Jumat, 26 Desember 2014

Need 9 month to get his father's favourite singers signature

Need 9 month to get his father's favourite singers signature
Hal yang bener-bener tidak aku sangka saat nonton film Terminal arahan Steven Spielberg. Seseorang yang datang ke suatu negara asing hanya untuk mendapatkan tanda tangan dari penyanyi jazz favorit ayahnya.

Aku mungkin tidak akan sejauh itu, hal yang terkesan lucu bagiku, tapi, jambu, that’s makes me feel that I have nothing to do to my pa. He is my pa, he should get what he wants from his son. but….
Seorang anak cenderung memiliki keseganan terhadap ayah. Akupun merasa demikian. Yang terbaik bagimu (jangan lupakan ayah) bener-bener mengena padaku.
Dia seakan un reachable, gak tahu kenapa auranya seakan membuatku terdiam. Kadang aku marah pada dia, aku bener-bener tidak suka dia, tapi pada saat tertentu aku terkenang dia, that’s makes me feel apa yah?
Bapak adalah sebuah sosok, yang baik secara sadar atau tidak sadar, suka maupun tidak suka telah membentuk karakterku, kadang karakter yang tidak aku sukai dari bapak, muncul pada diriku dan menjadi ciri yang aku suka dan secara tidak sadar ciri tersebut sebenarnya merupakan ciri yang pernah aku tidak suka.
Bapak memang membuat kepalaku tegak. Dia yang mengajari aku tentang harga diri seorang laku-laki. Dia yang mengajakku berjalan akan hakekat kekuatan rohani.
Lelaki dengan lelaki, kadang saat itu aku merasa bangga. Anak laki-laki ingusan yang belum mampu berjalan, hal tersebut yang  juga kadang membuatku jengah.
Bapak memang tidak membasuhku dikala aku sedang sendiri dalam gelap, bapak memang bukan melindungi aku dikala aku temaram, tapi bapaklah yang menuntunku untuk berani menatap matahari dan bulan yang tersamar.
Aku yang akan dimarahi bapakku ketika saudaraku berubah, aku yang akan ditanya bapakku ketika ibu merasa tidak nyaman, tapi juga bapakku yang memberikan kebebasan kepadaku untuk berkarya dengan tanggung jawab yang dia panggulkan.
Bapak memang tegas, bapak memang terkadang bersikap cuek, dan bapak memang seakan tidak melihatku. Tapi bapak menghormati aku ketika aku sudah berkeputusan. Aku tidak pernah dipaksa untuk melakukan sesuatu jikalau bukan untuk hal yang urgen.
Aku jadi tersenyum sendiri dan tertawa sendiri. Malah juga menangis dan melamun sendiri jikalau aku  ingat masa kecilku. Bagaimana aku diangkat dan dibanggakan  sebagai anaknya. Bagaimana aku dibela ketika ada yang menyentilku. Bagaimana dia mengajariku berbagai hal dalam kehidupan ini.    
Jaman telah berubah. Dan aku masih saja terdiam seperti tanpa memiliki beban untuk memberikan yang terbaik kepada bapak. Dia memang tidak butuh itu. Dia hanya senang jika melihat anaknya sudah bisa berdiri dengan kakinya. Aku malu dengan itu. Aku masih belum bisa apa-apa.
Dia memang tidak butuh uangku, dia memang tidak butuh barangku. Yang dia butuhkan  hanya kehadiranku. Itu sudah cukup. Dia bisa hidup dengan uangnya, dia hanya butuh untuk dilihat anaknya. Malah hal yang sampai sekarang kadang tidak aku pahami, bapak masih saja selalu menanyakan keuanganku, padahal aku sudah mampu untuk hidup sendiri. Hal yang tidak pernah aku tanyakan mengapa dia menanyakan hal tersebut.
Membuatnya tertawa dan tenang sudah membuat hatiku tenang. Saat ini aku masih diantar beliau sendiri jika aku berangkat ke jakarta, padahal aku hanya ingin adikku saja yang mengantar, but… tetap saja bapakku yang akan mengantarnya sendiri. Aku serasa malu, tapi juga merasa bangga, bapakku masih mengantar aku, dan itu merupakan penghargaan bagiku yang entah sampai kapan aku kenang.

Aku tidak tahu apakah anakku besok akan merasakan kehangatan (seperti itu)  seperti yang aku rasakan.  Thank’s a lot Dad, you give the listen that I ever had  and I will never payback forever. And im sorry if I always make your hearth broken because of my silly attitude.

Tidak ada komentar: