Khusnul dan Suul Khotimah
"Jibril, jelaskan
apa hakku nanti di hadapan
Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya,"
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan
Rasulullah mengaduh.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut
ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak
tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah
mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar
seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati,
wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah
di antaramu."
Kematian adalah suatu misteri. Banyak yang tidak tahu seperti apa dunia
sesudah kematian. Tapi banyak juga yang percaya bahwa ada “kehidupan
lain”setelah kematian. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah akhir
dari segalanya dan akhir dari eksistensi seseorang, dan setelah itu yang ada
adalah ketiadaan. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah awal dari
suatu kehidupan baru dalam suatu bentuk siklus. Apapun kepercayaan yang dianut,
tak ada seorang pun yang tahu seperti apa situasi dan kondisi sesudah kematian.
Banyak yang mengandaikannya sebagai suatu kondisi “ketiadaan”, bahwa sebuah
kematian adalah awal dari suatu ketiadaan, bertentangan dengan kelahiran yang
dianggap sebagai awal dari suatu ketiadaan. Materialistik ? Memang benar,
tetapi setidaknya itu yang sampai saat ini kita ketahui dengan “common sense”
kita sebagai manusia. Dan sisanya adalah kepercayaan.
Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang
hamba yang ta’at didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan
shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia
menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan
dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan
tidak akan terjadi!! (QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang,
lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah
manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka
yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka
itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan
kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)
Anda pernah merayakan atau menghadiri acara atau pesta ulang tahun? Jika
ya, bisa jadi yang berulang tahun pada saat itu merasakan dan menikmati kegembiraan. Sebenarnya ini adalah
sesuatu yang ironis. Jika seseorang bergembira pada saat jumlah tahun hidupnya
bertambah 1 tahun, maka seharusnya ia bersedih karena jatah hidupnya telah
berkurang 1 tahun. Begitulah, 1 tahun kita lewati hidup ini, 1 tahun pula jatah
hidup kita berkurang. Dan dengan berkurangnya jatah hidup kita, kematian
semakin mendekat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya: “Setiap yang berjiwa
akan merasakan kematian, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu melainkan
pada hari kiamat.” (QS: Ali Imran: 185).
Dalam kenyataannya ada dua macam akhir hidup, yaitu akhir hidup yang baik
atau husnul-khotimah dan akhir hidup yang buruk atau su’ul-khotimah.
Husnul-khotimah adalah akhir kehidupan seseorang yang beriman kepada Allah dan
percaya pada hari bangkitnya manusia dengan kekuatan taqwanya. Jadi iman dan
taqwa adalah faktor utama untuk menuju husnul-khotimah. Dan ketaqwaan yang
berujud amal sholeh itu adalah wujud dari keimanan. Contoh husnul-khotimah
adalah seseorang yang mati dalam memperjuangkan kalimat Allah atau seseorang
yang akhir amalannya dalam taat pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, yang artinya, “Siapa saja yang mengucapkan ‘Laa ilaaha
illaLlaah’ pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Allah, maka ia akan masuk
surga. Siapa saja yang berpuasa pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Allah,
maka dia akan masuk surga. Dan siapa saja yang bersedekah pada akhir hidupnya
untuk mencari ridha Allah, maka ia akan masuk surga. ” (HR: Ahmad
V/391).
Sedangkan su’ul-khotimah ialah
apabila sewaktu akan meninggal dunia seseorang didominasi oleh perasaan was-was
yang disebabkan keragu-raguan atau keras kepala atau ketergantungan terhadap kehidupan dunia yang akibatnya ia
harus masuk ke neraka secara kekal kalau tidak diampuni oleh Allah subhanahu wa
ta’ala. Sebab-sebab su’ul-khotimah secara ringkas antara lain adalah perasaan ragu dan sikap keras kepala yang
disebabkan oleh perbuatan atau perkara dalam agama yang tidak pernah
dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menunda-nunda taubat,
banyak berangan-angan tentang kehidupan duniawi, senang dan membiasakan
maksiat, bersikap munafik, dan bunuh diri.
Celaka atau bahagianya kita telah
ditentukan sejak kita masih di rahim ibu. Sebab siapa saja yang bertaqwa dan
beriman, Allah akan memudahkan beginya
jalan menuju bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk
agar Alloh menghindarkan kita dari jalan yang celaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar