Rabu, 09 Agustus 2017

Pernikahan Antar Pezina



Pernikahan Antar Pezina

masa iddah orang hamil sampai dia melahirkan, dengan dalil firman Allah, “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS Ath Thalaaq: 4). Dengan demikian bila pernikahan itu terjadi saat si perempuan sedang hamil, maka tidak sah pernikahannya. Al Imam Asy Syinqithi berkata, “Yang paling nampak menurutku dari dua pendapat ahlul ilmi adalah tidak diperbolehkan wanita yang hamil dari hasil zina menikah sebelum melahirkan kandungannya, bahkan tidak diperbolehkan pula menikahinya… Yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah, “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS Ath Thalaaq: 4).

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)

Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Jumhurul Fiqaha membolehkan menikahi wanita yang pezina. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan? Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci). Para Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur : 32).
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny). Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Istriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i)
Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina). Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts`. (HR. Abu Daud). Dayyuts adalah orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Sumber :**Khulasoh From SyariahOnline and Eramuslim** http://www.usahamulia.net/index.php?pilih=lihatsyariah&id=1 Dipublikasikan pada: 25/3/2007 | 08 Rabiul Awal 1428 H | Hits: 177


Tidak ada komentar: