Selasa, 30 Desember 2014

Yang Namanya Mati

Yang Namanya Mati
Telah menjadi hukum alam, manusia dilahirkan, dewasa, tua, dan akhirnya mati. Siapa pun juga tak akan mungkin mampu menghindari kematian. Manusia dilahirkan, hidup, bagaikan narapidana mati yang hanya menunggu saat tibanya pelaksanaan hukuman. Pelaksanaan hukuman mati ini jauh lebih pasti daripada vonis yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan, karena tak seorang pun akan bisa melarikan diri atau
menghindarinya.
Di jaman dahulu, manusia lebih bisa menerima penderitaan ataupun kematian. Hal itu mungkin dikarenakan keterbatasan sarana usaha untuk menghindari penderitaan maupun kematian. Bila merasa panas, mereka puas hanya dengan berkipas-kipas, karena tidak ada AC. Dalam mengadakan perjalanan jauh, mereka hanya berjalan kaki atau menggunakan kereta berkuda, karena tidak ada kendaraan bermotor.
Konsep nrimo terhadap kematian memang lebih terasa pada masa lalu. Bukan berarti kita berbicara tentang kepasrahan diri. Nrimo dalam hal ini adalah nrimo yang meraksuk. Karena bersosialisasi dengan alam lebih didapat pada masa lalu daripada masa sekarang yang sudah termaktubkan oleh teknologi dan sarana yang lebih ringan. Konsep penderitaan pada masa dulu lebih bisa dirasakan secara umum daripada masa sekarang, dan itu terasa dengan pendeknya umur kekuatan kita. Pada masa lalu, manusia pada umur tujuh puluh tahun masih terlihat bugar dan segar, tapi sekarang, manusia pada umur 45 tahun udah terasa berat dan menyedihkan. Ketika orang dahulu ketika menghadapi masa penantian, masih dengan senyum yang mengikat dan menawan hati, pada saat sekarang, proses penantian menjadi panjang dan melelahkan. Sudah bukan menjadi kekuatan untuk berjuang untuk bersimpuh dengan fisik yang memadai.
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (ali Imran: 185.)
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan. Sehingga, ketakutan manusia akan sesuatu ditentukan oleh ilmu yang dia miliki. Apa yang menurutnya akan merugikan, menghancurkan, membahayakan dan menyakitkan, tentunya akan membuatnya takut jika menimpanya. Sebaliknya, apa yang diketahuinya tidak akan memberinya bahaya apa-apa, tentu tidak membuatnya takut. Apalagi hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan, kesenangan, atau manfaat baginya.
Rasulullah ditanya seorang shahabat yang ingin masuk jannah. Beliau menjawab, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal ada di depan mata kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!" (HR. Ibnu Abid Dunya)

Jalan menuju kematian sudah tergambar jelas ditiap manusia. Setapak demi setapak akan dialalui dengan hati-hati maupun serampangan. Proses ait pasti akan dilewati oleh makhluqNya. Tidak ada kesempatan untuk menghindari. Nah proses ini apakah akan dilalui dengan kesakitan atau kedamaian, ini yang menjadi pertanyaan. Kematian adalah realitas. Sia-sia jika kita ingin menolaknya, sebab kita ‘dipaksa’ mengalaminya. Dengannya mahligai dunia kita akan hancur, kelezatannya sirna dan semua perolehan tanpa iman akan terlecehkan. Tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan diri dengan segera. Wallahu A’lam. Hanya Allah yang tahu akan apa yang dikehendakiNya. Allahu Akbar, Allah Maha Besar

Tidak ada komentar: