Yang Namanya Mati
Telah menjadi hukum alam, manusia dilahirkan, dewasa, tua, dan akhirnya
mati. Siapa pun juga tak akan mungkin mampu menghindari kematian. Manusia
dilahirkan, hidup, bagaikan narapidana mati yang hanya menunggu saat tibanya
pelaksanaan hukuman. Pelaksanaan hukuman mati ini jauh lebih pasti daripada
vonis yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan, karena tak seorang pun akan
bisa melarikan diri atau
menghindarinya.
Di jaman dahulu, manusia lebih bisa menerima penderitaan ataupun kematian.
Hal itu mungkin dikarenakan keterbatasan sarana usaha untuk menghindari
penderitaan maupun kematian. Bila merasa panas, mereka puas hanya dengan berkipas-kipas, karena tidak
ada AC. Dalam mengadakan perjalanan jauh, mereka hanya berjalan kaki atau menggunakan
kereta berkuda, karena tidak ada kendaraan bermotor.
Konsep nrimo terhadap kematian memang lebih terasa pada masa lalu. Bukan
berarti kita berbicara tentang kepasrahan diri. Nrimo dalam hal ini adalah
nrimo yang meraksuk. Karena bersosialisasi dengan alam lebih didapat pada masa
lalu daripada masa sekarang yang sudah termaktubkan oleh teknologi dan sarana
yang lebih ringan. Konsep penderitaan pada masa dulu lebih bisa dirasakan
secara umum daripada masa sekarang, dan itu terasa dengan pendeknya umur kekuatan
kita. Pada masa lalu, manusia pada umur tujuh puluh tahun masih terlihat bugar
dan segar, tapi sekarang, manusia pada umur 45 tahun udah terasa berat dan
menyedihkan. Ketika orang dahulu ketika menghadapi masa penantian, masih dengan
senyum yang mengikat dan menawan hati, pada saat sekarang, proses penantian
menjadi panjang dan melelahkan. Sudah bukan menjadi kekuatan untuk berjuang
untuk bersimpuh dengan fisik yang memadai.
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (ali Imran: 185.)
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul
sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan,
membahayakan atau menyakitkan. Sehingga, ketakutan manusia akan sesuatu
ditentukan oleh ilmu yang dia miliki. Apa yang menurutnya akan merugikan, menghancurkan,
membahayakan dan menyakitkan, tentunya akan membuatnya takut jika menimpanya.
Sebaliknya, apa yang diketahuinya tidak akan memberinya bahaya apa-apa, tentu
tidak membuatnya takut. Apalagi hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan,
kesenangan, atau manfaat baginya.
Rasulullah ditanya seorang shahabat yang ingin masuk jannah. Beliau
menjawab, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal ada di depan mata
kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!" (HR. Ibnu Abid
Dunya)
Jalan menuju kematian sudah tergambar jelas ditiap manusia. Setapak demi
setapak akan dialalui dengan hati-hati maupun serampangan. Proses ait pasti
akan dilewati oleh makhluqNya. Tidak ada kesempatan untuk menghindari. Nah
proses ini apakah akan dilalui dengan kesakitan atau kedamaian, ini yang
menjadi pertanyaan. Kematian adalah realitas. Sia-sia jika kita ingin
menolaknya, sebab kita ‘dipaksa’ mengalaminya. Dengannya mahligai dunia kita akan hancur, kelezatannya sirna dan
semua perolehan tanpa iman akan terlecehkan. Tidak ada jalan lain kecuali
mempersiapkan diri dengan segera. Wallahu A’lam. Hanya Allah yang tahu akan apa
yang dikehendakiNya. Allahu Akbar, Allah Maha Besar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar