendengarkan ajakan menuju
ampunan dari Dzat yang Maharahman. Kaki pun akan sangat enggan dilangkahkan
menuju majelis-majelis keilmuan yang membicarakan indahnya hidup dalam pelukan
iman dan Islam. Ditambah lagi, na'udzibillaah, hati dan pikiran pun akan
terlalaikan dari dzikir, mengingat Allah Azza wa Jalla!
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seseorang mengisi
wadah yang lebih daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan saja
untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak mungkin demikian, maka
hendaklah sepertiga dari perutnya diisi makanan, sepertiga dengan minuman, dan
sepertiga lagi untuk pernafasan." (H.R. Ahmad dan Trimidzi) Rasulullah
sendiri beserta para sahabatnya, tulis DR. Ahmad
Faridh dalam kitabnya, Tazkiyat An-Nufus, sering menanggung
lapar. Walaupun itu disebabkan tidak adanya makanan yang dapat dimakan, tetapi
Allah SWT tidak akan memilih dan menjadikan suatu keadaan untuk Rasul-Nya,
kecuali yang paling sempurna dan paling baik. "Keluarga Muhammad tidak
pernah kenyang makan roti tarr tiga malam berturut-turut dalam hidupnya sampai
beliau wafat," kata Aisyah r.a. (H.R. Bukhari-Muslim)
Barangsiapa ingin senantiasa terpelihara kebeningan hatinya,
hendaklah ia makan dengan tidak berlebihan. Makanlah secukupnya, insya Allah
akan melembutkan hati serta membuat terkendalinya hawa nafsu. Sedangkan hawa
nafsu adalah perangkat dari Allah agar seseorang mendapatkan pahala sekiranya
hawa nafsu itu tunduk kepada pemiliknya.
Perut sangat dekat dengan hawa nafsu. Hawa nafsu yang
menjadi penyebab utama sesat dan mengerasnya hati. Hawa nafsu pula yang menjadi
pangkal dari semua maksiat, kelalaian dan tak terpeliharanya syahwat. Hawa
nafsu pun merupakan ladang bagi tersemainya sifat tamak. Dan, tidak bisa tidak,
"Tak akan berkembang biak aneka cabang kehinaan itu, kecuali diatas bibit
tamak." (Kitab Al-Hikam)
Saya jadi teringat perkataan seorang sufi, Ibrahim bin Adham.
"Barangsiapa yang memelihara perutnya dengan sebaik-baiknya,"
tuturnya, "berarti ia telah memelihara agamanya dengan baik. Barangsiapa
yang mampu mengendalikan rasa laparnya, ia akan memiliki akhlak yang mulia dan
tinggi. Karena, maksiat kepada Allah jauh dari orang yang lapar dan dekat
dengan orang yang selalu kenyang." Hanya kepada Allah-lah kita memohon
pertolongan dan berlindung dari jahatnya hawa nafsu karena makanan.
Berbagai sumber di internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar