BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
masa sekarang ini dunia bisnis di Indonesia dipengaruhi oleh globalisasi dan
persaingan bebas antar perusahaan yang ada dalam pasar. Adanya globalisasi dan persaingan
bebas menuntut setiap perusahaan untuk selalu mengembangkan strateginya agar
dapat bertahan hidup, berkembang dan berdaya saing tinggi. Strategi bersaing
yang berusaha mengembangkan (membesarkan) perusahaan sesuai dengan ukuran besaran
yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan disebut
strategi pertumbuhan. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui pertumbuhan
internal atau merger dan akuisisi (Swarsono, 2004).
Pertumbuhan internal dilakukan dengan
cara memperluas kegiatan perusahaan yang sudah ada, misalnya dengan cara
menambahkan kapasitas pabrik, menambah produk atau mencari pasar baru.
Sementara merger dilakukan dengan menggabungkan dua atau lebih perusahaan
dimana salah satu nama perusahaan yang bergabung tetap digunakan sedangkan yang
lain dihilangkan dan akuisisi dilakukan dengan pembelian seluruh atau sebagian
kepemilikan suatu perusahaan.
PT. HM. Sampoerna, Tbk. sebagai salah
satu perusahaan rokok terkemuka di Indonesia telah melaksanakan berbagai
strategi bisnis agar dapat bertahan hidup, berkembang, dan mempunyai daya saing
tinggi dalam persaingan industri rokok di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan
menjual sebagian kepemilikan saham PT. HM. Sampoerna, Tbk kepada pihak lain.
Proses penjualan saham inilah yang disebut dengan proses akuisisi. Dalam hal
ini, PT. HM. Sampoerna, Tbk menjual sahamnya kepada PT. Philip Morris Indonesia
(anak perusahaan Philip Morris Internasional) pada tanggal 18 Mei 2005. Dan
pada tahun 2007, PT. Philip Morris Indonesia telah menguasai mayoritas
kepemilikan saham pada PT. HM. Sampoerna, Tbk hingga mencapai 97%.
Manajemen PT. HM. Sampoerna, Tbk
mempunyai harapan besar dengan dilakukannya proses akuisisi ini. Manajemen
berharap proses akuisisi dapat meningkatkan kinerja perusahaan baik itu kinerja
pemasaran, operasi perusahaan, dan keuangan karena didukung oleh sumber daya
dan sumber dana yang besar dari Philip Morris Internasional. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk meneliti pengaruh akuisisi terhadap kinerja perusahaan
terutama kinerja keuangannya. Berdasarkan latar belakang diatas maka paper ini mengambil judul “PENGARUH AKUISISI PT. PHILIP MORRIS
INDONESIA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PT. HM. SAMPOERNA, Tbk.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam paper ini adalah:
1. Apakah
terdapat perbedaan kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk antara sebelum dan
sesudah akuisisi dilihat dari rasio likuiditas (liquidity ratio) ?
2. Apakah
terdapat perbedaan kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk antara sebelum dan
sesudah akuisisi dilihat dari rasio manajemen asset (asset management ratio) ?
3. Apakah
terdapat perbedaan kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk antara sebelum dan
sesudah akuisisi dilihat dari rasio manajemen utang (debt management ratio) ?
4. Apakah
terdapat perbedaan kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk antara sebelum dan
sesudah akuisisi dilihat dari rasio profitabilitas (profitability ratio) ?
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Profil Perusahaan
Awal mula
berdirinya PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk. (PT. HM. Sampoerna) dimulai pada tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee,
seorang imigran asal Cina. Ia mulai membuat dan menjual rokok kretek linting
tangan dirumahnya di Surabaya, Indonesia. Perusahaan kecilnya tersebut
merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan rokok
kretek dan rokok putih secara komersial.
Rokok kretek
tumbuh populer dengan pesat. Pada awal 1930-an Liem Seeng Tee mengganti nama
keluarga dan perusahaannya menjadi Sampoerna. Setelah usahanya berkembang cukup
mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat tinggal keluarga dan pabriknya ke
sebuah kompleks gedung yang telah terbengkalai di Surabaya. Bangunan tersebut
kemudian direnovasi, dan dikenal sebagai Taman Sampoerna yang masih memproduksi
SKP PT. HM Sampoerna. Pada masa perang Dunia II dan penjajahan Jepang, Liem
Seeng Tee ditahan dan usahanya ditutup oleh penjajah.
Setelah perang
berakhir, ia dibebaskan dan memulai usahanya kembali. Namun pada tahun 1959,
tiga tahun setelah Liem Seeng Tee wafat dan setelah perang kemerdekaan berakhir
pada tahun 1950-an, perusahaan Liem Seeng Tee kembali terancam bangkrut. Pada
tahun tersebut, Aga Sampoerna (putra kedua Liem Seeng Tee) ditunjuk untuk
menjalankan perusahaan keluarga Sampoerna dan berhasil membangaun kembali.
Putra kedua Aga, yaitu Putra Sampoerna, mengambil alih kemudi PT. HM Sampoerna
pada tahun 1978.
Di bawah
kendalinya, PT. HM Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan
struktur perseroan modern dan memulai investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT
HM Sampoerna memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek
terkemuka di Indonesia. PT. HM Sampoerna, Tbk merupakan produsen sejumlah merek
rokok kretek ternama seperti Sampoerna Hijau, Sampoerna A Mild, dan “Raja
Kretek” yang melegenda, yaitu Dji Sam Soe.
Pada tahun 2007,
PT. HM Sampoerna, Tbk memiliki pangsa pasar sebesar 28% di pasar rokok
Indonesia, berdasarkan Audit Ritel AC Nielsen. Dan PT. HM Sampoerna, Tbk saat
ini memiliki lebih dari 30.000 karyawan di seluruh Indonesia.
B. Pengertian Akuisisi
Akuisisi berasal
dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), makna
harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk
ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam
terminologi bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau
pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan
dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis
sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2003).
C. Keunggulan dan Kelemahan Akuisisi
Alasan suatu perusahaan melakukan akuisisi adalah ada
“manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti.
Secara spesifik, keunggulan dan manfaat akuisisi antara lain adalah : (Moin,
2003)
1.
Mendapatkan
cashflow
dengan cepat karena produk dan pasar
sudah jelas.
2.
Memperoleh
kemudahan dana/pembiayaan karena kredititor lebih percaya dengan perusahaan
yang telah berdiri dan mapan.
3.
Memperoleh
karyawan yang telah berpengalaman.
4.
Mendapatkan
pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal.
5.
Memperoleh
sistem operasional dan administratif yang mapan.
6.
Mengurangi
resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.
7.
Menghemat
waktu untuk memasuki untuk memasuki bisnis baru.
8.
Memperoleh
infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.
Disamping
memiliki keunggulan, akuisisi juga memiliki kelemahan sebagai berikut:
1.
Proses
integrasi yang tidak mudah.
2.
Kesulitan
menentukan nilai perusahaan target secara akurat.
3.
Biaya
konsultan yang mahal.
4.
Meningkatnya
kompleksitas birokrasi.
5.
Biaya
koordinasi yang mahal.
6.
Seringkali
menurunkan moral organisasi.
7.
Tidak
menjamin peningkatan nilai perusahaan.
8.
Tidak
menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham.
D. Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kinerja diartikan sebagai
“sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (tentang
peralatan). Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan dapat didefinisikan
sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai
tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan.
Analisis kinerja keuangan dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai implementasi
strategi perusahaan dalam hal akuisisi yang telah dilakukan agar perusahaan
dapat bertahan hidup, berkembang, dan mempunyai daya saing tinggi di tengah era
globalisasi dan persaingan bebas.
E. Metode Analisis Kinerja Keuangan dengan
Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan
untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan. Rasio merupakan alat yang
memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan
hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan
laba rugi. Adapun jenis rasio yang digunakan dalam tulisan ini adalah:
1.
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio).
Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka
pendek. Ukuran likuiditas yang digunakan dalam tulisan ini yaitu:
a. Current
Ratio.
Current
ratio dihitung dengan membagi aktiva lancar
dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya aktiva yang diharapkan
akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek untuk menutup kewajiban lancar.
Rasio yang rendah menunjukkan kurangnya modal untuk membayar hutang. Namun
rasio yang tinggi tidak selalu berarti perusahaan sedang dalam keadaan yang
baik. Hal tersebut dapat berarti bahwa kas tidak digunakan sebaik mungkin. Perhitungan
current
ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Current
Ratio
|
=
|
Current
Asset
|
Current
Liabilities
|
b. Quick Ratio.
Quick
ratio dihitung dengan mengurangi persediaan
dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan dihilangkan
karena dianggap aktiva yang sulit dikonversi menjadi kas dengan cepat.
Perhitungan quick ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Quick
Ratio
|
=
|
Current
Asset - Inventories
|
Current
Liabilities
|
2.
Rasio Manajemen Aset (Asset Management Ratio)
Rasio manajemen aset dihitung dari
perbandingan antara tingkat penjualan dengan berbagai elemen aktiva/aset. Rasio
ini mengukur efektivitas suatu perusahaan dalam mengelolah aktiva/asetnya.
Rasio manajemen aset yang digunakan dalam tulisan ini adalah :
a.
Inventory
Turnover Ratio
Inventory Turnover Ratio dihitung
dengan membagi penjualan dengan persediaan. Rasio ini menunjukkan perputaran
persediaan dalam suatu perusahaan. Semakin cepat perputaran persediaan maka
semakin efektif perusahaan dalam mengelolah penjualan. Perhitungan inventory turnover ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Inventory
Turnover Ratio
|
=
|
Sales
|
Inventories
|
b.
Days
Sales Outstanding (DSO)
Days
Sales Outstanding dihitung dengan membagi piutang dengan
rata-rata penjualan per hari. Rasio ini menunjukkan seberapa cepat penjualan
yang dilakukan dapat ditagih dalam bentuk tunai dari piutang yang dimiliki oleh
perusahaan. Perhitungan days sales
outstanding (DSO) dapat dirumuskan sebagai berikut :
DSO
|
=
|
Receivables
|
Average
sale per day (Annual Sales/365)
|
c.
Fixed
Asset Turnover (FATO) Ratio
Fixed
asset turn over mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
aktiva tetapnya. Semakin rendah fixed asset turn over, berarti
penggunaan aktiva tetapnya semakin kurang efisien. Untuk mengukur besarnya fixed
asset turn over dihitung dengan rumus sebagai berikut :
FATO
Ratio
|
=
|
Sales
|
Net
Fixed Assets
|
d.
Total
Asset Turnover (TATO) Ratio
Total
asset turn over mengukur
perputaran semua aktiva. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efektifitas
perusahaan dalam penggunaan total aktiva. Semakin tinggi rasio berarti semakin
baik manajemen dalam mengelola aktivanya, sedangkan semakin rendah
rasio menunjukkan buruknya kinerja
manajemen dalam mengelola aktivanya. Untuk menghitung total
asset turn over digunakan
rumus sebagai berikut :
TATO
Ratio
|
=
|
Sales
|
Total
Assets
|
3.
Rasio
Manajemen Utang (Debt Management Ratio)
Rasio debt management dihitung dari perbandingan utang dengan total aktiva dan
modal sendiri perusahaan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar utang bila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan.
Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana
dari pihak luar atau kreditor. Penggunaan utang pada perusahaan mempunyai
implikasi yang penting, yaitu : (Brigham, 2005)
1.
Dengan
meningkatkan pendanaan melalui utang, pemegang saham dapat mempertahankan
kontrol terhadap perusahaan tanpa meningkatkan investasi mereka.
2.
Jika
perusahaan mendapatkan dana lebih untuk investasi dari pinjaman daripada untuk
membayar bunga utang, maka tingkat pengembalian kepada pemegang saham akan
membesar tapi resiko mereka juga membesar.
3.
Para
kreditor melihat kepada ekuitas, atau dana pemilik perusahaan untuk menyediakan
margin of safety, sehingga apabila
proporsi dana yang disediakan oleh pemegang saham lebih besar maka resiko yang
dihadapi oleh kreditor lebih kecil.
Rasio manajemen
utang yang digunakan dalam tulisan ini adalah :
a. Debt to Total Asset Ratio (DAR)
Debt
to total asset ratio mengukur
seberapa besar seluruh utang dijamin oleh seluruh aktiva perusahaan. Kreditor
lebih menyukai rasio yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar
perlindungan terhadap kerugian kreditor dalam peristiwa
likuidasi. Namun, di sisi lain pemilik
saham lebih menyukai rasio yang tinggi karena dapat meningkatkan laba yang
diharapkan. Untuk mengukur besarnya debt to total
asset dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Debt to Total
Asset
Ratio
|
=
|
Total
Liabilities
|
Total
Assets
|
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini merupakan perbandingan
antara utang dengan ekuitas. Semakin tinggi rasio ini berarti ekuitas semakin
sedikit dibanding dengan utangnya. Bagi perusahaan ukuran utang sebaiknya tidak
melebihi dari ekuitas karena resiko menjadi tinggi apabila terjadi likuidasi
dan perusahaan akan kesulitan untuk membayar utang. Perhitungan debt to
equity ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Debt to Equity Ratio
|
=
|
Total
Liabilities
|
Owner’s
Equity
|
4.
Rasio Profitabilitas
(Profitability Ratio)
Rasio profitabilitas mengukur
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan
dalam mengontrol penerimaannya. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan dalam
tulisan ini adalah :
a.
Operating Profit Margin (OPM)
Operating
profit margin mengukur
berapa laba usaha yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan. Semakin
rendah rasio ini, semakin kurang baik karena biaya-biaya operasi naik.
Kemungkinan hal ini terjadi karena ada pemborosan. Perhitungan operating
profit
margin dapat dirumuskan sebagai berikut :
Operating Profit
Margin
|
=
|
Operating
profit
|
Sales
|
b.
Net
Profit Margin (NPM)
Net
profit margin mengukur
seberapa banyak laba bersih setelah pajak dan bunga yang dapat dihasilkan dari penjualan
atau pendapatan. Rasio yang rendah bisa disebabkan karena penjualan turun lebih
besar dari turunnya ongkos, dan sebaliknya. Setiap perusahaan berkepentingan
terhadap profit
margin yang tinggi. Untuk menghitung net
profit margin digunakan
rumus sebagai berikut:
Net Profit
Margin
|
=
|
Net
profit
|
Sales
|
c.
Basic
Earning Power (BEP)
Basic Earning Power digunakan
untuk mengukur seberapa besar aset digunakan untuk menghasilkan keuntungan
(laba kotor). Rasio ini dihitung dengan membagi keuntungan sebelum bunga dan
pajak dengan total aset, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Basic Earning
Power
|
=
|
Earnings
Before Interest and Tax (EBIT)
|
Total
Assets
|
d.
Return
On Total Assets (ROA)
Return On Total Assets mengukur keuntungan yang dihasilkan dari
seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio yang rendah menunjukkan kinerja
yang buruk atas pemanfaatan aktiva yang buruk oleh manajemen, sedangkan rasio
tinggi menunjukkan kinerja atas penggunaan aktiva yang baik. Untuk menghitung Return On Total Assets digunakan rumus sebagai berikut :
Return On Total
Assets
|
=
|
Net
Income available to common stockholders
|
Total
Assets
|
e.
Return
On Equity
(ROE)
Return
On Equity mengukur seberapa banyak laba bersih
yang dapat dihasilkan dari investasi para pemegang saham dalam perusahaan. Rasio
yang rendah dapat diartikan bahwa manajemen kurang efisien dalam penggunaan
modal, sedangkan rasio yang tinggi dapat menunjukkan bahwa sebagian besar modal
diperoleh dari pinjaman atau manajemen sangat efisien. Untuk menghitung Return
On Equity digunakan rumus sebagai berikut ;
Return On Equity
|
=
|
Net
Income available to common stockholders
|
Common
Equity
|
BAB III
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Pada
bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa olahan data yang merupakan data
sekunder dan diperoleh penulis dari penelusuran di internet. Data yang
diperoleh merupakan data ringkasan laporan keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk
dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 (Juni 2007). Data
tersebut kemudian diolah untuk menunjukkan terjadinya perbedaan rasio keuangan
pada perusahaan sebelum dan sesudah dilakukannya akuisisi. Jadi yang
dibandingkan dalam tulisan ini adalah data rasio keuangan satu tahun sebelum
akuisisi (tahun 2004), data rasio keuangan pada saat akuisisi berlangsung
(tahun 2005), dan data rasio keuangan satu tahun sesudah dilakukannya akusisi
(tahun 2006). Sedangkan rasio keuangan yang digunakan untuk bahan perbandingan
adalah rasio likuiditas (liquidity ratio),
rasio manajemen aset (asset management
ratio), rasio manajemen utang (debt
management ratio), dan rasio profitabilitas (profitability ratio).
A.
Analisis
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Analisis
yang digunakan dalam pembahasan rasio ini adalah analisis deskriptif, yaitu
untuk melihat apakah terdapat perbedaan rasio likuiditas pada perusahaan
sebelum dan sesudah dilakukannya akuisisi dan apakah perbedaan tersebut
signifikan serta rasio tersebut semakin baik dari tahun ke tahun.
1.
Current
Ratio
Current
ratio menunjukkan besarnya aktiva yang
diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek untuk menutup
kewajiban lancar. Semakin tinggi tingkat current
ratio yang dimiliki perusahaan akan semakin baik, namun apabila terlalu
tinggi akan mengakibatkan terjadinya opportunity
cost karena tidak optimalnya perusahaan dalam penggunaan dana.
Tabel 1
Current
Ratio
PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Current Ratio
|
2,09x
|
1,70x
|
1,68x
|
Dari
Tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan current ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 (sebelum akuisisi) current ratio sebesar 2,09x yang menunjukkan bahwa current asset yang dimiliki perusahaan
mencapai 2,09x current liabilities
yang harus dibayar dalam jangka pendek. Pada tahun 2005 (saat akuisisi) current ratio mencapai 1,70x dan tahun
2006 (sesudah akuisisi) mencapai 1,68x. Ada dua hal menarik disini, pertama,
terjadi perubahan yang cukup signifikan current
ratio dari tahun 2004 ke tahun 2005, yaitu sebesar 0,39 (2,09-1,70). Namun pada
tahun 2005 ke tahun 2006 tidak terjadi perubahan yang signifikan, hanya sebesar
0,02 (1,70-1,68). Yang kedua adalah adanya trend
penurunan current ratio dari
tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kinerja keuangan perusahaan kurang bagus
dan apabila hal ini dibiarkan maka kepercayaan investor terhadap perusahaan
akan semakin berkurang dan pada akhirnya bisa menyebabkan penurunan harga
saham.
2.
Quick Ratio
Quick
ratio dihitung dengan mengurangi persediaan
dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Semakin tinggi
tingkat quick ratio yang dimiliki
perusahaan akan semakin baik, namun apabila terlalu tinggi akan mengakibatkan
terjadinya opportunity cost karena
tidak optimalnya perusahaan dalam penggunaan dana.
Tabel 2
Quick
Ratio
PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Quick Ratio
|
0,80x
|
0,48x
|
0,36x
|
Dari
Tabel 2 diatas kita ketahui bahwa terdapat perbedaan quick ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 quick ratio
sebesar 0,80x yang menunjukkan bahwa current
asset yang sudah dikurangi dengan inventories
perusahaan mencapai 0,80x current
liabilities yang harus dibayar dalam jangka pendek. Pada tahun 2005 quick ratio mencapai 0,48x dan tahun
2006 mencapai 0,36x. Selain itu terjadi perubahan yang cukup signifikan quick ratio dari tahun 2004 ke tahun
2005, yaitu sebesar 0,32 (0,80-0,48). Namun pada tahun 2005 ke tahun 2006 tidak
terjadi perubahan yang signifikan, hanya sebesar 0,12 (0,48-0,36). Hal yang
lain adalah adanya trend penurunan quick ratio dari tahun ke tahun. Hal ini
menunjukkan kinerja keuangan perusahaan kurang bagus dan apabila hal ini dibiarkan
maka kepercayaan investor terhadap perusahaan akan semakin berkurang dan pada
akhirnya bisa menyebabkan penurunan harga saham.
B.
Analisis
Rasio Manajemen Aset (Asset Management
Ratio)
Rasio manajemen aset mengukur keefektifan perusahaan untuk mengelolah
aset/aktivanya. Analisis yang digunakan
dalam pembahasan rasio ini adalah analisis deskriptif, yaitu untuk melihat
apakah terdapat perbedaan rasio manajemen aset pada perusahaan sebelum dan
sesudah dilakukannya akuisisi dan apakah perbedaan tersebut signifikan serta
rasio tersebut semakin baik dari tahun ke tahun.
1. Inventory
Turnover Ratio
Inventory
Turnover Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan menggunakan
persediaan (inventories) untuk
menghasilkan penjualan yang maksimal. Semakin tinggi nilai rasio semakin baik
karena pada tingkat penjualan tertentu ditunjang dengan inventories yang minimal.
Tabel 3
Inventory
Turnover Ratio PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Inventory
Turnover Ratio
|
3,61x
|
3,94x
|
3,98x
|
Dari
Tabel 3 diatas kita ketahui bahwa terdapat perbedaan inventory turnover ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan
sesudah akuisisi. Pada tahun 2004 inventory
turnover ratio sebesar 3,61x yang menunjukkan bahwa tingkat penjualan (sales) yang dapat dilakukan dengan
menggunakan inventories yang ada pada
perusahaan mencapai 3,61x. Pada tahun 2005 inventory
turnover ratio mencapai 3,94x dan tahun 2006 mencapai 3,98x. Selain itu
terjadi perubahan yang cukup signifikan inventory
turnover ratio dari tahun 2004 ke tahun 2005, yaitu sebesar 0,33 (3,94-3,61).
Namun pada tahun 2005 ke tahun 2006 tidak terjadi perubahan yang signifikan,
hanya sebesar 0,04 (3,98-3,94). Yang menarik adalah terjadi kenaikan rasio dari
tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kinerja perusahaan dalam hal yang
berhubungan dengan rasio ini semakin baik setelah dilakukannya proses akuisisi.
2.
Days Sales Outstanding (DSO)
Ratio
DSO
menunjukkan seberapa cepat perusahaan dapat mengubah receivables dari hasil penjualan menjadi bentuk cash. Dengan kata lain, berapa hari yang
dibutuhkan perusahaan untuk dapat memperoleh uang tunai dari hasil
penjualannya. Semakin sedikit jumlah hari yang dibutuhkan semakin baik dan
menunjukkan kemampuan perusahaan mengubah receivables
menjadi cash semakin cepat.
Tabel 4
DSO
Ratio
PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
DSO Ratio
|
6,71 hari
|
7,75
hari
|
4,93 hari
|
Dari
Tabel 4 diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan DSO ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah akuisisi.
Pada tahun 2004 DSO ratio sebesar
6,71 hari menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menagih piutang dari
penjualan (sales) yang dilakukan oleh
perusahaan adalah 6,71 hari. Pada tahun 2005 DSO ratio mencapai 7,75 hari
dan tahun 2006 mencapai 4,93 hari. Selain itu terjadi perubahan yang cukup
signifikan DSO ratio dari tahun 2005
ke tahun 2006, yaitu sebesar 2,82 (7,75-4,93). Namun pada tahun 2004 ke tahun
2005 tidak terjadi perubahan yang signifikan, hanya sebesar 1,04 (7,75-6,71). Hal
lain adalah terjadi penurunan rasio dari tahun 2004 ke tahun 2005. Namun setelah
dilakukan akuisisi rasio menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa proses akuisisi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal yang berhubungan dengan DSO ratio.
3. Fixed
Asset Turnover (FATO) Ratio
FATO ratio mengukur seberapa
efektif perusahaan mengelolah aktiva tetapnya. Semakin tinggi FATO ratio menunjukkan kemampuan
perusahaan mengelolah aktiva tetap secara efisien dengan menggunakan aktiva
tetap yang minimal.
Tabel 5
FATO
Ratio
PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
FATO Ratio
|
7,56x
|
10,28x
|
12,36x
|
Dari
Tabel 5 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan FATO ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 FATO ratio
sebesar 7,56x menunjukkan bahwa tingkat penjualan (sales) yang dapat dilakukan dengan menggunakan fixed assets yang ada pada perusahaan mencapai 7,56x. Pada tahun
2005 FATO ratio mencapai 10,28x dan
tahun 2006 mencapai 12,36x. Selain itu terjadi perubahan yang cukup signifikan FATO ratio dari tahun ke tahun, yaitu sebesar 2,72 dari tahun 2004
ke tahun 2005 dan 2,08 dari tahun 2005 ke tahun 2006. Dan dari perubahan
tersebut yang menarik adalah terjadi
kenaikan rasio dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kinerja perusahaan
dalam hal yang berhubungan dengan rasio ini semakin baik setelah dilakukannya
proses akuisisi.
4. Total
Asset Turnover (TATO) Ratio
TATO ratio mengukur seberapa
efektif perusahaan mengelolah total aktivanya. Semakin tinggi TATO ratio menunjukkan kemampuan
perusahaan mengelolah total aktiva secara efisien dengan menggunakan total aktiva
yang minimal.
Tabel 6
TATO
Ratio
PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
TATO Ratio
|
1,53x
|
2,07x
|
2,33x
|
Dari
Tabel 6 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan FATO ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 FATO ratio
sebesar 1,53x menunjukkan bahwa tingkat penjualan (sales) yang dapat dilakukan dengan menggunakan total assets yang ada pada perusahaan mencapai 1,53x. Pada tahun
2005 TATO ratio mencapai 2,07x dan
tahun 2006 mencapai 2,33x. Selain itu terjadi perubahan yang kurang signifikan TATO ratio dari tahun ke tahun, yaitu
sebesar 0,54 dari tahun 2004 ke tahun 2005 dan 0,26 dari tahun 2005 ke tahun
2006. Dan dari perubahan tersebut yang
menarik adalah terjadi kenaikan rasio dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kinerja
perusahaan dalam hal yang berhubungan dengan rasio ini semakin baik setelah
dilakukannya proses akuisisi.
C.
Analisis
Rasio Manajemen Utang (Debt Management
Ratio)
Rasio manajemen utang mengukur seberapa besar perusahaan
menggunakan dana dari pihak luar/kreditor.
Dengan kata lain, menunjukkan proporsi seberapa besar digunakannya utang
dari aktiva yang dimiliki perusahaan. Analisis yang digunakan dalam pembahasan
rasio ini adalah analisis deskriptif, yaitu untuk melihat apakah terdapat
perbedaan rasio manajemen utang pada perusahaan sebelum dan sesudah
dilakukannya akuisisi dan apakah perbedaan tersebut signifikan serta rasio
tersebut semakin baik dari tahun ke tahun.
1. Debt to
Total Assets Ratio (DAR)
Debt
to total asset ratio mengukur
seberapa besar seluruh utang dijamin oleh seluruh aktiva perusahaan. Semakin
kecil persentase DAR oleh kreditor
dianggap semakin baik karena akan mengurangi resiko kerugian apabila perusahaan
nanti mengalami likuidasi dan para kreditor tidak mendapatkan pengembalian atas
utang yang diberikannya kepada perusahaan. Di sisi lain, para pemegang saham menginginkan
tingkat DAR yang tinggi karena akan memperbesar pendapatan yang diharapkannya.
Tabel 7
Debt to
Total Asset Ratio PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Debt to Total
Asset Ratio
|
55,23%
|
59,60%
|
54,29%
|
Dari
Tabel 7 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan debt to total assets ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan
sesudah akuisisi. Pada tahun 2004 debt to
total assets ratio sebesar 55,23% menunjukkan bahwa persentase penggunaan
utang terhadap aktiva perusahaan mencapai 55,23%. Pada tahun 2005 debt to total assets ratio mencapai
59,60% dan tahun 2006 mencapai 54,29%. Selain itu terjadi perubahan yang cukup
signifikan debt to total assets ratio
dari tahun ke tahun. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi kenaikan sebesar
4,37%, namun dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi penurunan sebesar 5,31%. Hal
ini menunjukkan kinerja perusahaan pada saat akuisisi mengalami penurunan,
namun setelah akuisisi dilaksanakan kinerja perusahaan membaik kembali.
2. Debt to
Equity Ratio (DER)
Debt to
equity ratio menunjukkan
imbangan antara utang yang dimiliki perusahaan dengan ekuitas perusahaan itu
sendiri.
Tabel 8
Debt to
Equity Ratio PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Debt to Equity
Ratio
|
131,42%
|
155,45%
|
120,71%
|
Dari
Tabel 8 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan debt to equty ratio pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 debt to equity
ratio sebesar 131,42% menunjukkan bahwa persentase penggunaan utang
terhadap ekuitas perusahaan mencapai 131,42%. Pada tahun 2005 debt to equity ratio mencapai 155,45% dan tahun 2006
mencapai 120,71%. Selain itu terjadi perubahan yang cukup signifikan debt to equity ratio dari tahun ke
tahun. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi kenaikan sebesar 24,03%, namun
dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi penurunan sebesar 34,74%. Hal ini
menunjukkan kinerja perusahaan pada saat akuisisi mengalami penurunan, namun
setelah akuisisi dilaksanakan kinerja perusahaan membaik kembali.
D.
Analisis
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Analisis rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Analisis yang digunakan dalam
pembahasan rasio ini adalah analisis deskriptif, yaitu untuk melihat apakah
terdapat perbedaan rasio manajemen utang pada perusahaan sebelum dan sesudah
dilakukannya akuisisi dan apakah perbedaan tersebut signifikan serta rasio
tersebut semakin baik dari tahun ke tahun.
1. Operating
Profit Margin (OPM)
Operating
profit margin mengukur
berapa laba usaha yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan. Dengan kata
lain, seberapa besar penjualan yang dilakukan dapat menjadi keuntungan bagi
perusahaan.
Tabel 9
Operating
Profit Margin PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Operating Profit
Margin
|
18,04%
|
15,98%
|
17,52%
|
Dari
Tabel 9 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan operating profit margin pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan
sesudah akuisisi. Pada tahun 2004 operating
profit margin sebesar 18,04% menunjukkan bahwa persentase keuntungan/laba
usaha yang dihasilkan dari penjualan mencapai 18,04%. Pada tahun 2005 operating profit margin mencapai 15,98%
dan tahun 2006 mencapai 17,52%. Selain itu terjadi perubahan yang kurang
signifikan operating profit margin
dari tahun ke tahun. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi penurunan sebesar
2,06%, namun dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar 1,54%. Hal
ini menunjukkan kinerja perusahaan pada saat akuisisi mengalami penurunan,
namun setelah akuisisi dilaksanakan kinerja perusahaan membaik kembali yang
ditunjukkan dengan naiknya kembali rasio OPM PT. HM Sampoerna, Tbk.
2. Net
Profit Margin (NPM)
Net
profit margin mengukur
seberapa banyak laba bersih setelah pajak dan bunga yang dapat dihasilkan dari
penjualan atau pendapatan. Semakin besar persentase NPM semakin baik yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih semakin baik.
Tabel 10
Net
Profit Margin PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Net Profit
Margin
|
11,29%
|
9,66%
|
11,95%
|
Dari
Tabel 10 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan net profit margin pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 net profit
margin sebesar 11,29% menunjukkan bahwa persentase keuntungan/laba usaha
bersih yang dapat dihasilkan dari penjualan mencapai 11,29%. Pada tahun 2005 net profit margin mencapai 9,66% dan
tahun 2006 mencapai 11,95%. Selain itu terjadi perubahan yang kurang signifikan
net profit margin dari tahun ke
tahun. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 1,63%, namun
dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar 2,29%. Hal ini
menunjukkan kinerja perusahaan pada saat akuisisi mengalami penurunan, namun
setelah akuisisi dilaksanakan kinerja perusahaan membaik kembali yang
ditunjukkan dengan naiknya kembali rasio OPM PT. HM Sampoerna, Tbk.
3. Basic
Earning Power (BEP)
Basic earning power
mengukur seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan/laba kotor. Semakin besar persentase BEP yang dimiliki perusahaan semakin baik dan menunjukkan kemampuan
perusahaan menggunakan aktiva secara efektif untuk menghasilkan keuntungan/laba
kotor yang maksimal.
Tabel 11
Basic
Earning Power PT. HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Basic Earning
Power
|
26,46%
|
31,21%
|
42,22%
|
Dari
Tabel 11 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan basic earning power pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 basic earning
power sebesar 26,46% menunjukkan bahwa persentase keuntungan/laba usaha kotor
yang mampu dihasilkan penggunaan aktiva secara efektif mencapai 26,46%. Pada
tahun 2005 basic earning power
mencapai 31,21% dan tahun 2006 mencapai 42,22%. Selain itu terjadi kenaikan
persentase yang cukup signifikan basic
earning power dari tahun ke tahun. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 sebesar 4,75%,
dan tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 11,01%. Hal ini menunjukkan kinerja
keuangan perusahaan semakin baik dari tahun ke tahun dan bahkan setelah
dilakukan akuisisi terjadi peningkatan kinerja keuangan yang signifikan
mencapai lebih dari 10%.
4. Return
on Assets (ROA)
Return
on investment mengukur
keuntungan/laba bersih yang dihasilkan dari seluruh aktiva yang dimiliki
perusahaan. Semakin
besar persentase ROA yang dimiliki
perusahaan semakin baik dan menunjukkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva
secara efektif untuk menghasilkan keuntungan/laba bersih yang maksimal.
Tabel 12
Return On Investment PT.
HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Return
On Investment
|
17,23%
|
19,97%
|
27,89%
|
Dari
Tabel 12 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan return
on investment pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah
akuisisi. Pada tahun 2004 return
on investment sebesar 17,23% menunjukkan bahwa persentase
keuntungan/laba bersih yang mampu dihasilkan dari penggunaan aktiva secara
efektif mencapai 17,23%. Pada tahun 2005 return on
investment
mencapai 19,97% dan tahun 2006 mencapai 27,89%. Pada saat terjadi proses akuisisi
(2004 ke 2005) persentase kenaikan ROA
kurang signifikan, yakni hanya sebesar 2,74%. Namun setelah akuisisi
dilaksanakan (2005 ke 2006) persentase kenaikan ROA cukup signifikan yaitu sebesar 7,92%. Hal ini menunjukkan
kinerja keuangan perusahaan semakin baik dari tahun ke tahun dan bahkan setelah
dilakukan akuisisi terjadi peningkatan kinerja keuangan yang signifikan
mencapai hampir 8%.
5.
Return
on Equity (ROE)
Return
on equity mengukur seberapa banyak laba bersih
yang dapat dihasilkan dari investasi para pemegang saham dalam perusahaan. Semakin
besar persentase ROE yang dimiliki
perusahaan semakin baik dan menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan
keuntungan/laba bersih dari saham yang ditanamkan para investor semakin
maksimal.
Tabel 13
Return On Equity PT.
HM. Sampoerna, Tbk
Tahun 2004-2006
Nama Rasio Keuangan
|
Tahun
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Return
On Equity
|
62,95%
|
81,40%
|
93,87%
|
Dari
Tabel 13 dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan return
on equity
pada PT. HM. Sampoerna, Tbk sebelum dan sesudah akuisisi. Pada tahun 2004 return on equity
sebesar 62,95% yang menunjukkan bahwa persentase keuntungan/laba bersih yang
mampu dihasilkan dari saham yang ditanamkan oleh para investor mencapai 62,95%.
Pada tahun 2005 return on equity mencapai 81,40%
dan tahun 2006 mencapai 93,87%. Dari tabel 13 juga dapat kita lihat bahwa
terjadi kenaikan persentase ROE yang
cukup signifikan dari tahun ke tahun. Pada saat terjadi proses akuisisi (2004
ke 2005) persentase kenaikan ROE
sebesar 18,45% dan setelah akuisisi dilaksanakan (2005 ke 2006) persentase
kenaikan ROE sebesar 12,47%. Hal ini
menunjukkan kinerja keuangan perusahaan semakin baik dari tahun ke tahun dan
bahkan setelah dilakukan akuisisi terjadi peningkatan kinerja keuangan yang
signifikan mencapai kisaran 12% sampai dengan 18%.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian
analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dapat
kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Akuisisi
merupakan salah satu upaya perusahaan agar dapat bertahan hidup, berkembang,
dan berdaya saing tinggi di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat dengan
menjual sebagian atau seluruh saham yang dimiliki perusahaan kepada investor.
Dalam hal ini PT. HM. Sampoerna, Tbk menjual sahamnya kepada PT. Philips Morris
Indonesia hingga 97%.
2. Berdasarkan
rasio likuiditas, kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk tidak terjadi
perbaikan kinerja setelah dilakukan proses akuisisi. Bahkan yang terjadi adalah
penurunan kinerja keuangan yang cukup signifikan baik dari current ratio maupun quick
ratio dari tahun ke tahun.
3. Berdasarkan
rasio manajemen aset, kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk mengalami
perbaikan kinerja yang cukup signifikan setelah dilaksanakannya proses akuisisi
dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh diadakannya akuisisi
terhadap kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk.
4. Berdasarkan
rasio manajemen utang, kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Namun perubahan tersebut berupa penurunan
kinerja pada saat diadakan akuisisi dan kenaikan kinerja setelah akuisisi
berlangsung. Hal ini menunjukkan kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk
mengalami penurunan pada saat akuisisi dan membaik kembali setelah akusisi
selesai dilaksanakan.
5. Berdasarkan
rasio profitabilitas, kinerja keuangan PT. HM. Sampoerna, Tbk mengalami
perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan naiknya persentase
kinerja dari tahun ke tahun pada kisaran 10%-20%. Dari sini kita dapat melihat
bahwa akuisisi yang dilakukan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Brigham, Eugene F dan Michael C.
Ehrhardt 2005. Financial Management : Theory and Practice. Edisi 11. Ohio-USA : South-Western
Cengage Learning.
Moin, Abdul. 2003.
Merger, Akuisisi dan Divestasi.
Jilid 1. Yogyakarta: Ekonisia.
Swarsono, Muhammad. 2004. Manajemen
Strategik: Konsep dan Kasus.
Jilid 1. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar