Artikel:
Menarik
Argonaut demi Brain Gain
Thursday, March 4th, 2010
oleh : Teguh Sri Pambudi
oleh : Teguh Sri Pambudi
Isu
mengubah brain drain menjadi brain circulation telah menjadi
perhatian global. Sejumlah negara sukses melakukannya.
Sekitar
25 tahun lalu, ketika menyambut PM India Rajiv Gandhi di Gedung Putih, Presiden
Amerika Serikat Ronald Reagan mengajukan pertanyaan singkat: mengapa
talenta-talenta terbaik dari India pergi ke AS, bukankah itu brain drain?
Rajiv pun menjawab, “Oh, itu bukan brain drain seperti yang diramaikan
orang, melainkan brain bank yang akan kami tarik sewaktu-waktu bila
perlu.â€
Tahun
2009. Duta Besar India untuk AS Meera Shankar dilontari pertanyaan serupa oleh
anggota The Indus Entrepreneurs Chapter Washington, DC ketika mereka
melakukan pertemuan. Seperti halnya Rajiv, Bu Dubes ini mengatakan bahwa itu
bukanlah brain drain, melainkan lebih sebagai brain circulation.
“What goes around, comes around. And I have seen that movement
of Indians to other countries has had a very positive impact back in India,â€
katanya.
Andhra
Pradesh adalah contoh yang ditunjukkan Meera. Dulunya, negara bagian ini
tergolong terbelakang. Namun, kini menjadi salah satu negara bagian paling
berkembang di India setelah teknisi dan ilmuwan yang merantau ke AS
mengembangkan bisnis di wilayah ini.
Tanpa
meninggalkan agrikultur (empat sungai besar India, yakni Godavari, Khrisna,
Penna dan Thungabhadra, melintasinya) yang menghasilkan tanaman padi, kapas, merica
dan mangga, pada awal dekade 2000-an Andhra Pradesh memfokuskan diri pada
industri TI dan bioteknologi. Para teknisi India pulang kampung membangunnya.
Buahnya, dari wilayah terbelakang, Andhra Pradesh menjadi pengekspor
produk/jasa TI dengan nilai di atas Rp 45 triliun. Namun bukan hanya TI yang
berkembang. Ibukotanya, Hyderabad, menjadi pusat manufaktur farmasi.
From
brain drain to brain circulation.
Terminologi
brain circulation yang dikutip Meera merupakan istilah yang dimunculkan
Profesor AnnaLee Saxenian, yang kini menjabat Dekan UC Berkeley, School of
Information. Saxenian melihat bahwa pergerakan talenta dan skill
seharusnya menguntungkan dua pihak: negara yang ditinggalkan dan negara yang
dituju. Seperti sebuah sirkulasi, Saxenian mengatakan, seyogyanya ada proses
“to give and to receiveâ€. Wanita ini terkenal dengan bukunya, The
New Argonauts: Regional Advantage in a Global Economy (2006). Saxenian
mengeksplorasi globalisasi teknologi dan tenaga kerja, seraya menunjukkan fakta
bahwa brain drain telah menjadi brain circulation. Imigran
sejumlah negara seperti India, Cina, Taiwan dan Israel membawa kemampuan entrepreuneurial-nya
ke negara masing-masing seraya tetap mempertahankan koneksi dengan negara
tempatnya menimba ilmu dan pengalaman.
Taiwan
adalah salah satu contoh brain circulation yang baik. Pada 1970-an,
negara ini adalah daerah pinggiran (peripheral) dalam urusan
kewirausahaan dan inovasi di dunia. Mereka kemudian menjadi salah satu pusat
inovasi terkemuka di dunia ketika mereka pulang kampung di dekade 1980-1990-an.
Miin
Wu, salah satunya. Datang ke AS di awal 1970-an untuk mengejar gelar sarjana
teknik elektro, Wu akhirnya meraih gelar doktor dari Stanford University pada
1976. Selepas lulus, Wu melihat ilmu yang digunakannya belum bisa
diimplementasikan di Taiwan. Dia pun bertahan di Negeri Abang Sam. Dia merintis
karier di sejumlah perusahaan Silicon Valley, termasuk Siliconix dan Intel. Dia
juga sempat mengecap pengalaman sebagai salah satu pendiri VLSI Technology.
Tahun
1980-an ekonomi Taiwan berkembang. Wu memutuskan mudik. Tak berapa lama, pada
1989, perusahaan semikonduktor pertama di Taiwan, Macronix Co. dikibarkannya di
Hsinchu Science and Industrial Park. Wu juga menjadi anggota aktif Silicon
Valley’s Monte Jade Science and Technology Association yang membangun hubungan
bisnis antara komunitas teknis di Silicon Valley dan Taiwan.
Berkembang
pesat, tahun 1995, Macronix mendaftar di bursa Taiwan, dan setahun kemudian
menjadi perusahaan pertama yang terdaftar di Nasdaq. Berkekuatan 4.282
karyawan, Macronix kini menjadi salah satu pabrikan dan pemasok integrated
circuits (IC) serta kartu memori terbesar untuk wilayah Asia, Eropa dan AS.
Langkah
Wu diikuti sejawat-sejawatnya. Maka, jadilah Taiwan sebagai salah satu pusat
inovasi dunia, khususnya untuk semikonduktor. Langkah yang juga terjadi di
Andhra Pradesh. Langkah brain circulation: ketika negara yang disinggahi
dan negara yang ditinggalkan sama-sama memetik keuntungan dari sirkulasi
pengetahuan, skill dan talenta-talenta terbaik. Memetik apa yang disebut
brain gain.
Wu,
serta orang-orang yang kembali dari petualangan memburu ilmu dan karier untuk
membangun negerinya, bagi Prof. Saxenian adalah para “Argonaut Baruâ€.
Argonauts adalah cerita mitologi Yunani tentang sekumpulan pahlawan yang
berlayar untuk mencari bulu biri-biri emas. “Mereka menciptakan peluang untuk
diri mereka dan kolega-koleganya di tanah air. Itulah the New Argonaut,
orang-orang yang bisa memindai lingkungan dan mengenali peluang dari posisi
masing-masing, untuk kemudian mengeksplorasinya,†kata Saxenian.
Isu
mengubah brain drain menjadi brain circulation agar diperoleh brain
gain adalah isu yang terus menyita perhatian. Tahun 2006, Bank Dunia bahkan
membuat laporan khusus seputar ini. Institusi ini mengakui bahwa globalisasi
dan pasar yang terintegrasi telah membuat penghargaan yang tinggi bagi skill
dan talenta-talenta premium (top): individu-individu yang punya high impact.
Dengan demikian, brain drain sejatinya merupakan fenomena yang lazim.
Namun, seiring dengan meningkatnya peran skill dan talenta SDM sebagai
aset yang luar biasa – bukan lagi sumber daya alam (SDA) – maka
negara-negara berkembang yang ditinggalkan putra-putra terbaiknya harus
memikirkan bagaimana me-leverage pengalaman dan pengetahuan para
diaspora ini untuk tanah airnya.
Ini
artinya, peran negara harus besar bila menginginkan terciptanya brain
circulation demi brain gain. Bukan hanya sekadar mengimbau agar
putra-putra terbaiknya pulang kampung.
“Pada
1980-an, dilema anak-anak Cina dan India yang lulus Ph.D. dari Stanford atau
Berkeley adalah tak ada pekerjaan buat mereka di tanah air, sementara keluarga
meminta segera pulang,†kata Saxenian. Akhirnya, mereka berwirausaha. Dia
mencatat, kurun 1995-2000, orang-orang India dan Cina mendirikan lebih dari
4.000 perusahaan di Silicon Valley. Brain circulation terjadi ketika
mereka pulang atau tetap tinggal di AS, tetapi menciptakan koneksi dengan
kolega-koleganya di India serta Cina.
Peran
negara, tentu saja, adalah menciptakan sarana-prasarana bagi otak-otak terbaik
itu untuk pulang: kesempatan untuk tumbuh-kembang. Taiwan, contohnya. Untuk
mendorong ekonomi lokal dan menarik talenta terbaik buat menciptakan brain
circulation, pada 15 Desember 1980 dibangunlah Hsinchu Science and
Industrial Park yang berdampingan dengan National Chiao Tung University dan
National Tsing Hua University. Taiwan ingin membangun Silicon Valley yang
berdampingan dengan Stanford. Di Hsinchu inilah Miin Wu membangun Macronix.
Kini ratusan perusahaan berdiri di sini, membetot anak-anak Taiwan yang menimba
ilmu di mancanegara.
India
tak mau kalah. “Pemerintah India sangat berupaya menarik pulang
talenta-talenta terbaik,†kata Meera. “Di zaman sekarang, tak ada yang bisa
memisahkan diri dari globalisasi. Harus ada dua arah pertukaran ide,
pengetahuan dan investasi. Dengan cara itulah kita bisa menghasilkan
sirkulasi,†lanjutnya. Fasilitas, insentif dan peluang kemitraan dibuka di
India buat anak-anak terbaik yang ingin membangun negerinya. Negeri ini juga
mengembangkan universitas-universitas di seluruh pelosok sebagai mitra untuk
penelitian. “Kami juga mengembangkan 10.000 pusat balai latihan baru untuk
mengembangkan kompetensi warga India,†ujarnya. Ini dilakukan agar
orang-orang lokal yang tidak melanglang buana bisa mengimbangi rekan-rekannya
yang baru pulang dari mancanegara atau tetap di luar negeri yang membutuhkan
tenaga-tenaga ahli di India. “Jadi, harapan kami, nantinya tidak ada mismatch
antara permintaan industri dan pasokan yang dibutuhkan,†katanya lagi
menegaskan.
Selain
India dan Taiwan, Cina juga menjadikan isu brain circulation sebagai
perhatian utamanya. Negara ini bahkan bukan sekadar berupaya menarik pulang,
tetapi makin aktif mendorong guanxi, jejaringnya di seluruh dunia yang
memiliki kedekatan etnis-genealogis, untuk membantu perluasan ekspansi
korporasi negara itu. Jiran kita, Vietnam, juga aktif berupaya menciptakan brain
circulation. Mereka mengundang orang-orang yang berdiaspora semasa Perang
Vietnam untuk pulang membangun negeri setelah sukses di rantau. Pada 21-23
November 2009, sekitar 1.000 warga diaspora ini dipertemukan dalam sebuah
konferensi di Hanoi. Pemerintah Vietnam berupaya menarik anak-anak negeri
terbaik untuk membangun tanah air. Menarik para Argonaut untuk sama-sama
menciptakan peluang.
Belajar
dari Taiwan atau India, tampaklah bahwa negara berperan menciptakan lingkungan
yang kondusif buat talenta-talenta terbaik untuk pulang dan membangun negeri.
Pemerintah bukan cuma mencak-mencak, melainkan proaktif menarik putra terbaik
dengan menyediakan lahan seperti industrial park yang ditopang
universitas dan balai-balai keterampilan. Jangan menuduh mereka antinasionalis,
tetapi lebih baik menyediakan sarana-prasarana yang kondusif begitu anak-anak
negeri terbaik itu pulang.
What
goes around, comes around. Begitu kata Dubes Meera. Namun percayalah, para New
Argonaut terbaik tak akan pernah pulang dari berlayar bila tanah tumpah
darahnya tidak menawarkan kesempatan yang menarik.
Riset: Sarah Ratna Herni
www.swa.co.id
Analisa:
Dalam bidang ini, Negara –negara seperti
India, Taiwan, Cina, maupun Vietnam secara tidak langsung melakukan apa yang
disebut system Intelijen Pemasaran (Marketing Intelligence System). Dalam hal
ini pengertian Sistem Intelijen Pemasaran (menurut Philip Kottler dan Kevin
Laned keller) adalahkumpulan prosedur dan sumber daya yang digunakan manajr
untuk mendapatkan informasi harian tentang berbagai perkembangan dalam
lingkungan pemasaran. Manajer dalam kasus diatas adalah diwakili pemerintah
melakukan pengiriman sumber daya-sumber dayanya ke luar negeri yang menurutnya
memiliki keahlian yang mumpuni pada bidangnya. Ucapan Rajiv Gandhi pada awal
artikel memperkuat hal tersebut. Manajer
(dibaca selanjutnya adalah pemerintah) memberikan peluang kepada warganya untuk
menuntut ilmu kenegara lain. Proses belajar terus dipantau oleh Pemerintah.
Samapai pada tahap dimana warga tersebut lulus. Ada yang kemudian bekerja
dinegara lain, dan ada juga yang ingin kembali pulang ke Negara asal. Manajer
memberikan kebebasan kepada warganya untuk tetap berkarya dinegara tempatnya
belajar atau pulang. Ketika warganya menginginkan pulang, manajer sudah siap
menampungnya. Namun apabila tetap dinegara tempat menimba ilmu, manajer
membiarkannya. Manajer akan memanggil warganya apabila manajer membutuhkannya
untuk berkarya dinegeri sendiri.
Dalam hal ini manajer dapat melakukan
beberapa langkah untuk meningkatkan kualitas intelijennya, seperti yang
dituturkan Kottler dan Keller.
- melatih dan memotivasi warganya (diluar negeri) untuk menemukan dan melaporkan penemuan baru. Penemuan baru ini adalah seperti pemberitahuan keadaan dinegara tersebut, potensi apa yang bisa diambil, serta apa yang bisa ditiru.
- Memberi motivasi kepada warga yang diluar negeri dan pengusaha setempat untuk selalu mengadakan kerja sama untuk menyampaikan keterangan intelijen yang dirasa penting. Dalam hal ini perkumpulan-pedrkumpulan mahasiswa kita diluar negeri dan kedutaan bisa dijadikan sarana.
- Warga yang melakukan kuliah diluar agar terus membentuk jaringan dengan warga disana, hal ini agar dapat terus dipupuk. Hubungan baik ini dapat bermanfaat dalam pelaksanaan informasi kedepan.
- Membentuk panel penasehat pelanggan, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan contoh hasil produk, dan memberikan kepada partner di luar negeri untuk memberikan analisanya terhadap produk kita.
- Memanfaatkan sumber daya data pemerintah tempat menuntut ilmu. Data tersebut pasti banyak tersebar diberbagai Koran atau web Negara tersebut. Mempelajari Negara tersebut, berarti mempelajari dengan menggunakan data pemerintah tersebut yang tersedia.
- Akses pembelian informasi dari pihak luar (tempat menuntut ilmu) lebih mudah, karena mahasiswa atau warga yang bekerja disana mengetahui seluk beluk daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar