Artikel:
Transformasi Si Jagoan Properti (Intiland Property)
Thursday, April
15th, 2010 oleh : Sudarmadi web:
www.swa.co.id
Belajar dari badai krismon, ia menata usahanya. Sejumlah langkah
tranformasi pun dilakukan. Tujuannya: perusahaan semakin tertata, risiko bisnis
berkurang dan kinerja usaha semakin baik.
Siapa sih pebisnis Indonesia yang tak kenal Grup Dharmala di awal
1990-an? Grup yang dikibarkan keluarga Gondokusumo ini sangat moncer dan
dikenal sebagai konglomerasi dengan banyak tentakel mulai dari properti,
perbankan, hingga manufaktur. Sebagaimana Grup Ciputra dan Grup Lippo, Dharmala
saat itu dikenal kalangan dunia bisnis sebagai konglomerasi papan atas.
Namun, pamor bisnis keluarga ini kemudian meredup seiring dengan terpaan
badai krisis moneter 1998 yang juga merobohkan banyak konglomerasi lain.
Praktis, sejak krismon, tinggal bisnis properti yang masih bisa bertahan dan
menjadi andalan keluarga Dharmala. Itu pun selama hampir 10 tahun ini tak
terlalu agresif. Dari waktu krisis 1998 sampai 2006, bisnis properti yang
diwadahi PT Dharmala Intiland tetap beroperasi dan karyawannya pun tetap
bekerja, hanya saja kurang maksimal. “Kalau orang Jawa bilang kami ini merasa
masih digandolin terus karena proses restrukturisasi utang yang tidak
selesai-selesai,â€
ungkap Hendro S. Gondokusumo, putra dinasti Dharmala yang sejak awal
mengendalikan bisnis properti Grup.
Bagi pengusaha properti seperti Hendro, krismon 1998 merupakan
prahara yang sangat mengerikan. Krisis yang dilihatnya hanya pernah terjadi di
Indonesia di mana kurs rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi sangat tinggi,
dari Rp 2.000 per US$ menjadi Rp 17.000 per US$. “Waktu itu saya sampai
cerita ke teman-teman saya bahwa sebelum krisis anak saya dua, dan saat krisis
anak saya menjadi tiba-tiba menjadi 15. Bagaimana tidak, income saya rupiah
sementara kedua anak saya sekolah di luar negeri, jadi biaya sekolah anak saya
menjadi sangat besar,†ujar Hendro mengenang sambil tertawa.
Tak pelak lagi, bisnis properti Hendro saat itu pun mengalami
kesulitan karena pihaknya memiliki pinjaman dalam bentuk US$ ke bank luar
negeri. “Kami meminjam dalam US$ agar bunganya murah. Tidak tahunya terjadi
crash. Utang kita menjadi berkali-kali lipat,” katanya. Beruntung, ia pelan-pelan
bisa meyakinkan kreditor sehingga utangnya bisa direstrukturisasi. “Kami
pelan-pelan melakukan settlement,†katanya. Proses restrukturisasi itu secara
formal juga diselesaikan dengan masuknya Truss Investment Partners Pte. Ltd.
dan Strands Investment Ltd. sebagai pemegang saham Intiland — masing-masing
37,07 % dan 33,16 %.
Yang menarik, selesainya proses restruksisasi itu kemudian dijadikan
momentum untuk mentransformasi bisnis. Tak mengherankan, sejak 2007 terus
dilakukan sejumlah langkah terobosan perbaikan untuk mengerek kinerja.
Tujuannya, agar manajemen perusahaan semakin tertata, risiko bisnis berkurang
dan performance usaha semakin baik. Secara simbolis, wujud transformasi itu
juga dilakukan dengan mengganti nama perusahaan dari PT Dharmala Intiland
menjadi PT Intiland Development.
Langkah transformasi pertama yang dilakukan adalah pada aspek SDM.
Pemegang saham Intiland sadar betul bahwa kunci sukses bisnisnya ada pada SDM.
Hendro menerangkan, sejak transformasi dilakukan tahun 2007, manajemen atau
board of directors (BOD) Intiland lebih banyak diisi para profesional muda.
Para profesional senior yang dulu berkecimpung sebagian ditarik menjadi
komisaris di anak-anak usaha Intiland. “Di operation kami terus merekrut yang
muda-muda,†ujar
Hendro seraya menjelaskan, kini Intiland memiliki 1.300
karyawan.
Komitmen transformasi itu antara lain juga ditunjukkan Hendro dengan
lengser dari posisi presdir dan kemudian menyerahkannya ke ekspatriat asal
Singapura, Lennard Ho Kian Guan. Hendro sejak 2007 memilih duduk sebagai Wakil
Presiden Komisaris Intiland.
Lennard merupakan profesional murni perwakilan Truss dan Strands.
Lennard, MBA dari Univesity of British Columbia, pada dasarnya seorang
investment banker dan tak punya pengalaman di bidang properti. “Saya tanya
Pak Hendro, ‘Apa Anda yakin dengan rencana ini? Saya tidak tahu apa-apa soal
properti!’ Tapi Pak Hendro mengatakan dirinya tidak butuh orang yang mengerti
properti, tetapi yang mengerti finance,†Lennard yang mantan investment banker
HSBC ini mengenang. Praktis, sejak didapuk menjadi
komandan Intiland, Lennard bahu-membahu dengan Hendro untuk memimpin proses
transformasi Intiland.
Di antara tranformasi penting yang dilakukan adalah penataan fokus
bisnis. Hendro mengungkapkan, dulu Intiland bak sebuah supermarket. Menyediakan
apa saja. Serba ada. Dengan adanya transformasi, lalu dilakukan restrukturisasi
dan pemilihan fokus bisnis. “Aset-aset yang tidak produktif, aset yang mahal
tapi income-nya sedikit (low yield) seperti gedung sewa dan aset yang tidak
terpakai, semuanya akan dijual dan diganti. Intiland akan lebih banyak di
properti yang dijual, kecuali bisnis hotel,” kata Hendro.
Tak mengherankan, dalam dua tahun terakhir Lennard dan timnya terus
melakukan review secara menyeluruh terhadap aset-aset Intiland. Review
dilakukan dengan pertimbangan kontribusi revenue dari masing-masing aset. “Kami
mendivestasikan aset-aset yang low yielding, aset non core, aset yang sudah
mature dan sudah tidak produktif,” Lennard kembali menegaskan. Ia mencontohkan
Taman Semanan yang sebelumnya merupakan salah satu bisnis utama Intiland kini
juga akan dilepas terkait berbagai langkah transformasi.
Pertimbangan strategi divestasi aset ini simpel saja. Dalam
pandangan Lennard, untuk menangani landbank properti seluas 5 hektare dengan
penghasilan yang kecil dan lahan 100 ha kenyataannya butuh SDM dalam jumlah
sama. Makanya, lebih baik aset lama yang kecil itu dilepas agar efisien.
“Sebenarnya sayang dijual, tapi ini langkah strategis kalau mau benar-benar
transformasi.â€
Intinya, Intiland melakukan restrukturisasi secara besar-besaran
dalam hal produk. Selama ini kontributor terbesar terhadap pendapatan Intiland
adalah bisnis township, landed residential dan highrisk building. Intiland
sendiri dikenal sebagai pemilik dan pengelola berbagai gedung perkantoran, selain
pengembang perumahan, apartemen dan kawasan industri. Produk yang dipasarkannya
antara lain One Park Residences (apartemen), Talaga bestari (perumahan 146 ha),
Pantai Mutiara (perumahan 100 ha), Regatta (apartemen di atas laut, 10 menara),
Kawasan Industri Ngoro-Mojokerto, dan Perumahan Graha Family Surabaya.
Tak hanya itu tranformasi yang dilakukan. Pola manajemen aset pun
diubah. “Dulu produk-produk Intiland dikelola berdasarkan wilayah regionalnya.
Tapi sekarang distrukturkan berdasarkan product line,” kata Lennard. Maklum,
selama puluhan tahun Intiland memang menggarap properti di dua wilayah, yakni
Jabotabek dan Surabaya. Pengelolaaan usaha juga dibagi dua divisi sesuai dengan
wilayahnya: Jabotabek atau Surabaya. Jangan heran, saat itu ada direktur
Surabaya dan direktur Jabotabek. Nah, sekarang pengelolaannya berdasarkan lini
produk, bukan lokasinya di Jakarta atau Subaraya.
Alasan perubahan strategi ini sangat strategis. Yang dibutuhkan
ialah kompetensi berdasarkan pengelolaan produk, bukan wilayah. Hal ini sangat
penting untuk kejelasan arah pengembangan SDM. Diharapkan nanti ada SDM yang
menguasai bidang pemasaran township, atau perumahan, atau kawasan industri,
dll. Bukan menguasai wilayah Jakarta atau Surabaya. “Para investor pun tentu
akan lebih mudah memahami kinerja dan arah perusahaan bila disajikan dalam
perfomance produk jika dibading berdasarkan regional,” Lennard menegaskan salah
satu program radikal yang dijalankannya.
Maka, sejak Lennard masuk, pembagian divisi Jabotabek dan divisi
Surabaya ditiadakan. Lalu, dikembangkan struktur manajemen baru berdasarkan
lini produk. Saat ini manajemen Intiland membagi lini produknya menjadi tiga
besar. Pertama, township residential dan highrise. Kedua, hotel. Ketiga, office
building. Jelas, ketiga jenis lini produk ini membutuhkan cara pengelolaan dan
pemasaran yang berbeda sehingga masing-masing juga menuntut kualifikasi SDM
yang berbeda.
Hotel memang terbilang bisnis baru bagi Intiland – walau
sebenarnya perusahaan ini sebenarnya pernah mengoperasikan Hotel Bromo dan
Hotel Arawas. Penetrasi ke bisnis hotel merupakan bagian dari proses
transformasi. Diam-diam mereka telah memutuskan mengembangkan chain hotel
dengan mendirikan jaringan Whiz Hotel. Intiland sebagai operator. Segmen hotel
bintang dua plus ini akan dikembangkan di berbagai kota dan rencananya dalam
lima tahun ke depan sudah akan membangun 60 hotel Whiz.
Tak berhenti di situ. Perubahan besar juga ada dari sisi proses
bisnis. Kini di Intiland telah diimplementasi model manajemen risiko yang lebih
terukur. Pada 1997 dibentuk risk management committee untuk menangani project
assessment dan studi kelayakan. Adanya komite manajemen risiko ini juga untuk
memenuhi unsur GCG. Sebelumnya, aktivitas assessment dan kelayakan dikelola
langsung oleh Hendro dengan gaya entrepreneurship-nya. Sejak Lennard bergabung,
komite manajemen risiko ini menangani setiap proyek secara independen sebelum
proyek tersebut dibahas di level BOD.
Untuk itu, Lennard pun mengajak salah seorang rekannya, konsultan
dari Singapura, untuk bergabung dengan Intiland dan memperkenalkan lebih dalam
soal manajemen risiko dan project assessment. Rekan Lennard itu, Joshua Ang,
membawa banyak template perihal manajemen risiko. “Ini salah satu hal
critical yang kami lakukan,†ujarnya.
Sesungguhnya implementasi manajemen risiko juga bagian dari
tranformasi Intiland agar memiliki model manajemen
professional-entrepreneurship. Lennard melihat Intiland merupakan perusahaan
publik sehingga mesti dijalankan profesional. Namun, di sisi lain Intiland
merupakan perusahaan properti yang di dalamnya elemen entrepreneurial sangat
penting, terutama untuk pencarian lokasi yang potensial digarap. “Pak Hendro
sebagai founder memang kaya entrepreneurship. Kami mengusung risk management
committee untuk membantu Pak Hendro mengasah entrepreneurship-nya agar lebih
dapat diterima secara profesional. Agar entrepreneurship-nya accountable. Ini
sebuah critical combination,” Lennard merinci strateginya.
Pernyataan Lennard diamini Hendro. Diakuinya, dulu ide-ide tentang
penentuan lokasi dan semacamnya selalu datang dari dirinya. Sekarang dirinya
sudah dibantu tim riset. “Dulu kami tidak pakai riset, langsung feeling.
Sekarang data banyak, jadi kami minta mereka yang muda-muda untuk
memperlihatkan data pada kami, baru kami putuskan bersama,†Hendro menjelaskan.
Dari sisi positioning produk properti yang dipasarkan, Intiland
tampaknya tetap memilih tidak membuat produk yang sasarannya massal. “Kami
ingin menjadi seperti butik. Karena itu, konsisten dalam hal desain yang bagus
dan lain dari yang lain,” kata Hendro tegas. Bagi Intiland, sudah cukup jika
bisa menggarap dan memuaskan 5%-10% pasar. “Kami tidak akan fight yang di
90%,†tambahnya.
Keunikan dan keberanian membuat terobosan tetap menjadi salah satu
prinsip yang bakal diusung Intiland. Di Surabaya, sebut contoh, Intiland sukses
mengibarkan perumahan paling elite: Graha Famili. Sampai sekarang Graha Famili
sanggup menjadi barometer properti Surabaya. Padahal sejarahnya, banyak yang
menyangsingkan kesuksesan proyek ini karena lokasinya di Surabaya bagian barat.
“Saat itu yang berkembang Surabaya bagian timur. Bagian barat waktu itu masih
kosong,†ujar
Hendro mengenang.
Contoh lain, gedung Intiland Tower (dulu Wisma Dharmala Sakti) yang
cukup unik dan berdiri sejak 1985. Saat itu Intiland telah berani menggunakan
arsitektur yang berbeda sehingga sampai sekarang masih eksis. Okupansinya
selalu di atas 90%. “Kami juga perusahaan yang pertama membuat reklamasi
pantai (Pantai Mutiara) untuk perumahan,†kata Hendro. Perbaikan yang kini
dilakukan Intiland di antaranya memasukkan konsep green dalam bisnis. “Karena
itu, sekarang Intiland selalu berusaha ada unsur green
tersebut pada proyek-proyek baru meskipun penerapan konsep green tersebut belum
bisa full.â€
Yang menarik, Intiland masih akan mempraktikkan nilai-nilai lama
yang dianggapnya masih relevan. Contohnya, konsep feng shui. Hendro masih
selalu menanamkan value feng shui kepada stafnya. Ia mengakui, anak-anak muda
sering tidak memperhatikan soal ini padahal menurutnya feng shui penting
diperhatikan karena produk Intiland adalah produk yang akan dijual. “Saya
selalu katakan pada mereka, tidak ada salahnya memperhatikan feng shui. Karena
kalau empat dari 10 pembeli produk Intiland mengerti feng shui, mereka akan
lebih yakin dan lebih mantap dalam membeli,†katanya. “Kalau kita beli rumah untuk
sendiri, kita tidak percaya feng shui itu go ahead ya,
tapi sekarang hampir di setiap stasiun TV ada pembahasan soal feng shui,” ujar
Hendro yang biasa mengundang ahli feng shui Kanada dalam setiap proyek barunya.
Kini Intiland sedang berupaya memperkukuh proses transformasinya
dengan melakukan right issue untuk menggalang tambahan dana modal. Right issue
ini akan meningkatkan secara signifikan aset yang akan disuntikkan ke Intiland
untuk membeli landbank. “Dengan adanya right issue tersebut, pangsa pasar,
likuiditas dan cash untuk funding juga semakin kuat. Market capitalization
Intiland akan meningkat dari Rp 3,7 triliun menjadi Rp 6,3 triliun,†ujar Theresia Rustandi,
Sekretaris Korporat PT Intiland Development Tbk.
Kini Intiland sudah menyiapkan pula sejumlah produk baru yang
sebagian akan didanai dari right issue. Contohnya, perumahan menengah-atas
Graha Natura di Surabaya Barat seluas 100 ha, superblok di Daan Mogot-Jakarta
Barat, serta sebuah proyek yang lokasinya di belakang Grand Indonesia, Jakarta
Pusat. Juga, ada Pinang Residences (Surabaya). Yang lain, gedung perkantoran
dan apartemen di Jl. T.B. Simatupang Jakarta seluas 7 ha serta perumahan di
Tangerang (500 ha) dan Banten (1.000 ha).
Yang jelas, untuk menyukseskan program tranformasi, pemilik Intiland
terus memperkuat tim SDM dengan tenaga muda. Sekarang di jajaran direksi
Intiland lebih banyak profesional muda. Hal ini agar ada regenerasi yang
berkelanjutan di Intiland sehingga bisnis dapat bertahan hingga jangka panjang.
“Pelan-pelan saya serahkan kepada profesional. Kalau saya pegangi sendiri
terus perusahaan ini, maka tidak bisa besar. Banyak kan perusahaan yang seperti
itu?†ungkap
Hendro. Sekarang ia terus mendidik generasi muda agar memiliki jiwa entrepreneur.
Lidya Suwandi, analis PT Danareksa Sekuritas, mengamati selama ini
Intiland banyak bermain di Surabaya, tetapi sekarang makin aktif di Jakarta.
Lidya mengakui, saham Intiland semakin aktif saat beredar rencana right issue.
Dengan kapitalisasi pasar yang semakin besar, saham memang dapat menjadi lebih
likuid, karena jumlah saham yang beredar juga semakin banyak. Ia melihat,
dengan right issue, kapitalisasi pasar Intiland akan menjadi sekitar Rp 5
tiliun sehingga akan bersaing dengan saham PT Ciputra Development Tbk. (CTRA),
PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT
Bakrieland Development Tbk. (ELTY).
Dari segi fundamental secara umum, Lidya melihat prospek industri
properti di Indonesia terbilang masih baik. Tahun 2009 orang masih ragu-ragu
membeli produk properti, sedangkan tahun ini mereka sudah lebih yakin. Suku
bunga bank mulai turun. “Sekarang recovery telah dialami hampir semua industri
termasuk consumer goods, tidak hanya properti,†ujarnya. Dengan proyek
yang terletak di lokasi strategis dan memiliki akses yang baik, pengembang pun
menjadi lebih percaya diri untuk menaikkan harga jual. Berbagai kondisi itu
pula yang menurut Lidya mendukung perusahaan-perusahaan properti seperti
Intiland bisa memperoleh margin keuntungan yang lebih baik tahun ini.
Lennard sadar bahwa proses transformasi di perusahaannya tentu tak
akan bisa diselesaikan dalam waktu sekejap. “Kami butuh waktu. Di perusahaan
mana pun transformasi dilakukan dalam jangka waktu lama,â€
katanya. Kendati demikian, ia percaya diri, melalui berbagai upaya yang
dilakukan, Intiland akan sanggup menjadi pemain properti 3 besar yang listing
di BEI, dari aspek kapitalisasi pasar, revenue dan profitabilitas. Target itu
direncanakan dapat dicapai dalam 3-5 tahun mendatang.
Tahun 2010 pendapatan Intiland ditargetkan menjadi Rp 1,2 triliun
rupiah, naik empat kali lipat dibandingkan 2009 yang berkisar Rp 300 miliar.
Optimisme tersebut didukung realisasi pendapatan perseroan hingga kuartal
I/2010. Total pendapatan Intiland dalam tiga bulan pertama 2010 telah melampaui
total pendapatan sepanjang 2009.“Kami telah melakukan berbagai hal dan kami
cukup percaya diri untuk mencapai itu posisi itu,†ujar Lennard.
Bagaimana perjalanan transformasi jagoan properti ini masih ditunggu
kelanjutannya. Namun, melihat apa yang dilakukan, tampaknya ia telah meniti rel
yang semestinya sebagai perusahaan yang berupaya lebih fokus dan terkelola dari
sisi risiko. ©
Langkah Transformasi Intiland
Menata fokus bisnis; dari “supermarket†menjadi fokus.
Merestrukturisasi bisnis: mendivestasi aset non core, tidak
produktif dan low yield.
Lebih banyak merekrut profesional muda.
Mengubah pola manajemen aset; dulu regional-based kini lini produk.
Menerapkan model manajemen professional-entrepreneurship. Mendirikan
risk management committee untuk menangani project assessment dan studi
kelayakan.
Hendro Gondokusumo,
Penyelamat Bisnis Dinasti Dharmala
Dari sekian bidang bisnis yang dulu pernah dikembangkan Grup
Dharmala, praktis tinggal bisnis properti yang kini bisa dibanggakan. Semua itu
tak lepas dari sosok Hendro Gondokusumo. Hendro lahir di Malang, Jawa Timur,
1950 sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara. Pada usia 17 tahun, Hendro
sudah tinggal di Jakarta, mulai ikut ayah dan pamannya berdagang. Jenis usaha
keluarga Gondokusumo waktu itu berdagang hasil bumi, tetapi Hendro mengaku
tidak tertarik pada bisnis itu. Sejak awal ia punya passion di bisnis properti.
Karena itu pula, dari dulu unit bisnis properti Grup Dharmala dikendalikannya.
Founder PT Intiland Development ini dikenal sebagai entrepreneur
yang inovatif dan berani. Di antaranya, membangun proyek reklamasi Pantai
Mutiara yang merupakan hal pertama di Asia Tenggara. Regatta, proyek apartemen
di atas pantai itu, terdiri dari 10 menara, didesain oleh konsultan yang
mengembangkan Burj Al Arab milik Kesultanan Dubai.
Lennard Ho Kian Guan, Presdir PT Intiland Development Tbk., melihat
Hendro sebagai pengusaha cerdas yang punya spirit entrepreneurship tinggi.
“Beliau selalu tepat janji kalau mengatakan sesuatu. Itu sudah saya amati sejak
saya masih di bank,” kata Lennard. Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris
Korporat PT Intiland Development Tbk, yang telah hampir 15 tahun berkarier di
Intiland, melihat Hendro sebagai entrepreneur tulen. “Beliau entrepreneur banget
ya. Instingnya benar-benar jalan,†ujarnya.
Selain itu, Hendro pun sangat piawai mengelola karyawan. Contohnya,
sewaktu krismon banyak karyawan menganggur karena properti sepi. “Ketika itu
beliau mengalokasikan SDM untuk hal-hal positif. Pak Hendro menawarkan kepada
para karyawan agar mengelola unit-unit bisnis sendiri supaya survive,†kata Theresia mengenang.
Hendro memberi masukan ke para karyawan agar mendirikan usaha. Ia bahkan
membantu permodalan. Theresia sendiri saat itu mendirikan sekolah anak-anak
pra-TK bersama beberapa temannya. “Kami diberi
aktivitas oleh Pak Hendro, dan bahkan kami diberi modal. Ada juga yang
mendirikan perusahaan trading, hidroponik, dan sebagainya. Jadi, kami tidak
hanya berdiam diri, kami juga mengelola unit bisnis sendiri. Itu suatu hal yang
luar biasa,â€
jelasnya.
Kini, selepas badai 1998, Hendro menata usahanya, berupaya
menegakkan kembali kerajaan yang sempat porak-poranda. ®
Analisa:
Intiland (Dharmala) melakukan segmen pasar khusus pada property
sejak terkena krisi ekonomi pada tahun 1997. Pola segmentasi yang dilakukan
Hendro Gondokusumamampu memulihkan Intiland dari krisis secara bertahap. Karena
bermain pada satu bidang saja prefensi
yang dilakukan oleh Intiland menjadi prefensi honogen. Ceruk (niche)
terhadap property ini dilakukan namun tetap melakukan variasi dalam hal
property, seperti pembangunan apartemen, perumahan, maupun perhotelan.
Intiland mencoba melakukan cutomerization terhadap usahanya
perumahan mewahnya di Surabaya, sehinggan perumahan tersebut sampai sekarang
terkenal dengan kawasan perumahan mewah. Intiland mencoba menggabungkan
keinginan orang mampu pada umumnya dengan dicoba diwujudkan dalam perumahan
tersebut.
Sasaran Intiland dalam property ini terdiri dari berbagai macam
kalangan. Apartemen dan hotel diarahkan kepada kelompok Young Digerati, yakni
kelompok muda atau pasangan muda yang kaya, terbiasa dengan teknologi, dan suka
dengan daerah urban. Kemudian Beltway boomers, segemen terbesar dari Baby
boomer. Segmen tersebut merupakan segmen yang sudah menapaki usia dewasa,
mapan, tinggal di kawasan urban atau dikawasan pinggir kota yang nyaman dan
hommy. Dalam hal ini apaetemen atau rumah menjadi pilihannya. Kemudian yang
terakhiradalah the cosmopolitan, pendatang yang datang dengan sejuta mimpi dan
bekerja keras untuk berhasil. Mereka memposisikn diri tinggal dipinggir kota,
sehingga rumah menjadi tawaran bagi segemen tersebut.
Dalam sumber daya, Intiland menyasar pada kelompok konsumen yang
bersumber daya tinggi yakni penemu, yakni kunsumen yang dikategorisasikan
berhasil, modern, aktif dalam pergerakannya, selera yang tinggi. Konsumen model
beiini akan menjadi target utama untuk memasuki rumah di kawasan urban dan apartemen. Target lainnya adalah konsumen
dengan tipikal pemikir. Tipikal ini adalah orang-orang yang matang, puas, dan
reflektif yang termotivasi terhadap sesuatu tujuan yang bahagia, seperti
keluarga yang bahagia dan nyaman. Tipikal model ini yang mencari durabilitas
dan fungsional akan disasarkan pada rumah dikawasan pinggir kota. Untuk
kategori pencapai, yakni tipikal orang berhasil,berorientasi pada tujuan, yang
focus dan keluarga serta kesukaan pada barang mewah akan diplotkan untuk
penawaran rumah pinggir kota dan rumah kawasan urban. Orang yang mengalami,
dimana tipikal tersebut tipikal yang muda, kaya, mencari kesenangan,suka
berfoya-foya akan di bentukkan pada hotel dan apartemen.
Intiland melakukan segmentasi
pasar berdasarkan lima criteria kunci. Yang pertama adalah Terukur. Pada
kiteria ini, kuran, daya beli, dan karakteristik segmen dapat diukur. Ketika
menemukan pelanggan yang sudah bias dipastikan masuk dalam segmen apa,akan
mudah bagi Intiland masuk untuk melakukan promosi, seperti segmen untuk
manajer-manajer muda. Criteria kedua adalah criteria substansial. Criteria ini
merupakan criteria dimana memiliki tempat engan pelanggan yang besar. Dan
menguntungkan untuk dilayani. Hal ini dapat dicontohkan seperti
karyawan-karyawan pada perusahaan yang memiliki penghasilan diatas rata-rata
lingkungan dan memiliki tingkatgaya hidup yang bagus. Pada criteria ini,
pelanggan dibidik pada pelanggan yang dapat diakses. Pelanggan potensial adalah
pelanggan yang dapat diakses baik melalui ponsel, email, atau sarana-sarana
lain dan pelanggan tersebut menjanjikan. Pada criteria dapat didifferensiasi,
pelanggan dapat dibedakan pada tempat-tempat yang sesuai untuk investasi,
ketika bias melakukan segmentasi, maka differensiasi yang dilakukan Intiland
akan tepat sasaran. Ketika keseriusan tersebut ada, criteria terakhir adalah pelanggan
tersebut bias ditindaklanjti untuk dilakukan proses lebih lanjut.
Ketika Intiland membidik Hotel dan apartemen, Intiland akan membidik
pelanggan pada taraf segmen super, karena segmen super inilah, yang lebih dapat
untuk diajak bersama-sama bermain pada area eksklusif tanpa terkendala oleh
dana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar