Minggu, 04 Januari 2015

Eyang Putri

Eyang Putri
Innalillahi Wa Inna Illahi rojiun
Kemudian aku membaca surat yasin
Selesai itu aku sholat Ghoib
Aku benar-benar tidak bisa menangis
Jumat pagi 25 April 2008, merupakan masa diakhir ini yang membuatku linglung dan merupakan suatu salah satu titik tolakku. Pada hari itu aku kehilangan salah seorang orang yang paling kucintai dan kukagumi di dunia ini, Eyang Putri. Eyang Putri meninggal dunia setelah menderita sakit bertahun-tahun. Sakit beliau sudah bermacam-macam. Bagiku kematian adalah satu hal yang pasti akan datang pada kita, entah pada diri kita sendiri atau pada orang-orang terdekat kita, dan itu adalah sesuatu yang harus kita persiapkan kapan saja harus dihadapi. Tapi aku juga tidak munafik bahwa kehilangan itu sangat menampar kehidupanku. Aku sedari dulu selalu berdoa kepada Allah agar bisa menemani Eyangku dan tidak ingin dalam posisi yang jauh apabila Eyang mengalami sakit parah, masuk rumah sakit, atau seperti yang terjadi kemarin. Aku sempat ingin marah, tapi tidak tahu pada siapa. Aku ingin marah, kenapa ya Allah? Kenapa ketika kondisi Eyang putri menjadi seperti itu, aku harus mendapat tugas yang menjauh, betapa sakit hati ini. Ketika Eyang masuk Rumah Sakitpun aku tidak bisa datang, karena, besok urusan terakhir kantor, karena mutasiku ke Bengkulu dari Jakarta. Astaghfirullah, aku selalu berdoa agar bisa melihat Eyang Putri seperti sebentar aku bisa melihat Eyang Kakungku, tetapi ternyata Allah tidak memberi jalan itu, aku benar-benar tidak bisa menangis. Hanya bisa tersenyum. Jumat itu aku benar-benar merasa bahwa Allah benar-benar tidak melihat aku. Aku menjadi orang yang bertanya, buat apa sholat, buat apa puasa, buat ngaji. Aku tersenyum masih saja setelah sholat Jumat. Hari itu aku tiduran dikamar, hanya marah. Bukan marah karena Eyang meninggal, aku senang dan bersujud syukur Eyang meninggal dalam keadaan yang menyenangkan. Tapi aku benar-benar marah ketika aku tidak bisa melihat beliau untuk yang terakhir. Aku benar-benar merasa kosong, Ya Allah buat apa aku beribadah padaMu? Astaghfirullah
Kehilangan orang yang kita cintai adalah sesuatu yang sangat tidak kita inginkan dalam hidup ini tapi justru adalah sesuatu yang pasti kita alami. Kehilangan  itu bisa saja hanya sebatas jarak dan waktu, tapi bisa juga kehilangan yang tidak akan pernah bertemu lagi atau kematian. Jika rasa kehilangan itu hanya sebatas jarak dan waktu, mungkin kita masih bisa mengatasinya dengan memanfaatkan teknologi untuk tetap berhubungan dengan orang yang kita cintai itu. Tapi bagaimana jika kehilangan itu akibat kematian, dimana kita sama sekali tidak mempunyai kemungkinan untuk bertemu lagi dengan orang itu? Bagaimana jika ironisnya rasa kehilangan itu kita alami justru disaat kita sedang sangat membutuhkan kehadiran orang itu?
aku ingat ketika terakhir aku ketemu dengan Eyang Putri medio Desember pas Hari Idul Adha, setelah aku mengantongi SK, kami, bersama istri ke Solo, sekalian mengenalkan pada istriku
ke eyangku. Alhamdulillah Eyang Putri masih ingat aku. Kadang Eyang memang bilang “aku ki wes ora suwe” tapi Eyang Putri masih ingat aku. Aku ketika itu hanya melihat Eyang dan aku merasa bahwa hari ini mungkin hanya akan melihat Eyang pada saat terakhir. Si Lutfi sing Celelekan, sembari Eyang tertawa. Tidak seperti sepulang dari Rumah Sakit. Kami berbincang-bincang lama, entah kenapa, aku merasa masa itu adalah masa dimana kami akan mengenang masa itu, sayang aku tidak bawa kameraku.
Aku menjadi takut untuk kelepasan kehilangan orang tuaku, seperti pada Eyang putri. Aku menjadi ingin keluar dari PNS. Entah kenapa, aku menjadi bulat untuk menata diri keluar dari PNS. Dimana tidak ada jaminan menetap. Ya Allah kenapa ya Allah. Posisi aku menjadi tidak bisa bergerak. Hanya Allah yang Mengetahui rencana yang Dia buat, aku hanya pion kecil yang tidak berbuat apa-apa.
Ingatlah bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini sudah ada yang mengaturnya, tinggal bagaimana kita mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang kita alami. Karena di balik keburukan pasti ada kebaikan, sebaliknya di balik kebaikan juga ada keburukan. Satu hal lagi, jangan pernah berburuk sangka pada Tuhan dengan mengatakan bahwa semua ini terjadi karena Tuhan tidak menyayangi kita. Tapi yakinlah bahwa justru Tuhan memberi ujian dan cobaan yang berat pada umat yang dicintai-Nya agar dapat mengambil hikmah dan menjadi insan yang lebih baik. Tulisan itu begitu mudah untuk ditulis kan? Tetapi masih terasa hati ini berontak.
“Mas aku berangkat naik AirAsia, aku gak papa kok”



Tidak ada komentar: