Sabtu, 04 Agustus 2018

Bahasan Artikel Di Balik Sukses Jaringan Rudy karya Sudarmadi dan herning Banirestu


Artikel :
Di Balik Sukses Jaringan Rudy
Thursday, July 29th, 2010 oleh : Sudarmadi dan Herning Banirestu .. www.swa.co.id

Kelompok salon ini terus berkembang dengan jaringan yang luas dan merek yang beragam. Apa kunci suksesnya?
Easy come, easy go. Itulah salah satu gambaran yang umum dipakai untuk melukiskan fenomena bisnis salon. Tak sulit membuka usaha salon dan tak sulit juga menutupnya suatu saat. Bisnis ini entry barrier-nya memang rendah, jumlah pemainnya pun berjibun. Karena usaha salon lebih cocok untuk usaha kelas rumahan, ada asumsi bisnis ini sulit dikembangkan menjadi usaha serius dengan skala yang lebih besar.
Betul begitu? Tampaknya tak selalu demikian. Setidaknya bila menengok kelompok usaha salon Rudy Hadisuwarno, yang dirintis dari gang sempit di Jl. K.H. Hasyim Ashari (dikenal dengan nama Jalan Kemakmuran). Tak salah bila kini disebutkan bahwa bisnis salon tergolong besar.
Salon Rudy sudah berkembang menjadi berpuluh-puluh gerai dengan merek dan pelanggan setia yang berbeda-beda. Ada Salon Rudy Hadisuwarno, Salon Rudy, Brown Salon By Rudi Hadisurwarno, Maxx, Nabila, dll. Gerainya tak hanya di Jakarta, tetapi sudah menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Papua. Malahan usahanya telah masuk ke produk ritel perawatan rambut, tak semata-mata jasa salon.
Saat ini di bawah grup usaha PT Rudy Hadisuwarno setidaknya terdapat tiga unit bisnis. Pertama, divisi salon: mengelola semua salon, baik yang dimiliki sendiri maupun yang dikembangkan dengan konsep waralaba. Kedua, divisi institusi pendidikan. Ketiga, divisi produk dan distribusi, antara lain memasarkan merek-merek produk perawatan rambut (sampo, kondisioner, produk pewarna, dll.)
Membesarnya salon Rudy yang dirintis pada 1968 (baru berbentuk PT pada 1972) sejatinya tak lepas dari pengelolaannya yang memang lain dari umumnya pengelolaan salon. Khususnya bila melihat kesungguhannya mengembangkan organisasi, termasuk SDM yang menjadi tulang punggung bisnisnya.
Oliver Hadisuwarno, CEO PT Rudy Hadisuwarno, menggambarkan bahwa sejak 2003 pihaknya serius menata usaha salon dan memperbaiki manajemennya. Ketika itu bisnis salon Rudy memang punya momentum perkembangan yang pesat sehingga kemudian dilakukan peralihan dari perusahaan keluarga ke profesional. “Sebelum 2002 bisnis masih dikelola generasi pertama. Tahun 2003 perekrutan tim profesional mulai gencar,” ujar Oliver yang bergabung dengan salon Rudy pada 2006. Sebagai informasi, dari keluarga Rudy, yang ikut mengelola grup usaha ini adalah Rudy sendiri, Gunawan (saudara kandung), Oliver (keponakan) dan adik Oliver.
Mengiringi profesionalisasi pengelolaan bisnis, model bisnisnya pun dirapikan, disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Dulu grup usaha ini hanya bermain di salon premium yang eksklusif dan mahal dengan nama Salon Rudy Hadisuwarno (latar desain salon ini mayoritas hitam). Namun, krisis moneter 1997 yang menyebabkan penurunan daya beli mendorong grup usaha ini berani mengambil segmen menengah. Itulah yang menjadi pemicu dikeluarkannya merek baru, Salon Rudy.
Awalnya, muncul kekhawatiran citra premium Salon Rudy Hadisuwarno akan turun ketika membuat merek baru yang menggarap pasar lebih bawah. Nyatanya, tidak. “Salon Rudy sekarang paling menjamur,” Oliver menunjuk fakta. Saat ini Salon Rudy Hadisuwarno yang eksklusif punya 10 cabang, sedangkan Salon Rudy berkembang menjadi 68 cabang. “Kami hanya punya 20% dari total cabang, sisanya milik franchisee,” imbuhnya. Salon Rudy tersebar ke berbagai kota di Indonesia, bahkan ada 7 cabang di Merauke, Papua Barat.
Pengembangan terus dilakukan. Tahun 2000, Rudy membuat terobosan dengan membuka salon yang menyasar mereka nan berjiwa muda dan funky. “Anak muda kan tidak mau masuk ke salon yang kesannya tua! Maka kami buat yang bergaya retro, funky, warna- warni, servisnya pun berjiwa anak muda,” papar Oliver yang sempat bekerja 3,5 tahun di Citigroup. Maka, lahirlah Brown Salon by Rudy Hadisuwarno yang kini punya 17 cabang.
Selanjutnya, dua tahun lalu Rudy juga mengeluarkan merek salon khusus pria: Salon Maxx. Salon ini menyasar laki-laki stylish. Gerainya ada di beberapa wilayah seputar Jakarta seperti Serpong, Tangerang, Cinere (Depok), dan segera akan buka di Medan. Bahkan, pihaknya pun membuka salon khusus muslimah di Surabaya dengan nama Salon Nabila.
Dalam penataan manajemen, grup ini kemudian lebih banyak mengembangkan bisnis dengan pola waralaba ketimbang model kerja sama. Dulu, meski Salon Rudy Hadisuwarno merupakan pelopor waralaba salon di Indonesia dan memulai waralaba pada 1996, dalam operasionalnya lebih banyak dipakai konsep kerja sama (partnership) dengan pemilik modal atau properti. Kini pola itu tidak dipakai lagi. “Sekarang, dari seluruh outlet salon kami, kalau tidak 100% milik kami, kemungkinannya salon waralaba, yang operasionalnya semua di bawah PT Rudy Hadisuwarno,” papar Oliver.
Menurut pengamatan lulusan London School of Economic yang selama 6 tahun tinggal Inggris itu, grup salon Rudy berkembang karena Rudy memiliki perhatian yang sangat kuat terhadap pengembangan SDM di perusahaannya, selain karena kharisma Rudy yang disegani. “Pak Rudy selalu berpikir untuk beberapa tahun ke depan, 10 tahun ke depan,” ungkap Oliver. Tak mengherankan, di perusahannya sudah dibangun organsiasi, lengkap dengan jabatan-jabatan dan tanggung jawabnya, sebagaimana perusahaan modern umumnya.
Hanya saja, struktur organisasinya dibuat sangat ramping. Sama seperti perusahaan lain, perusahaan ini dipimpin oleh board of director. Di bawahnya ada sejumlah general manager yang mengelola unit-unit bisnis. Lalu, ada Departemen Pemasaran yang mengurusi komunikasi pemasaran, kehumasan, promo konsumer, desain, dan sebagainya. Lalu, ada Divisi Operasional yang mengelola salon, serta Divisi Institusi Pendidikan. Jadi, organisasinya sejak awal sudah disiapkan, tak seperti salon pada umumnya yang berkembang semata-mata karena faktor entrepreneurship. Rudy kini menjabat sebagai komisaris utama.

Bentuk kepedulian pada SDM antara lain tecermin dalam pengelolaannya. Di grup salon Rudy, pengelolaan SDM dipegang manajer HRD yang di dalamnya ada dua bagian: Rekrutmen dan Edukasi. Masing-masing ada chief-nya. “Kami tidak ingin HRD hanya sebatas personalia, tapi harus memikirkan pengembangan SDM. Maka, dipegang oleh dua orang berbeda,” Oliver menjelaskan kiatnya. Bagian Edukasi dibutuhkan guna mengembangkan para stylist supaya tidak ketinggalan teknik dan agar grup selalu menghasilkan orang terbaik. Adapun Bagian Rekrutmen memikirkan bagaimana mendapat orang bagus, mengurusi jenjang karier dan bagaimana mencetak orang.
Di grup salon Rudy, pengembangan SDM memang jadi tuntutan mengingat salon tumbuh pesat, baik salon milik sendiri maupun waralaba. “Para franchisee bisa minta kami supaya cari orang-orangnya, tapi ada juga yang mencari sendiri. Orang-orang yang mereka bawa tetap harus masuk ke kampus kami untuk standardisasi,” katanya. Karena itulah, Divisi Training Center di Salon Rudy Hadisuwarno sangat vital.
Sejauh ini manajemen menawarkan karier di grup melalui dua jalur. Oliver menyebutnya dengan people technique dan people managerial. Keduanya memiliki jenjang dan pelatihan yang berbeda. Soal rekrutmen, ada karyawan yang mendapat edukasi dari beasiswa, kemudian dikontrak bekerja dengan salon ini. Namun, ada juga yang mulai dari melamar kerja ke grup ini. Yang sudah siap secara teknis langsung masuk ke kelas pemantapan: bukan hanya pemantapan teknik, tetapi juga visi-misi perusahaan, layanan pelanggan dan loyalitas. Semua pekerjaan ini dikelola Divisi Training Center.
Di jalur people managerial pun karyawan harus masuk ke kelas pelatihan, tetapi dengan modul berbeda. Ilmu yang diberikan ke mereka antara lain administrasi salon, penanganan pelanggan, bagaimana menghadapi komplain, pengetahuan tentang produk dan manajemen keuangan. “Tiap hari ada orang yang datang dan dipilih untuk masuk dalam grup kami,” tutur Oliver. Mereka yang sudah bekerja di dalam grup ini pun bukan berarti pelatihannya berhenti. Paling tidak 6 bulan para manajer gerai salon harus kembali ke kelas untuk belajar tren baru. “Pelanggan makin pintar dan banyak tuntutannya,” kelahiran 5 Oktober 1981 itu memberi alasan.
Pelatihan untuk pengelola salon dilakukan lewat koordinasi dengan Divisi Operasional yang bertugas memantau kondisi salon dan problemnya. Di grup ini, tiap manajer gerai (store manager) wajib melaporkan kondisi salon ke manajer area — biasanya manajer area bertanggung jawab atas 10-15 gerai. Nah, edukasi yang dilakukan bagi kelompok manajer gerai ini dibagi dua: edukasi alam (orang yang dari nol kemampuannya) dan edukasi lanjutan. Tiap orang berbeda frekuensi pemantapannya. “Orang yang performanya lambat berarti frekuensi pemantapannya harus sering-sering,” kata Oliver. Para manajer juga selalu berkumpul tiap 6 bulan, dan setahun sekali ada National Sales Meeting.
Mursani Tarigan, Operational Head PT Rudy Hadisuwarno, mengatakan bahwa pengembangan SDM memang menjadi kepedulian grupnya. “Kami selalu memberi training-training terkait dengan bisnis, apalagi kami punya banyak franchisee. Kami ingin mereka happy,” ujar Mursani yang sudah tiga tahun bergabung. Pihaknya menjalankan pelatihan yang belum pernah diberikan agar SDM terus berkembang. Ditambahkannya, kelebihan grup ini adalah memiliki “kampus” yang berfungsi mencetak orang dan sebagai tempat pengembangan.
Yang pasti, termasuk dalam pengembangan SDM dan organisasi di grup salon Rudy, pengelola pun telah merancang jenjang karier bagi karyawannya, baik di bagian teknis maupun manajerial. Di jalur manajerial, mulai dari kasir di gerai, dia melapor ke manajer gerai. Dari kasir bisa menjadi manajer gerai. Kemudian, manajer gerai bisa naik menjadi manajer area jika kinerjanya bagus. Dari manajer area naik menjadi manajer operasi yang membawahkan beberapa area. “Setelah bisa menjadi generalis, ia akan dikembalikan sesuai dengan passion-nya ke mana, mau menjadi GM pemasaran atau GM operasi,” kata Oliver.
Contohnya, manajer gerai. Jika berprestasi, misalnya membangun tim dengan baik, meningkatkan omset dan menciptakan sesuatu yang belum ada di salon lain, dia bisa menjadi manajer area. Manajer gerai selama ini ada yang diambil dari internal, tetapi juga bisa direkrut dari luar. Kalau dari luar, bisa diambil dari berbagai disiplin apa pun yang kemudian diberi pelatihan. “Asal dia punya passion dalam hal pelayanan dan hospitality,” tambah Mursani yang juga memegang posisi Manajer Waralaba.
Untuk karier teknis, jenjang kariernya tersedia mulai dari bawah, yaitu therapist yang tugasnya melakukan perawatan rambut. Lalu, bisa naik menjadi stylist junior setelah mendapat beasiswa pendidikan dari dalam. Kemudian, berkembang menjadi stylist senior. “Stylist itu rata-rata bisa naik menjadi senior stylist setelah 2-3 tahun berkarier,” ujar Mursani. Jenjang berikutnya, dia bisa memilih, misalnya mengajar atau naik ke jenjang salon yang lebih mahal — jika sebelumnya berada di salon segmen bawahnya. “Stylist senior ini pun bisa naik menjadi tim artistik, menjadi bagian dari tim kreatif yang ikut pemotretan dengan Pak Rudy atau masuk menjadi tim yang sering naik panggung untuk memperkenalkan tren-tren baru.”
Untuk pengembangan SDM internal, pihak Rudy menggunakan lembaga yang berbeda dari institusi pendidikan eksternal. Yakni, Rudy Hadisuwarno Education Center. Sentra pendidikan ini ada di beberapa lokasi, antara lain di Cideng, Jakarta Barat — akan dipindahkan ke Sudirman Park, tempat kantor PT Rudy Hadisuwarno — dan di Yogyakarta. Rencananya, sentra pelatihan akan dibuat di beberapa tempat lain sesuai dengan area: Indonesia Barat, Indonesia Tengah dan Indonesia Tengah.
Selain sentra pendidikan untuk internal, grup ini juga membangun Rudy Hadisuwarno School of Hairdressing, sekolah yang setara dengan diploma tata rambut. Sekarang total ada 12 sekolah di seluruh Indonesia. Lama pendidikan untuk mencapai diploma 9 bulan. Sekolah ini lebih mengarah ke komersial untuk orang luar, walaupun juga digunakan untuk pengembangan SDM internal.
Lebih dari itu, menjawab kebutuhan orang yang ingin memperdalam lagi ilmu tata rambut, khususnya bagi yang telah bekerja 3-5 tahun di salon, grup salon Rudy menyediakan institusi pendidikan Hair Academy. “Ini bagi yang ingin lebih advance, yang ingin menjadi seniman rambut. Pengajarnya para tim artistik Rudy Hadisuwarno Salon,” kata Oliver.
Lena Mulyana, karyawan grup salon Rudy, merasakan perusahaannya memang memberi peluang karier yang cukup luas bagi karyawan. “Office boy pun diberi kesempatan jadi stylist kalau mereka mau dan mampu,” tutur wanita yang bekerja di grup ini sejak 1990. Lena kini menjabat sebagai Manajer Gerai Brown Salon Cideng. Awalnya, ia bekerja di bagian purchasing, lalu ditempatkan di penggajian, berikutnya di bagian keuangan. “Saya lalu diterjunkan ke salon. Selain itu, saya juga ada di akademinya,” ujar perempuan pehobi tenis ini.
Menurut ibu seorang anak kelahiran 11 Juni 1970 ini, tiap orang punya kesempatan yang sama untuk berkarier dan mengembangkan diri. “Banyak lho stylist dan tim artistik yang dari bawah,” ujarnya. Setelah dua tahun menjadi therapist, mereka yang mengembangkan keahlian teknik rambut bisa menjadi stylist (asisten, junior, senior), kemudian berkembang hingga menjadi tim artistik. Lena sendiri merasa berpeluang menjadi manajer area jika bisa menorehkan prestasi yang baik.
Para pekerja di salon ini (bagian penataan dan perawatan rambut) biasanya pekerja kontrak, tetapi mereka bisa ditarik manajer area menjadi staf tetap Rudy Hadisuwarno Organization (RHO). Maklum, manajer area selalu meninjau kinerja salon. Dari tinjauan tersebut, mereka bisa mengambil keputusan mau ekspansi ke mana dan siapa saja orang yang bisa ditingkatkan dari nonstaf menjadi staf RHO.
Menurut Riri Satria, pengamat manajemen yang juga doktor lulusan Institut Pertanian Bogor, praktik manajemen SDM di grup salon Rudy sudah menunjukkan laiknya profesional company, yakni organisasi atau perusahaan yang penggeraknya adalah para profesional. Menurutnya, pada organisasi seperti salon Rudy, justru jenjang profesional teknik (bukan manajerial) yang jadi ujung tombak. Maka, kemampuan mereka menjadi hal utama untuk terus dikembangkan dalam people development yang berkelanjutan. Maksudnya, agar kemahiran dan pengetahuan teknik mereka terus berkembang.
Dalam hal ini, kemampuan retensi SDM sangat penting. Yaitu, “Menahan orang-orang terbaik agar tetap di perusahaan.” Caranya dengan menerapkan sistem ikatan kotrak kerja untuk menahan orang — walau Riri tidak menyarankan karena sifatnya memaksa dan merupakan cara kuno – atau dengan membuat suasana kerja menyenangkan.
Cara menahannya bukan hanya dengan memberikan gaji besar, tetapi juga memahami keinginan mereka. “Sebab, para profesional teknik ini yang men-drive perusahaan, sedangkan para manajerial fungsinya mendukung mereka,” kata Riri. Namun, inilah tantangan perusahaan profesional, menahan orang terbaiknya agar tetap bertahan. Budaya individu karyawan harus dijaga agar tidak terlalu jauh gap-nya dengan budaya perusahaan. Itu membuat orang merasa dimanusiakan. “Pekerjaan SDM harus strategis dan concern pada pengembangan dan retensi people yang tepat.”
Oliver berharap perusahaannya menjadi pengelola salon multimerek yang sukses bukan saja di kancah lokal, tetapi juga regional. Pihaknya ingin membuka cabang sebanyak-banyaknya agar bisa diakses di seluruh Indonesia. “Ini sesuai dengan tag line kami, We Beautify the Nation. Kami ingin mempercantik negara ini dengan penampilan, juga kemampuan yang baik,” katanya menandaskan. Kalau ini sukses, lantas siapa yang berani mengatakan bisnis salon itu “easy come easy go”?

Kunci Tumbuhnya Grup Salon Rudy
Melakukan peralihan dari perusahaan keluarga ke professional
Meluncurkan multimerek salon untuk segmen pasar yang berbeda-bedaMeniadakan konsep pengembangan usaha dengan kerja sama dan menggantinya dengan pola waralaba
Menjadikan pengelolaan SDM sebagai perhatian utama
Menyiapkan jenjang karier yang jelas bagi orang teknis dan manajerial
Membangun sentra pendidikan yang serius bagi kebutuhan internal ataupun eksternal
 Analisa :
Customer Loyalty memang sangat berpengaruh membentuk brand loyalty karena ketika pelanggan sangat loyal terhadap suatu brand, brand tersebut, maka brand tersebut akan mampu untuk bertahan dan berkembang. Loyalitas pelanggan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha. Seorang tukang potong rambut keliling akan sangat senang apabila memiliki sepuluh pelanggan setianya. Dimana pelanggan tersebut secara rutin dating untuk potong rambut.
Saat ini pelanggan memiliki sarana-sarana pendukung untuk melakukan alternatif terhadap suatu produk yang diinginkannya. Hal ini lah yang disebut dengan Costumer Perceived value. Hal inilah yang membuat perusahaan berusaha keras membangun kepuasan pada sisi konsumen. Kepuasan ini akan menimbulkan loyalitas yang memiliki euntungan jangka panjang.
Kita akan mencoba menganalisa kelompok Usha aRudy ini dengan berdasar pada pemahaman Philip Kottler danKevin Lane keller.
Kita akan memandang pada sisi manajerial dalam melakukan nalisis nilai pelanggan untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan perusahaan relatif terhadap kompetitornya:
  1. Mengidentifikasi atribut dan manfaat utama yang dinilai pelanggan.
Pelanggan ditanyai dan diamati apa yang mereka inginkan, dan apa yang membuat mereka nyaman dalam memotong rambut.
  1. Menilai arti penting kuantitatif dari atribut dan manfaat yang berbeda.
Mencoba menwarkan kepada pelanggan suasana-suasana potong rambut berdasarkan segmentasi yang sesuai dengan pelanggan, hal ini dilakukan untuk  memberi kebebasan peloanggan dalam memotong rambut.
  1. Menilai kinerja perusahaan dan pesaing berdasarkan nilai pelanggan yang berbeda dan membandingkannya peringkat arti pentingnya.
Pihak manajer agar selalu memantau dan mengamati kompetitor dekat seperti Johni Andrean, hal ini bias dilakukan dengan intelijen pemasaran atau riset pemasaran.  Dalam hal ini pihak manajemen harus benar-benar memperhatikan kenyamanan pelanggan.
  1. Mempelajari bagaimana pelanggan dalam segmen tertentu menentukan peringkat kinerja perusahaan terhadap pesaing utama tertentu berdasarkan suatu atribut atau manfaat.
Ketika manajemen melakukan differensiasi produknya, manajemen harus juga melihat kepada kompetitornya dan respon pelanggan sebagai pengguna
  1. Mengamati nilai pelanggan sepanjang waktu.
Secara berkala pihak manajemen area selain melakun inspeksi mendadak ke salon di areanya, ditambah juga dengan melakukan check list secara langsung kepada beberapa pelanggan secara acak, untuk mengetahui keinginan pelanggan yang bisa berubah ubah.

Rudi Hadisuwarno sebagai perusahaan mencoba menjaring dan memegang loyalitas pelanggannya dengan beberapa langkah. Langkah pertama adalah melakukan difersifikasi usaha salonnya. Membedakan segmentasi salon dari level atas, menengah, remaja, khusus lelaki, dan kaum muslimah. Langkah kedua dengan memberikan pendidikan secara berjenjang kepada pegawainya. Langkah ketiga adalah dengan mengikat pegawainya dengan kontrak yang lebih menarik dan kompetitif apabila pegawai tersebut memiliki kemaampuan luar biasa dan disukai pelanggan. Hal ini menimbulkan satisfaction. Satisfaction dapat diukur dengan kedatangan kembali pelanggan. Kedatangan pelanggan secara kontinu inilah yang membentuk
Peppers dan Rogers membuat kerangka kerja empat langkah untuk pemasaran satu-satu yang dapat diterapkan ke pemasaran :
  1. mengidentifikasi prospek dan pelanggan.
Rudi melakukan franchising terhadap produknya untuk memudahkannya dalam membuat cabang. Kesempatan pegawai untuk mendapatkan pendidikan sampai tahap lanjut.
  1. Mendifferensiasikan pelanggan berdasarkan kebutuhan mereka dan nilai mereka untuk perusahaan.
Rudi Hadisuwarno melakukan segmentasi terhadap pelanggan, agar memudahkan pelanggan atau membuat nyaman pelanggan.
  1. Berinteraksi dengan pelanggan perorangan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kebutuhan perorangan dan membangun hubungan lebih kuat.
Segmentasi yang dilakukan Rudi juga menyasar kepada laki-laki dan wanita muslimah, suatu segmen yang benar-benar khusus.
  1. Memodifikasi produk, layanan, dan pesan kepada setiap pelanggan.
Ada divisi yang mengurusi khusus salonnya dan ramuan-ramuan mengenai rambutnya

Loyalitas jika tidak dimanage secara professional berpotensial menghilang dalam lima tahun.




Tidak ada komentar: