Jumat, 01 April 2016

Jembatan Ampera Kini




Jembatan Ampera Kini
Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut. Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Pada saat itu juga nama jembatan itu dikukuhkan bernama Bung Karno sebagai nama jembatan. Setelah meletusnya G 30 S PKI pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno menguat, nama jembatan itu akhirnya diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Pada medio tersebut, jembatan Bung Karno (Ampera) merupakan  jembatan terpanjang di Asia tenggara.
Pada bentuk awalnya, bagian tengah badan jembatan Ampera bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawah jembatan tersebut tidak tersangkut  jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan secara mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit. Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran sedang bisa melewati Sungai Musi. Namun sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Hal tersebut dilakukan karena pada masa itu, aktivitas jembatan sudah mulai padat, sehingga aktivitas naik turun jembatan menimbulkan kemacetan diatasnya. Padahal apabila tetap dipertahankan, ciri khas jembatan tersebut akan tetap terjaga. Akhirnya pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.
Namun sayang, bentuk indah jembatan Ampera ini kurang diperhatikan kelangsungannya oleh baik Pemda maupun warga Palembang sendiri. Beberapa sumber menyebutkan, aktivitas mngencingi sudut jembatan Ampera merupakan tontonan biasa disana. Aktivitas orang kencing di jembatan Ampera, bukan suatu hal aneh.
hal yang memprihatinkan juga adalah pencurian onderdil dalam lingkup jembatan Ampera tersebut masih terjadi dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab.ketika kerusuhan reformasi tahun 1997 terjadi, pengesahan terhadap pencurian seakan sah pada masa tersebut. Sejumlah onderdil jembatan diketahui dipreteli pencuri, seperti kawat atau besi penyanggah tiang atas jembatan.
akibat dinonaktifkannya buka tutup dalam jembatan, beberapa kapal tongkang atau tugboat menabrak tiang jembatan Ampera. Tahun 2006 lalu, sebuah tugboat membawa ribuan ton batubara menabrak tiang jembatan.

Akibat kencing, pencurian, dan ditabrak tugboat, kondisi jembatan Ampera terus memprihatinkan. Berdasarkan pemantauan, kerusakan di lapisan permukaan jembatan atas Ampera  terdapat lubang berdiameter sekitar 25 centimeter. Sementara di bagian bawah jembatan, terdapat keretakan mencapai 50 - 70 cm. Sementara pilar penyangga jembatan juga terdapat kerusakan.  Kerusakan juga terjadi pada selimut atau lapisan terluar pondasi pilar jembatan Ampera. Terutama yang berada di dalam air. Hampir sebagian besar pondasi mengalami pengeroposan. Apabila tidak segera diperbaiki, maka bisa semakin parah dan mempengaruhi konstruksi pondasi. Memang konstruksi baja dalam jembatan ini memiliki usia ekonomis sekitar 100 tahun.
Artinya, masih dapat bertahan hingga 50 tahun lagi, masalahnya apakah sampai segitu apabila tidak ada perawatan dan kepedulaian baik dari Pemda maupun dari Masyarakat Palembang sendiri?(Berbagai Sumber)



Tidak ada komentar: