Selasa, 23 Desember 2014

Istiqomah dalam Diri

Istiqomah dalam Diri
Imam Nawawi berkata: “Para ulama berkata: “Makna istiqomah adalah: Terus menerus dalam ketaatan kepada Allah (lihat Riyadhus Shalihin). Ibnul Qayyim mengatakan: “AI istiqomah adalah beribadah kepada Allah dengan hakikat kejujuran dan memenuhi semua janji.” (Madarijus Salikin 2/105). Abu Bakar mengatakan ketika beliau ditanya tentang istiqomah: “Kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”. Umar bin Khattab mengatakan: “Istiqomah adalah kekokohan dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dan tidak menengok (ke kanan dan ke kin) bagaikan srigala.” Utsman berkata: “Mereka istiqomah, artinya mengikhlaskan din untuk Allah.” Ali berkata: “Menunaikan kewajiban-kewajiban.” (Madarijus Salikin 2/104) Ibnul Qoyyim mengatakan: “Perumpamaan istiqomah terhadap kondisi dan keadaan sekarang bagaikan ruh dengan jasad. Sebagaimana badan apabila terlepas dari ruh akan menjadi bangkai, begitu juga keadaan sekarang apabila terlepas dari istiqomah akan menjadi rusak.” (lihat Madarijus Salikin 2/106)
Istiqomah berasal dari kata istaqoma, yang merupakan kata bentukan dari qooma. Qooma artinya berdiri, aqooma berarti mendirikan, sedangkan istaqoma berarti upaya terus menerus untuk mendirikan. Ada tingkatan yang terasa menaik dari qooma ke istaqoma. Apabila kita baru mulai melakukan sholat, itu masih dalam tataran qooma. Apabila kemudian kita melakukan usaha untuk melaksanakan, membantu pihak lain sholat, atau membenarkan sholat kita , maka itu berarti aqooma. Namun apabila timbul kelemahan pada diri, mebuat diri lemah terhadap sholat,maka kita tidak beristiqomah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS. 46:13). “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. “ ( QS. Huud : 112 ).
Kualitas iman ditentukan oleh amal kita. Kualitas amal perbuatan ditentukan oleh niat dan eksekusi ketika amal dilaksanakan. Kualitas amal seseorang sebenarnya ditentukan oleh niat dan efek dari amal yang diberikan tersebut. Apabila seseorang rajin melakukan ibadah. Khusyu bersujud kepada Allah. Seseorang itu bagus dalam Habluminallah. Tetapi ternyata seseorang tersebut ternyata kurang bekerja baik, ceroboh, malas, penuh pamrih dalam bekerja, hablumminanas orang tersebut belum teruji. Dengan demikian amal yang dikerjakan belum pada taraf yang sesuai.
Ketika Rasulullah Saw mengalami penderitaan dan cobaan yang paling sulit dalam hidup beliau, yakni setelah wafatnya Siti Khadijah, isterinya dan pamannya, Abu Thalib, maka turunlah ayat yang menekankan kepada beliau dan umatnya untuk istiqomah atau memiliki pendirian yang kuat dalam menyebarkan islam. Istiqomah ini merupakan salah satu bentuk sifat  yang penting dalam pergerakan dan pemurnian islam. Dengan istiqomah, seorang muslim akan terus maju menegakkan islam tanpa terhalang oleh perasaan apapun.
Ketika Rasulullah saw dengan para sahabatnya, bahkan nabi-nabi sebelumnya berjuang atas perintah Allah, mereka mereka menghadapi berbagai macam cobaan. Memang para Nabi adalah manusia pilihan Allah. Istiqomah dalam diri mereka memang sudah tertanam dalam. Apapun yang terjadi, penegakan untuk menegakkan Islam tetap mereka jalanka, meskipun nyawa taruhannya. Allah SWT berfirman yang artinya : “Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan : “mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat ?”. Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah pemelihara segala sesuatu” (QS. 11 : 12)
Kokohkan dirimu!! Berpeganglah dengan Al Qur’an dan As Sunnah beramallah dengan apa yang telah kamu ketahui sampai Allah mem­berkahi ilmumu, amalanmu, umurmu, ucapan­mu, dan perbuatan-perbuatanmu. Imam Syafi’i mengatakan:
Aku mengeluh kepada Waqi’ tentang jeleknya hafalanku
Maka beliau membimbingku untuk meninggalkan Maksiat-maksiat
Beliau berkata: “Ketahuilah bahwa ilmu itu adalah cahaya
Dan cahaya ilmu tidak akan diberikan kepada pelaku kemaksiatan.”







Tidak ada komentar: