Rabu, 31 Desember 2014

Margaretha Geertruida Zelle

Margaretha Geertruida Zelle
“Kamu bangsat, Indonesia dan Belanda sama saja, kalian hanya hendak mempergunakan aku untuk maksud-maksud kalian sendiri.” Dan tanpa disadarinya tangannya melayang,menempeleng muka si Belanda. ( Bromocorah, Mochtar Lubis)
Matahari, kisah yang fenomenal pada masa itu. Simbol kegairahan yang sampai sekarang seakan tidak terputus untuk diceritakan. Di daratan Hindia Belanda, siapa yang tidak mengenal Matahari (kalangan menengah keatas). Pentas yang tidak atau terhitung jarang sepi pengunjung. Kebanyakan laki-laki,. Dengan berbagai bentuk dan ciri tarian erotis, membuat gendang erotisnya semakin ditungg-tunggu. Dari gerak tarian jawa , dansa, sampai semi striptis disajikan dalm satu panggung. Dalam kisah-kisah masa lampau, untuk bernafas dan berkedip saja sayang, karena tiap rajutan detik begitu berharga untuk dilewatkan. Maklum saja, Matahari ini menjadi musuh bagi istri meneer atau istri pamong praja kala itu.
Lahir di Belanda, dengan orang tua asli Belanda. Nama asli Matahari adalah Margaretha Geertruida Zelle. Asli Belanda, kelahiran 7 Agustus 1876 di Leewarden, kota peternakan di Belanda. Ayahnya berdarah yahudi bernama Adam Zelle, pengusaha di Leeuwarden. Ibunya Antje Van Der Meulen, Belanda totok. Ketika umur masih anak-anak. Ayahnya meninggalkan keluarga itu, katanya tergaet dengan wanita lain, entahlah, itu kabarnya. Margaretha terjerembab dalam kehidupan yang sulit, kesulitan dalam batinnya pun bertambah ketika ibunya menikah lagi.
Kehidupan remajanya diisi dengan penghidupannya dalam mencari sesuap nasi.    Kehidupannya yang ingin lebih mapan dan lebih baik mempertemukan dia pada sesorang tentara yang bertugas ke Hindia Belanda yang berada dalam naungan VOC. Pada masa itu, menjadi istri dari tentara Hindia Belanda menjadi idaman banyak wanita ( di Indonesia, dibeberapa daerah, menjadi istri anggota ABRI atau Polisi juga masih merupakan kebanggaan, apalagi pada masa dahulu). Menikahlah mereka. Suaminya bernama Rudolph Macleod. Jarak umur diantara keduanya terpaut jauh, hal inilah yang membuat pergerakan pernikahan mereka mengalami pergolakan.
Kegemaran Margaretha terhadap seni dan keberaniannya dalam mengeksplorasi dirinya dalam kekuatan seni-seni ditanah jawa. Hal berakibat pada perubahan sudut pandang Margaretha terhadap kehidupan, dan pergolakan kehidupan politik di tanah jawa. Ketekunannya mengasah seni membuat Margaretha mengenal kalangan-kalangan jawa yang ”memberontak” kepada VOC. Pergulatan, percintaan, dan diskusi menghantarkan Margaretha pada pengenalan konsep spionase pada masa itu.
Pemberontakan dikawasan-kawasan Jawa Timur sering berhasil dengan baik. Membuat pihak VOC berpikir keras.  Yah... Margaretha Geertruida Zelle mengubah namanya menjadi Matahari. Nama yang  diambil dari bahasa Indonesia. Nama yang membumbungkan dirinya menjadi tokoh wanita spionase perempuan yang dikenal dunia. Tercatat tiga negara telah menjadi operasi targetnya, yakni Indonesia (Hindia Belanda), Belanda, dan Jerman. Hal yang menakjubkan dalam hal dia berspionase adalah simpati, kemudian menjadi kebutuhan. Meskipun hukuman mati telah membunuhnya, catatan sejarah Matahari sebagai tokoh spionase wanita pertama tetap tergurat.
Kesenangan dan petualangan yang dia dapatkan dalam pergerakan Matahari menggelitik saya kepada diri Kartini. Kartini yang memiliki jiwa bergerak, meskipun lewat catatan goresan tinta membuat dia menjadi percakapan dunia. Hanya saja Kartini masih tunduk pada aturan jawa dan agama. Kita ingat Kartini bermain-main pada kekuatan pencerdasan, pelarian itulah yang membawanya pada kekuatannya untuk tetap bertahan hidup. Matahari?, bodo amat...................Let the water flow.

Pekerjaan yang paling rendah sekalipun, jika saja dapat melindungi aku dari perkawinan dan membuat aku merdeka, akan kuterima dengan senang hati. (Surat Kartini kepada Stella, 6 Nopember 1899)

Tidak ada komentar: