Jumat, 11 Agustus 2017

Si Jalak Harupat” Bandung



Otto Iskandar di Nata merupakan “orang hilang” pertama dalam sejarah Republik Indonesia. anggal 20 Desember 1945 adalah hari di tetapkannya sebagai hari wafatnya Otto akibat dari korban "Laskar Hitam" di Pantai Mauk, Tangerang, dan tidak pernah ditemukan jenazahnya.

Monumen “Si Jalak Harupat” berlokasi di Pasir Pahlawan. Pemakaman itu berada di jalan Setiabudi KM 15 Lembang tepat dipinggir jalan. Kompleks pemakaman itu dikelilingi tembok berpagar, lengkap dengan sebuah pintu gerbang yang setiap waktu dikunci dan terdapat sebuah pos penjagaan. Otto Iskandardinata adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang menempati tempat tersebut.
Otto Iskandar di nata lahir tanggal 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Otto merupakan keturunan bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto anak ketiga dari sembilan bersaudara. Otto menikah dengan gadis bernama Soekirah, seorang putri Asisten Wedana di Banjarnegara. Soekirah yang 10 tahun lebih muda dari Otto melahirkan 12 Orang anak dari Otto. T


Otto menempuh pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung. Lulus HIS, Otto melanjutkan ke Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) di Bandung. Otto di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) Purworejo, Jawa Tengah, selepas lulus di Bandung. Lulus di Purworejo, Otto menjadi guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah. Juli 1920, Otto ke Bandung dan mengajar di HIS bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat.

Di Pekalongan, Otto Iskandar di nata menjadi anggota Pendiri dan Ketua Budi Utomo. Budi Utomo didirikan oleh Dokter Sutomo dan para sahabatnya yang waktu itu masih mahasiswa sekolah dokter (STOVIA) Batavia bersama dokter Wahidin Soedirohusodo. Pendiri dan Ketua Budi Utomo awalnya bergerak dalam bidang pendidikan dan social. Setelah melewati waktu, Budi Utomo “bermain” ke ranah politik. Otto Iskandardinata diangkat menjadi wakil Pendiri dan Ketua Budi Utomo dalam Dewan Kota Pekalongan.Otto terpilih menjadi Gemeenteraad ("Dewan Kota") Pekalongan mewakili Budi Utomo. 

 Dalam dewan itu ia sering mengkritik Pengusaha perkebunan Belanda yang bertindak kasar dan sewenang-wenang terhadap petani. Otto mendirikan sekolah kartini untuk para gadis dikota Pekalongan. Karena berselisih dengan Residen Pekalongan, Otto dipindahkan ke tempat lain. Pemerintah kolonial Belanda khawatir akan pengaruhnya, Otto Iskandardinata akhirnyadipindahkan ke Jakarta dan mengajar di Perguruan Muhammadiyah.

Selain mengajar, Otto menjadi anggota Pagoejoeban Pasoendan. Ia memimpin Pagoejoeban Pasoendan sejak tahun 1929 sampai 1942. Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan (mendirikan sekolah), budaya, ekonomi (Bank dan koperasi) dan hukum (lembaga bantuan hukum dan rehabilitasi mantan narapidana). Paguyuban tidak untuk melestarikan ikatan primordial atau kedaerahan. Paguyuban ini sebagai sarana memperjuangkan kepentingan rakyat. Otto Iskandardinata awalnya menjabat sebagai anggota Pengurus Besar, kemudian menjadi ketua.

Pada tahun 1930 Otto Iskandardinata diangkat menjadi anggota Volksraad untuk yang kedua kalinya, namun kali ini Otto Iskandardinata mewakili
Pagoejoeban Pasoendan. Pidato-pidato Otto di Volksraad selalu mengkritisi Pemerintah Kolonial Belanda. Otto sering disuruh berhenti waktu berpidato. Di dewan itu, keanggotaannya dalam Volksraad dicabut pada tahun 1935. Namun, ia masih tetap aktif di Paguyuban Pasundan. Atas usaha Otto Iskandardinata, Pagoejoeban Pasoendan bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Pada tahun 1939 Pagoejoeban Pasoendan bergabung ke Gabungan Politik Indonesia (Gapi).

Pada masa pendudukan Jepang, semua partai dan organisasi massa dibubarkan dan dilarang berdiri. Otto Iskandardinata memasuki bidang kewartawanan dengan menerbitkan surat kabar Warta Harian
Tjahaja (1942-1945). Otto Kemudian diangkat menjadi anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Badan Kebaktian Rakyat Jawa), dan menjadi anggota Cuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat buatan Jepang). Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Otto berpartisipasi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Otto turut serta menyusun Undang-Undang Dasar 1945.

Proklamasi berkumandang tanggal 17 Agustus 1945. Otto Iskandardinata ikutmenjadi pelopor pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam Kabinet Presidensil pertama, Otto diangkat menjadi Menteri Negara.
Otto hilang pada akhir tahun 1945 .Oktober 1945 Otto diculik dan dibunuh di Mauk (Banten) pada 20 Desember 1945. Sat itu beredar kabar bahwa yang membunuh adalah Laskar Hitam. Bisa dikatakan Otto Iskandar di Nata merupakan “orang hilang” pertama dalam sejarah Republik Indonesia.

Akhir 1952 warga Bandung menyaksikan pemakaman kembali Otto Iskandar Di Nata. Panitia membawa apa yang disebut Syarat Jenazah tiba di Bandung dengan sebuah peti berisi pasir dan air laut yang diambil seorang putera Otto sebagai simbol jenazah. Pasir dan air laut itu dimasukan ke dalam peti didiringi doa seorang Penghulu Jaksa Tangerang. Dalam rombongan terdapat Menteri Perhubungan Djuanda, Ir.Ukar Bratakusumah, Dr.Djungjunan, sampai tangerang dan dari Jakarta oleh Overste (setara Letnan Kolonel) Sukanda dan di Bandung oleh puteranya Overste Sentot Iskandar Di Nata. 

Syarat jenazah ini diserahkan ke Bandung untuk dimakamkan pada hari Minggu, 21 Desember 1952 di Taman Bahagia, Lembang bersama putera-puteranya yang gugur di masa pembangunan BKR. Pemakaman dimulai pukul 10 pagi dimulai dengan menyanyikan laguIndonesia Raya. Peti diangkut oleh sejumlah pemuda berpakaian putih-putih. Sanak saudara Otto berjejer di bawah bendera setengah tiang. Hadir dalam pemakaman itu Menteri Perhubungan masa itu Ir. Juanda yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata, Overste Sukanda Bratamanggala sebagai wakil tentara, juga hadir wakil keluarga (Sentot Di Nata), Djaja Rachmat, Ketua DPRD Jawa Barat dan wakil dari Masyumi dan wakil Partai Kebangsaan Indonesia. Partai Kebangsaan Indonesia juga mengadakan upacara penghormatan almarhum Otto Iskandar Di Nata, sehari sebelumnya Sabtu 20 Desember 1952. Hadir dalam upacara itu Djuanda, Sanusi, serta Sewaka (Gubernur Jawa Barat masa Revolusi). Dalam upacara malam itu juga diadakan penghormatan terhadap tiga tokoh Pagoejoeban Pasoendan lainnya seperti almarhum Atik Suardi, Suriadirdja dan D.K. Ardiwinata. 

Dalam sambutannya Gubernur Sanusi menyebutkan Otto gugur ketika suasana masih gelap gulita dan diliputi kabut rahasia akibat meletusnya revolusi nasional. (Berita Antara, 20 Desember 1952). Hingga saat ini belum terlalu jelas apa yang terjadi sebetulnya pada Oto Iskandar Di Nata. Bisa dikatakan Oto Iskandar Di Nata adalah “orang hilang” pertama dalam sejarah Republik Indonesia. Peristiwa 19 Desember 1945 Dalam harian Pikiran Rakjat 20 Desember 1952 disebutkan apa yang disebut Tragedi 19 Desember 1945. Otto Iskandar Di Nata diculik oleh serombongan orang tak dikenal pada Oktober 1945 . Kabarnya dia sempat dibui di Rumah Tahanan Tangerang dan dibawa ke Mauk, sekitar 21 Km dari Tangerang. Para penculik itu diduga berasal dari kelompok Laskar Hitam. Pada 19 Desember 1945 jam 5 sore datang sebuah truk dari Tangerang, dua orang berpakaian hitam, berikat kepala, bersenjata belati membawa Otto bersama seorang tawanan bernama Hasbi. Mereka dibawa ke pantai Desa Ketapang, sekitar 2 Km dari dari Mauk. Keduanya dianiaya dulu dengan tangan terikat, kemudian dibunuh. Mayat mereka dilempar ke laut. Keterangan yang didapat dari seorang yang mengetahui , pada waktu hingga waktu berita itu ditulis (1952) masih bekerja sebagai mantri jururawat bahwa mayatnya pernah ditemukan, namun sebagian dagingnya telah hilang. Pemberi keterangan ini seorang yang penjaring ikan di Pantai Ketapang. Namun ia tidak berani mengubur mayat itu karena khawatir. Esoknya mayatnya hilang lagi. Kemudian muncul lagi, namun dibiarkan dan hilang entah ke mana. Berdasarkan keterangan ini Pantai Desa Ketapang, Mauk itu dianggap sebagai tempat jenazah pahlawan nasional asal Jawa Barat itu. Menurut Berita Antara 22 Desember 1952 Oto Iskandar Di Nata menjadi korban masa “curi-mencurigai” Dalam sejumlah literatur muncul beberapa pendapat mengenai kematian Otto Iskandar Di Nata. Pertama peristiwa yang menimpa Otto terjadi pula terhadap beberapa pemimpin pemerintahan di Jawa Barat yang dianggap berpihak pada Jepang. Ada juga pendapat yang menyebutkan kemungkinan Otto dibunuh oleh sesorang atau golongan yang dendam karena langkah dan ucapan Otto yang tanpa tedeng aling-aling.

Baru 14 tahun kemudian (1959), terungkap bahwa ia dibunuh seorang polisi bernama Mujitaba. Pembunuhan itu dilakukan di pantai Mauk,Tangerang. Sang pelaku dihukum 15 tahun penjara. Namun di dalam pengadilan tidak terungkap siapa yang menyuruh Mujitaba. rijana Abdurrasyid (kini Prof.Dr) yang menjadi jaksa dalam persidangan itu meminta tambahan waktu sidang untuk mengungkap dalang dibalik pembunuhan itu. Tapi usulannya tak terkabul, sehingga hanya pelaku lapangan yang tertangkap dan dihukum, namun aktor intelektualnya tak tersentuh. Otto Iskandardinata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Keberanian Raden Oto Iskandar Di Nata kritikannya yang pedas dan suaranya yang keras membuat ia dijuluki Si Jalak Harupat, ayam jago yang keras dan tajam menghantam lawan, kencang berkokok dan selalu menang jika diadu. Julukan ini dilontarkan oleh Wirasendjaja, guru HIS Cianjur, kakak Soetisna Sendjaja, pemimpin redaksi pertama surat kabar Sipatahoenan.

Sumber


Tidak ada komentar: