Minggu, 28 Desember 2014

Khusnul dan Suul Khotimah


Khusnul dan Suul Khotimah

"Jibril, jelaskan
apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,"
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Kematian adalah suatu misteri. Banyak yang tidak tahu seperti apa dunia sesudah kematian. Tapi banyak juga yang percaya bahwa ada “kehidupan lain”setelah kematian. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah akhir dari segalanya dan akhir dari eksistensi seseorang, dan setelah itu yang ada adalah ketiadaan. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah awal dari suatu kehidupan baru dalam suatu bentuk siklus. Apapun kepercayaan yang dianut, tak ada seorang pun yang tahu seperti apa situasi dan kondisi sesudah kematian. Banyak yang mengandaikannya sebagai suatu kondisi “ketiadaan”, bahwa sebuah kematian adalah awal dari suatu ketiadaan, bertentangan dengan kelahiran yang dianggap sebagai awal dari suatu ketiadaan. Materialistik ? Memang benar, tetapi setidaknya itu yang sampai saat ini kita ketahui dengan “common sense” kita sebagai manusia. Dan sisanya adalah kepercayaan.
Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba yang ta’at didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)
Anda pernah merayakan atau menghadiri acara atau pesta ulang tahun? Jika ya, bisa jadi yang berulang tahun pada saat itu merasakan dan  menikmati kegembiraan. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang ironis. Jika seseorang bergembira pada saat jumlah tahun hidupnya bertambah 1 tahun, maka seharusnya ia bersedih karena jatah hidupnya telah berkurang 1 tahun. Begitulah, 1 tahun kita lewati hidup ini, 1 tahun pula jatah hidup kita berkurang. Dan dengan berkurangnya jatah hidup kita, kematian semakin mendekat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya: “Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu melainkan pada hari kiamat.” (QS: Ali Imran: 185).
Dalam kenyataannya ada dua macam akhir hidup, yaitu akhir hidup yang baik atau husnul-khotimah dan akhir hidup yang buruk atau su’ul-khotimah. Husnul-khotimah adalah akhir kehidupan seseorang yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari bangkitnya manusia dengan kekuatan taqwanya. Jadi iman dan taqwa adalah faktor utama untuk menuju husnul-khotimah. Dan ketaqwaan yang berujud amal sholeh itu adalah wujud dari keimanan. Contoh husnul-khotimah adalah seseorang yang mati dalam memperjuangkan kalimat Allah atau seseorang yang akhir amalannya dalam taat pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Siapa saja yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illaLlaah’ pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Allah, maka ia akan masuk surga. Siapa saja yang berpuasa pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Allah, maka dia akan masuk surga. Dan siapa saja yang bersedekah pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Allah, maka ia akan masuk surga. ” (HR: Ahmad V/391).
Sedangkan su’ul-khotimah ialah apabila sewaktu akan meninggal dunia seseorang didominasi oleh perasaan was-was yang disebabkan keragu-raguan atau keras kepala atau ketergantungan  terhadap kehidupan dunia yang akibatnya ia harus masuk ke neraka secara kekal kalau tidak diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab-sebab su’ul-khotimah secara ringkas antara lain adalah  perasaan ragu dan sikap keras kepala yang disebabkan oleh perbuatan atau perkara dalam agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menunda-nunda taubat, banyak berangan-angan tentang kehidupan duniawi, senang dan membiasakan maksiat, bersikap munafik, dan bunuh diri.
Celaka atau bahagianya kita telah ditentukan sejak kita masih di rahim ibu. Sebab siapa saja yang bertaqwa dan beriman,  Allah akan memudahkan beginya jalan menuju bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk agar Alloh menghindarkan kita dari jalan yang celaka.


Tidak ada komentar: