Senin, 29 Desember 2014

Proses Bersalaman dengan Kematian

Proses Bersalaman dengan Kematian
Dari Abdullah bin ‘Amr R.A, Rasulullah S.A.W bersabda: “Sampaikanlah pesanku walaupun satu ayat…”
KEMATIAN itu pasti menjelma. Hanya masa dan waktunya yang tidak kita ketahui. Mengapa kebanyakan orang yang hampir ajal tidak dapat berkata apa-apa.. lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan sakaratul maut.
Diriwayatkan sebuah hadis yang bermaksud: “Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.” Ini jelas menunjukkan, kita disarankan agar mendiamkan diri, jangan berkata apa-apa pun semasa azan berkumandang. Sebagai orang beragama Islam kita wajib menghormati azan.
Hidup dan mati tak dapat dipisahkan. Andai tidak ada kehidupan, tidak mungkin ada kematian. Oleh karena itu, kematian harus ada supaya hidup memiliki makna. Segala sesuatu, baik bintang yang paling besar di langit maupun partikel terkecil di muka bumi – bebatuan, tumbuhan, binatang – cepat atau lambat akan hancur. Semua itu diadakan satu per satu akan dikembalikan ke alam ketiadaan. Semuanya akan berubah menjadi debu dan sirna
Proses menuju kematian yang meletakkan pada fisik bungkuk kita, wajah keriput dan badan kita yang merana ke tempat peristirahatan. Kematian mengurangi kesedihan dan duka kehidupan. Kau bagaikan seorang ibu pengasih yang memeluk dan membelai anaknya, lalu menidurkannya selepas badai. Seringkali kau berbeda dari kehidupan yang terkadang pahit dan kejam. Berbeda dengan kehidupan yang sering menyeret kita pada kesesatan dan kebejatan moral, lalu melemparkannya ke pusaran air dosa yang mengerikan.
Suatu kali Nasruddin Hoja ditanya temannya, “Kapan kiamat terjadi?” “Kiamat apa yang kau maksud?”, Nasruddin balik bertanya. “Apakah kiamat itu lebih dari satu?”, temannya bertanya. “Ya,” jawab Nasruddin, “Ada kiamat besar dan kiamat kecil. Kiamat kecil adalah ketika isteriku mati. Dan kiamat besar adalah ketika aku yang mati,” tambahnya.
Kematian adalah ketika ruh meninggalkan badan, sebagaimana pelaut meninggalkan kapalnya yang karam, begitulah ucap Syeikh Abbas al-Qummi.
Selain ‘maut’, Al Qur’an juga menggunakan istilah ‘wafat’ untuk menunjuk makna mati. Murtadha Muthahari membuat sebuah analisis yang menarik tentang kata ‘tawaffa’ (mati) -berakar pada kata yang sama dalam bahasa Persia yaitu memiliki bunyi hampir sama, yakni ‘faut’-. Menurut Murthada Muthahhari, sebagian orang Persia mengira kedua istilah ini berasal dari kata yang sama. Mereka mengira bahwa ‘wafat kard’ – ‘faut kard’. ‘Faut’ berarti hilang, atau lepas dari pegangan. Jika istilah ‘wafat’ bermakna sama dengan ‘faut’, maka kematian akan memiliki konotasi hilang atau musnah. Kenyataannya, makna istilah ‘faut’ malah berkebalikan dengan makna istilah ‘wafat’ yang dipergunakan oleh Al Qur’an untuk menyatakan ‘kematian’. Sebaliknya, dari ‘lepas dari pegangan’, istilah ‘tawaffa’ berarti mengambil sesuatu dan menerimanya secaranya secara sempurna. Contohnya, jika kita mendapatkan kembali seluruh piutang kita, dan bukan hanya sebagian, maka itu disebut sebagai ‘tawaffa’ atau ‘istifa’. Al Qur’an senantiasa mengaitkan kematian dengan ‘menerima secara sempurna.’
surat al-Sajjad disebutkan: “Dan mereka berkata: ‘Apakah ketika kami telah lenyap (musnah) di dalam tanah, ami akan benar-benar menjadi ciptaan yang baru?’ Katakanlah: Malaikat ditugasi untuk menerimamu dan kpada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.”
“Sesungguhnya,” kata Rasulullah SAW, “hidup manusia di dunia ini bagaikan mimpi.” Ia terjaga ketika mati.” “Dan pada hari itu,” ungkap Allah SWT, “Penglihatan akan menjadi terang-benderang
Mati diimpikan oleh orang beriman adalah mati yang membawa kepada kehidupan baru. Hidup dalam pelukan rahmat Tuhannya. Seperti firman Allah bermaksud: “Janganlah kamu menyangka bahawa orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup, di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” – Surah Ali ‘Imran: Ayat 169.
Siapakah Tuhan kamu?
Siapakah Nabi kamu?
Apakah agama kamu?
Apakah kiblat kamu?
Siapakah saudara kamu?
Apakah pegangan iktikad kamu?
Dan apakah kalimah yang kamu bawa bersama-sama kamu
Allah Taala Tuhanku,
Muhammad nabiku,
Islam agamaku,
kitab suci Al-Quran kitabku,
Baitullah itu kiblatku,
Melaksanakan sholat lima waktu,
Puasa di bulan Ramadhan,
Mengeluarkan zakat dan mengerjakan haji diwajibkan ke atas aku (Muhammad),
Semua orang Islam dan orang yang beriman adalah saudara aku (Muhammad),
Bahkan dari masa hidup hingga aku mati
Aku mengucap: “La ila ha illallah Muhammaddur Rasulullah”.
Ya Allah Ya Tuhan, kami merayu dan bermohon kepada Mu supaya tidak
disiksa mayat ini dengan kemegahan penghulu kami Muhammad SAW.
Subhana rabbika rabbil izzati amma ya sifun wassallamu alalmursalinwalhamdulillahi rabbil alamin.
Setiap yang bernafas, pasti akan mati - “Kullu nafsin za iqatul maut”
Firman Allah swt, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, yang ingat-mengingati supaya mentaati kebenaran, dan yang ingat-mengingati dengan kesabaran.” Surah Al-A’sr
Dari Abdullah bin ‘Amr R.A, Rasulullah S.A.W bersabda: “Sampaikanlah pesanku walaupun satu ayat…”
KEMATIAN itu pasti menjelma. Hanya masa dan waktunya yang tidak kita ketahui. Mengapa kebanyakan orang yang hampir ajal tidak dapat berkata apa-apa.. lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan sakaratul maut.



Tidak ada komentar: