Jumat, 01 April 2016

Kisah Abu Yazid Al Busthami



Kisah Abu Yazid Al Busthami
Abu Yazid Al Busthami, pada suatu hari pernah didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut. Dengan murung lelaki itu mengadu,"Tuan Guru, sepanjang hidup saya, rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap, saya masih bermunajat. Isteri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga bukan pemalas yang enggan mencari rezeki. Tetapi mengapa saya selalu malang dan kehidupan saya penuh kesulitan?"
Sang Guru menjawab sederhana, "Perbaiki penampilanmu dan rubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah SAW adalah penduduk dunia yang miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria. Sebab menurut Rasulullah SAW, salah satu tanda penghuni neraka ialah muka masam yang membuat orang curiga kepadanya." Lelaki itu tertunduk. Ia pun berjanji akan memperbaiki penampilannya.
Mulai hari itu, wajahnya senantiasa berseri. Setiap kesedihan diterima dengan sabar, tanpa mengeluh. Alhamdullilah sesudah itu ia tak pernah datang lagi untuk berkeluh kesah. Keserasian selalu dijaga. Sikapnya ramah,wajahnya senantiasa mengulum senyum bersahabat. Roman mukanya berseri.
“Tuanku, engkau boleh berjalan di atas air!” murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Bayazid Al Busthami. “Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga boleh,” Bayazid menjawab. “Tapi engkau juga terbang di angkasa.” “Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Bayazid ke langit. “Engkau juga mampu bepergian ke Ka’bah dalam semalam.” “Setiap pengelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Bayazid. “Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu. “Lelaki sejati,” jawab Bayazid, “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Tuhan.”
Bayazid Al Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.” Ia pun pergi haji pada kesempatan berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, “Aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.” Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Bayazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta’ala….”
Setiap kali Abu Yazid tiba di depan sebuah masjid, beberapa saat lamanya ia akan berdiri terpaku dan menangis.”Mengapa engkau selalu berlaku demikian ?” tanya salah seseorang kepadanya. “Aku merasa diriku sebagai seorang wanita yang sedang haid. Aku merasa malu untuk masuk dan mengotori masjid”, jawabnya. (Lihatlah do’a Nabi Adam atau do’a Nabi Yunus a.s “Laa ilaha ila anta Subhanaka inni kuntum minadholimin”, Tidak ada tuhan melainkan engkau ya Allah, sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang dholim. Atau lihat do’a Abunawas,’ Ya Allah kalau Engkau masukkan aku ke dalam sorga, rasanya tidaklah pantas aku berada di dalamnya. Tetapi kalau aku Engkau masukkan ke dalam neraka, aku tidak akan tahan, aku tidak akan kuat ya Allah, maka terimalah saja taubatku).
Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid menyingkir kepinggir untuk memberi jalan kepada binatang itu. Salah seorang murid tidak menyetujui perbuatan Abu Yazid ini dan berkata,” Allah Yang Maha Besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhluk-Nya. Abu Yazid adalah “Raja diantara kaum mistik”, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing. Apakah pantas perbuatan seperti itu ?” Abu Yazid menjawab,” Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku, ‘Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja diantara para mistik?’. Begitulah yang sampai dalam pikiranku dan karena itulah aku memberi jalan kepadanya”.
Abu Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan Al Busthami, lahir di Bustham terletak di bagian timur Laut Persi. Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau merupakan salah seorang Sulton Aulia, yang juga sebagai salah satu Syeikh yang ada dalam silsilah dalam thoriqoh Sadziliyah dan beberapa thoriqoh yang lain. Kakek Abu Yazid merupakan penganut agama Zoroaster. Ayahnya adalah salah satu di antara orang-orang terkemuka di Bustham. Di Bustham ini pula Syekh Abu Yazid meninggal dunia pada tahun 261 H / 874 M atau 264 H / 877 H, sedangkan makamnya masih ada sampai sekarang. Di samping keharuman namanya sebagai pendiri perguruan sufisme, ia dikenal karena keberaniannya menyatakan peleburan yang sempurna seorang mistikus ke dalam Tuhan. Secara khusus penjelasan- penjelasannya mengenai perjalanannya ke surga (mirip denan Mi'raj Rasululah SAW) sangat sering dipelajari oleh para penulis dan sangat mempengaruhi imajinasi manusia- manusia sesudahnya.
Saidi Syekh Abu Yazid Al Busthami dalam silsilah Tarikat Naqsyabandiyah Al Khalidiyah berada pada urutan yang ke-5. Di atas silsilah Syekh Abu Yazid yaitu  Imam Ja'far Ash Shadiq (silsilah ke-4) sampai kepada beliau terentang 3 orang Mursyid Tarikat,  namun tidak dimasukkan dalam silsilah Tarikat Naqsyabandiyah. Dengan demikian silsilah keguruan dan kerohanian dari Syekh Abu Yazid memiliki hubungan yang terjaga baik dengan Imam Ja'far Ash Shadiq.
Cuplikan Dari Berbagai Sumber


Tidak ada komentar: