Minggu, 14 Januari 2018

GERWANI Dalam Sisi Kelam Indonesia



GERWANI Dalam Sisi Kelam Indonesia

Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani merupakan salah satu organisasi wanita yang berhaluan progresif revolusioner dengan jumlah anggota mencapai satu juta orang dan cabang yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, pada tahun 1960-1965.

Gerwani dalam sejarah Indonesia
dimulai sejak tahun 1950, saat sejumlah pejuang wanita yang di antaranya adalah SK Trimurti, mendirikan Gerakan Wanita Indonesia Sedar atau Gerwis, pada 4 Juni 1950, di Semarang. Gerwis adalah peleburan dari tujuh organisasi wanita yang masing-masing adalah Rukun Putri Indonesia (Rupindo) di Semarang, Persatuan Wanita Sedar di Surabaya dan Bandung, Gerakan Wanita Rakyat Indonesia di Kediri, Perdjoangan Putri Republik Indonesia di Pasuruan, Wanita Madura, dan Persatuan Wanita Indonesia di Ambarawa.

Gerwis banyak terlibat dalam berbagai perjuangan politik dan fisik dalam mempertahan
kan dan mengisi kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, oleh Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta di Jakarta. Landasan perjuangan Gerwis dapat dilihat dari hasil Kongres I yang diadakannya pada 17-22 Desember 1951 di Surabaya. Sedikitnya ada tujuh poin penting yang berhasil dirumuskan dalam Kongres I Gerwis itu, salah satunya adalah, menuntut segera dikembalikannya Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia (poin ke 3).

Gerwis juga ikut secara aktif menggalang Front Persatuan organisasi-organisasi wanita progresif revolusioner dalam melepaskan Indonesia dari kedudukannya sebagai negeri semi jajahan, seperti yang termaktub dalam hasil Konferensi Meja Bundar atau KMB.
Gerwis juga aktif dalam kesatuan aksi Front Persatuan Nasional dan bergabung dengan Kongres Wanita Indonesia atau Kowani, dan Womens International Democratic Federation atau Gerakan Wanita Demokrasi Sedunia yang bermarkas di Paris. Ikutnya Gerwis dalam gerakan wanita sedunia, pada Kongres II organisasi itu, tahun 1954, Gerwis melebarkan sayapnya dan mengubah namanya menjadi Gerakan Wanita Indonesia atau biasa kita sebut dengan nama Gerwani.

Gerwani
adalah salah satu bentuk peleburan dari dua organisasi wanita besar di Indonesia yang terdiri dari Istri Buruh Kereta Api (IBKA), dan Persatuan Wanita Indonesia (Perwin) yang pusat gerakannya berada di Manado. Gerwani tumbuh menjadi organisasi wanita modern paling maju pada masanya. Tidak hanya fokus dengan masalah politik, Gerwani juga aktif memperjuangkan hak-hak wanita, hak-hak anak, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Dengan perubahan nama Gerwis menjadi Gerwani dan pergerakannay yang meluas, organisasi wanita ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam hal keanggotaan. Pada tahun 1951, anggota Gerwis berjumlah 6.000 orang, dan meningkat menjadi 80.000 orang di tahun 1954, dan berkembang menjadi satu juta orang lebih, pada tahun 1960 hingga 1965.

Dalam berbagai dokumen resmi Gerwis dan Gerwani yang tercatat pada Kongres I-III, tidak pernah disebut dan disinggung-singgung tentang hubungan langsung organisasi itu dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kecuali bergabungnya Gerwani dengan Front Nasional dan persinggungannya dalam aksi bersama dengan sejumlah organisasi yang dekat dengan PKI, seperti SOBSI dan Pemuda Rakyat (PR). Dalam kantor atau sekretariat Gerwani, mulai di tingkat DPP hingga anak cabang juga tidak ditemukan bendera merah bergambar palu arit PKI. Semua kantor Gerwani hanya memasang dan menyimpan bendera merah putih dan bendera biru muda dengan lambang Gerwani di tengahnya, serta foto pejuang Kartini dan tokoh wanita Clara Zetkin.
Karena adanya persamaan program dan perjuangan antara Gerwani dan PKI dalam politik dan membela hak-hak kaum wanita dan hak-hak anak, Gerwani sering disebut-sebut sebagai organisasi dibawah naungan PKI. Sebutan "mantel PKI" itu tidak lepas dari propaganda lawan-lawan politik Gerwani dan PKI yang sering kali berbenturan dengan kepentingan dan agenda perjuangan organisasi itu. Dengan demikian tudingan Gerwani mantel PKI atau organisasi wanita yang berada di bawah pengaruh PKI tidak benar, karena PKI memiliki organisasi wanitanya sendiri yang dinamakan Wanita Komunis atau Wankom yang diketuai oleh Harti Warjo yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Gerwani. Kendati rangkap jabatan dalam Gerwani, Harti Warjo tetap tidak bisa mempengaruhi Gerwani untuk tunduk dalam PKI dan menjadi organisasi binaannya.

Puncak fitnah terhadap Gerwani terjadi pada tahun 1965, saat organisasi itu akan melangsungkan Kongres IV yang batal dilaksanakan, karena meletusnya putsch militer, pada 1 Oktober 1965 atau Gestok.
Hari-hari menjelang peristiwa yang oleh Orde Baru disebut Gerakan September 30 atau Gestapu, situasi politik luar negeri Indonesia sedang hangat-hangatnya. Sejumlah organisasi poros Nasionalisme, Agama dan Komunis atau Nasakom, seperti Gerwani, Sentral Organisasi Buruh Indonesia atau SOBSI, dan Pemuda Rakyat (PR), mengikuti latihan perang ganyang Malaysia, di Lubangbuaya, dekat Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Di luar dugaan, kegiatan sukarelawati Gerwani itu luput dari perhatian DPP Gerwani yang sedang sibuk mempersiapkan Kongres IV, pada Desember 1965, di Jakarta. Begitupun dengan sejumlah anak cabang Gerwani yang berada di daerah-daerah.

Saat Radio Republik Indonesia (RRI) mengumumkan siaran tertulis dari Komandan Gerakan 30 September Letnan Kolonel Untung Samsuri yang menyatakan bahwa telah terjadi gerakan militer dalam tubuh Angkatan Darat (AD) yang ditujukan kepada anggota Dewan Jenderal, pada Jumat 1 Oktober 1965, pukul 07.00 WIB, DPP Gerwani dan seluruh cabangnya masih sibuk dengan persiapan Kongres IV. Gerakan 30 September juga menyatakan, sejumlah jenderal yang merencanakan coup kontrarevolusioner telah ditangkap, dan alat komunikasi, serta sejumlah objek vital lainnya telah direbut oleh Gerakan 30 September. Selanjutnya akan dibentuk dewan-dewan revolusi, mulai dengan dewan revolusi tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa yang terdiri dari orang-orang sipil dan militer.

Selain pengumuman di pagi hari itu, RRI juga membuat beberapa pengumuman lainnya dari Gerakan 30 September. Namun, hal ini justru membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah yang sebenarnya sedang terjadi? Para pengurus DPP Gerwani yang masih sibuk mempersiapkan Kongres IV di hari itu mendapat kabar bahwa enam orang jenderal dan seorang perwira tewas terbunuh di Lubangbuaya, tempat para sukarelawan dan sukarelawati Gerwani, PR, SOBSI, dan organisasi lainnya mengikuti latihan perang. Beberapa hari kemudian, terjadi kehebohan di masyarakat. Berbagai surat kabar lokal dan nasional yang mengutip sumber harian Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha milik tentara memberitakan keterlibatan Gerwani dalam pembunuhan jenderal-jenderal dan Gerakan 30 September pimpinan Untung.

Setelah kudeta 30 September 1965, Gerwani dilarang dan banyak anggotanya tewas. Di bawah Presiden Soeharto organisasi ini menjadi contoh yang sering dikutip dari tindakan amoralitas dan gangguan selama era pra-1965. Gerwani adalah salah satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September, dan menyiksa jendral-jendral yang ditangkap sebelum mereka dibunuh di Lubang Buaya. Organisasi itu dilarang bersama dengan sebagian besar kelompok berhaluan kiri yang lain. Anggota Gerwani telah membantu untuk membunuh jenderal, dan telah menari telanjang, mengebiri laki-laki, memotong alat kelamin tawanan mereka dan terlibat dalam perbuatan amoral sejenis lainnya. Para mantan aktivis Gerwani  membantah bahwa tuduhan-tuduhan tersebut adalah palsu. Berdasarkan hasil visum pada thn 2000, tidak ditemukan adanya pemotongan alat kelamin dan penyiksaan lainnya.
Setelah Soeharto menjadi presiden, Gerwani dilarang keberadaannya. Ribuan gerwani dibunuh sebagai bagian dari pembersihan anti-komunis berdarah, dan pembunuhan seperti halnya banyak orang lain yang dicurigai sebagai anggota PKI dan juga menyebabkan jatuhnya Sukarno.

Sumber :
https://www.boombastis.com/fakta-gerwani/71018

Tidak ada komentar: