Selasa, 23 Desember 2014

Dari Festival Betawi di Cipete

Dari Festival Betawi di Cipete
Ini Dia Si jali-Jali
Lagunya enak
Lagunya enak
Merdu sekali.......
Sepanjang jalan Cipete ditutup untuk lalu lintas kendaraan. Tanggal 26 dan 27 Juli Festival Budaya Betawi digelar. Kalaupun mau nekad naik angkutan, naik saja delman dengan biaya lima ribu rupiah. Acara tersebut secara resmi dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Harapan Gubernur, acara tersebut bisa diadakan rutin, karena mengusung budaya Betawi yang hanya bisa dilihat ”pas” acara Ulang tahun Jakarta saja.
Pengunjung acara ini memang banyak. Seakan tidak berhenti berjejalan sepanjang sisi-sisi jalan. Ada yang berkeluarga, berpasangan, ataupun ada yang sorangan ”wae”. Lumayan jauh area yang digunakan untuk ukuran ibu-ibu yang sedang hamil delapan bulan.
Ketika kita memasuki pintu masuk Festival tersebut, suasana ”Betawi” begitu terasa. Umbul-umbul khas betawi dengan penjual kerak telor disisi kiri dan kanan sibuk mengoles alat masaknya. Delman ala masa kompeni berputar bolak-balik mengelilingi sebuah taman kecil, jumlahnya kurang lebih 4 buah delman. Mau mencari cucur, atau makanan khas betawi lainnya? Tenang, tempat inilah kita akan mendapatkannya, walaupun tidak komplit, setidaknya makanan itu ada beberapa. Para komunitas onthel juga menjajarkan sepeda onthelnya dengan rapi, membuat kesan masa doeloe menjadi kental. Panggung untuk langgam kromong dengan alunan yang mendawai membuat kita seakan salah kostum untuk terus berada disitu. Salah satu stand yang saya sukai adalah stan yang menjual berbagai bentuk jam model lama (jadul habis). Sayang duit saya tidak cukup untuk membelinya.
Ide dasar festival ini memang bagus, yakni berbasis pada akar budaya betawi,. Tapi sayang, adanya motor gedhe yang terparkir dan mobil mewah modifikasi mengurangi syahdunya aroma Betawi. Namun  semisal yang diparkir adalah vespa lama atau modifikasi mobil vw lama, masih terasa nyambung.
Ketika kita mengukur jalan kembali, jualan yang ditawarkan menjadi beragam, dan sudah menghilang dari kebetawiannya. Pasar kaget sudah merubah suasana tersebut. Dari Bakso sampai dengan raket pembunih nyamuk. Model tenda yang memanjang menyusur jalan menjadikan variasi tenda susah untuk bermain-main. Ondel-ondel besar ditengah jalan di festival itu saja yang hanya  mencirikan Festival Betawi. Tapi bukan berarti suasana pasar menjadi sepi, transaksi seolah tidak juga beranjak sepi. Bebrapa cafe dan restoran disepanjang Festival membuka gerai dihalaman mereka, menjajakan dagangannya dengan embel-embel diskon atau menyajikan masakan betawi. Namun ada juga yang hanya mendesain tokonya dengan umbul-umbul warna-warni agar terkesan betawi.
Event organizer yang cerdas. Dia melihat peluang ini dengan pintarnya, saya lupa siapa EOnya. Modal yang dikeluarkan adalah perizinan dengan menggandeng pemda sebagai partner. Perizinan otomatis lebih gampang. Kerjasama dengan kepolisian perihal arus jalan dan keamanan cukup bekerja sama dengan organisasi kedaerahan. Dengan melakukan iklan yang menggunakan kegiatan pemda dan budaya betawi, kegiatan ini menyedot massa  yang ”ingin belanja”, penyuka budaya betawi, komunitas, ataupun penyuka fotografi. Hal ini terlihat dengan beberapa orang menenteng kamera ataupun handycam, (tentu saja mereka agak kecewa dengan aksen budaya betawi yang tidak sesuai harapan).
Tingginya keingin tahuan warga terhadap acara ini terlihat sejak pagi hari, ribuan masyarakat dari berbagai sudut ibu kota berdatangan menyusuri jalan sepanjang Cipete Raya sampai Jalan Fatmawati Raya. Parkir sepeda motor segera penuh dan arus jalan Fatmawati menjadi lebih tersendat.
Setidaknya Betawi merupakan potensi jual yang masih laku. Selaras dengan Benyamin Guevera yang terus laku sebagai ikon baru Jakarta. Betawi bukan lagi menjadi ikon suatu suku, namun menjadi ikon Jakarta dan ikon nasional yang membudaya. Jakarta adalah kerak telor. Jakarta adalah ondel-ondel. Jakarta adalah Betawi. Kata gue menjadi simbolisasi Jakarta kini. Tidak ada kulo atau abdi. Istriku tidak jadi memesan kerak telor, karena hari itu mendung dan kami belum Sholat asar



Tidak ada komentar: