Senin, 28 Agustus 2017

Sultan Hamid II :Pontianak Memeluknya Dengan Erat



Sultan Hamid II :Pontianak Memeluknya Dengan Erat

”Dalam konsep bernegara, Sultan Hamid II adalah seorang federalis 100 persen dan sikap inilah yang kemudian membuatnya berkonflik dengan kaum unitaris, para penganut paham negara kesatuan yang menginginkan adanya dominasi atau sentralisasi,” tulis Anshari Dimyati di situs Kesultanan Kadriah.
Sultan Hamid II, lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie(lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 – meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun) , putra sulung Sultan Pontianak ke-6 yang bertahta di Kesultanan Pontianak, dengan Syecha Jamilah Syarwani. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie  adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila. Dalam tubuh Sultan hamid II mengalir darah Arab-Indonesia. Sultan hamid II menikah dengan seorang perempuan Belanda kelahiran Surabaya, yang memberikannya dua anak yang sekarang tinggal di Negeri Belanda. Istrinya, Marie van Delden, adalah putri Kapten van Delden, yang biasa dipanggil Dina atau Didie. Sebagai istri Sultan, Marie bergelar Ratu Mas Mahkota Didie Al-Qodrie.  
Ketika di ELS panggilannya Mozes. Hamid berkawan dengan Henkie alias Dorojatun alias Sutan Hamengkubuwono IX. Mereka satu sekolah. Sejak usia sekolah dia dibawa ke Jakarta sebelum akhirnya Sultan Hamid II bersekolah dasar elit di Europe Lager School(ELS) Yogyakarta. Ketika di ELS, Sultan Hamid II bisanya dipanggil Mozes. Hamid satu sekolah dan berkawan dengan Henkie atau Dorojatun, kalau saat in8i kita akan mengenal dengan sebutan  Sultan Hamengkubuwono IX.


Lulus dari ELS Yogyakarta, Hamid II sempat mampir ke Bandung dan lanjut ke Malang untuk bersekolah menengah elit Hogare Burger School (HBS). Lulus dari Malang, Hamid II melanjutkan kuliah di Techniek Hogeschool Bandung. Kuliahnya tidak diselesaikan, Hamid II bergabung masuk Akademi Militer Breda. Hamid II lulus di tahun 1938, Hamid II menjadi letnan di militer kolonial Indonesia yang disebut Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Hamid II di masa mudanya dikenal dengan nama Max. Selama dinas kemiliteran di KNIL, Hamid pernah mengalami luka di Balikpapan (di rawat ke Malang). Hamid II pernah menjadi tawanan perang Jepang. Hamid II dilepaskan setelah Jepang menyerah kalah. Pada
29 Oktober 1945 Hamid II diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
Sebagai pemimpin swapraja Kesultanan Pontianak, Hamid II dianugerahi pangkat tituler Kolonel dari Kerajaan Belanda. Pemberian pangkat ini merupakan hal lazim untuk raja-raja lokal Indonesia di zaman kolonial Hindia Belanda. Hamid II menjadi Ajudan Istimewa Ratu Belanda. Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pangkat Hamid II dinaikkan menjadi Jenderal Mayor pada 1946.
Kesultanan Pontianak (termasuk kerajaan-kerajaan lain) melakukan kegiatannya kembali setelah pembantaian Jepang terhadap Kesultanan-kesultanan yang ada di Kalimantan Barat  pada periode 1941-1944. Sultan Hamid II sebagai kepala Swapraja Pontianak berbagi tugas dengan Pangeran Bendahare (saat ini disebut Perdana Menteri). Sultan Hamid II berupaya membangun infrastruktur Pontianak dan memberikan beasiswa atau menyekolahkan warga Pontianak yang berprestasi. Sebagai Sultan, Sultan Hamid II membangun Pontianak. Sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) Sultan hamid II membangun Kalimantan Barat. Dan sebagai Ketua Bijenkomst voor Federale Overleg (BFO) dan sebagai Menteri Negara RIS Sultan Hamid II membangun dan mempersatukan Indonesia.
Pada saat awal kemerdekaan indonesia merdeka, Indonesia dibagi menjadi delapan provinsi yang kemudian menjadi beberapa negara bagian boneka bentukan belanda, dan Kalimantan Barat sendiri akan dipecah menjadi negara baru yang memiliki otonomi khusus berbentuk serikat. Sultan Hamid II, sangat berperan dan besar pengorbanannya dalam memperjuangkan Kalimantan Barat menjadi daerah istimewa, luasnya wilayah Kalimantan Barat dan keistimewaan daerah Kalbar yang memiliki banyak kesultanan, sebut saja Kerajaan Pontianak, Mempawah, Sambas, Ngabang, Tayan, Sanggau, Semitau, Sintang dan Kerajaan Tanjungpura. Kalimantan Barat disejajarkan dengan Daerah Aceh dan Yogyakarta yang mendapat daerah Istimewa dalam sistem pemerintahannya, perjuangan Sultan Hamid II saat itu. Ketika Sultan Hamid II ditangkap, ide pembentukan Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) sudah tidak terdengar lagi.
Westerling dan Hamid II diduga menyusun rencana untuk menyerang sidang Kabinet RI di Jl Pejambon, Jakarta Pusat, tanggal 24 Januari 1950. Target yang akan dibunuh adalah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang. Rencana pembunuhan ini gagal. Westerling kemudian melarikan diri. Sementara Sultan Hamid II berhasil ditangkap di Hotel Des Indes beberapa waktu kemudian.
Sultan Hamid II. Dia diadili tahun 1953. Pembelaan dirinya ditolak. Pengadilan mengganjarnya dengan hukuman 10 tahun penjara atas kesalahan menggerakkan pemberontakan.
dalam kasus “makar/pemberontakan” yang dituduhkan kepadanya, Sultan Hamid II telah membantah melalui Nota Pembelaan (Pleidooi) yang dibuat dan dibacakannya sendiri di depan sidang pengadilan Mahkamah Agung Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 25 Maret 1953. Pleidoi ini terpisah dengan pleidoi yang juga dibuat oleh Pembela atau Kuasa Hukumnya, yakni Mr. Surjadi. Meskipun dalam putusan MA selanjutnya pada era Presiden Soeharto, tuduhan tersebut tidak terbukti, Sultan Hamid II dinyatakan tidak bersalah.
 
Keluar dari penjara, Sultan Hamid II beraktivitas di dunia bisnis sampai akhir hayatnya. Sejak 1967 hingga 1978, dia menjadi Presiden Komisaris di PT. Indonesia Air Transport (IAT). Pada 30 Maret 1978, pukul 18.15 WIB, Sultan Hamid II wafat di Jakarta. Sultan Pontianak ke-7 itu meninggal dunia ketika sedang melakukan sujud pada shalat maghribnya yang terakhir. Sultan Hamid II dimakamkan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Qadriyah Pontianak, di Batu Layang, dengan Upacara Kebesaran Kesultanan Pontianak. Nama Sultan Hamid II diabadikan menjadi nama jalan penghubung antara Jembatan Tol Landak dan Jembatan Tol Kapuas I di Kota Pontianak.


Tidak ada komentar: