Proses Bersalaman dengan Kematian
Dari Abdullah bin ‘Amr R.A,
Rasulullah S.A.W bersabda: “Sampaikanlah pesanku walaupun satu ayat…”
KEMATIAN itu pasti menjelma. Hanya masa dan waktunya yang tidak kita
ketahui. Mengapa kebanyakan orang yang hampir ajal tidak dapat berkata
apa-apa.. lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan
sakaratul maut.
Diriwayatkan sebuah hadis yang bermaksud: “Hendaklah kamu mendiamkan diri
ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.”
Ini jelas menunjukkan, kita disarankan agar mendiamkan diri, jangan berkata
apa-apa pun semasa azan berkumandang. Sebagai orang beragama Islam kita
wajib menghormati azan.
Hidup dan mati tak dapat
dipisahkan. Andai tidak ada
kehidupan, tidak mungkin ada kematian. Oleh karena itu, kematian harus ada supaya
hidup memiliki makna. Segala sesuatu, baik bintang yang paling besar di langit
maupun partikel terkecil di muka bumi – bebatuan, tumbuhan, binatang – cepat
atau lambat akan hancur. Semua itu diadakan satu per satu akan dikembalikan ke
alam ketiadaan. Semuanya akan berubah menjadi debu dan sirna
Proses menuju kematian yang meletakkan pada fisik bungkuk kita, wajah
keriput dan badan kita yang merana ke tempat peristirahatan. Kematian
mengurangi kesedihan dan duka kehidupan. Kau bagaikan seorang ibu pengasih yang
memeluk dan membelai anaknya, lalu menidurkannya selepas badai. Seringkali kau
berbeda dari kehidupan yang terkadang pahit dan kejam. Berbeda dengan kehidupan
yang sering menyeret kita pada kesesatan dan kebejatan moral, lalu
melemparkannya ke pusaran air dosa yang mengerikan.
Suatu kali Nasruddin Hoja ditanya temannya, “Kapan kiamat terjadi?” “Kiamat
apa yang kau maksud?”, Nasruddin balik bertanya. “Apakah kiamat itu lebih dari
satu?”, temannya bertanya. “Ya,” jawab Nasruddin, “Ada kiamat besar dan kiamat
kecil. Kiamat kecil adalah ketika isteriku mati. Dan kiamat besar adalah ketika
aku yang mati,” tambahnya.
Kematian adalah ketika ruh meninggalkan badan, sebagaimana pelaut
meninggalkan kapalnya yang karam, begitulah ucap Syeikh Abbas al-Qummi.
Selain ‘maut’, Al Qur’an juga menggunakan istilah ‘wafat’ untuk menunjuk
makna mati. Murtadha Muthahari membuat sebuah analisis yang menarik tentang kata
‘tawaffa’ (mati) -berakar pada kata yang sama dalam bahasa Persia yaitu
memiliki bunyi hampir sama, yakni ‘faut’-. Menurut Murthada Muthahhari,
sebagian orang Persia mengira kedua istilah ini berasal dari kata yang sama.
Mereka mengira bahwa ‘wafat kard’ – ‘faut kard’. ‘Faut’ berarti hilang, atau
lepas dari pegangan. Jika istilah ‘wafat’ bermakna sama dengan ‘faut’, maka
kematian akan memiliki konotasi hilang atau musnah. Kenyataannya, makna istilah
‘faut’ malah berkebalikan dengan makna istilah ‘wafat’ yang dipergunakan oleh
Al Qur’an untuk menyatakan ‘kematian’. Sebaliknya, dari ‘lepas dari pegangan’,
istilah ‘tawaffa’ berarti mengambil sesuatu dan menerimanya secaranya secara
sempurna. Contohnya, jika kita mendapatkan kembali seluruh piutang kita, dan
bukan hanya sebagian, maka itu disebut sebagai ‘tawaffa’ atau ‘istifa’. Al
Qur’an senantiasa mengaitkan kematian dengan ‘menerima secara sempurna.’
surat al-Sajjad disebutkan: “Dan mereka berkata: ‘Apakah ketika kami telah
lenyap (musnah) di dalam tanah, ami akan benar-benar menjadi ciptaan yang
baru?’ Katakanlah: Malaikat ditugasi untuk menerimamu dan kpada Tuhanmulah kamu
akan dikembalikan.”
“Sesungguhnya,” kata Rasulullah
SAW, “hidup manusia di dunia ini bagaikan mimpi.” Ia terjaga ketika mati.” “Dan
pada hari itu,” ungkap Allah SWT, “Penglihatan akan menjadi terang-benderang
Mati diimpikan oleh orang beriman adalah mati yang membawa kepada kehidupan
baru. Hidup dalam pelukan rahmat Tuhannya. Seperti firman Allah bermaksud:
“Janganlah kamu menyangka bahawa orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati,
bahkan mereka itu hidup, di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” – Surah Ali
‘Imran: Ayat 169.
Siapakah Tuhan kamu?
Siapakah Nabi kamu?
Apakah agama kamu?
Apakah kiblat kamu?
Siapakah saudara kamu?
Apakah pegangan iktikad kamu?
Dan apakah kalimah yang kamu bawa bersama-sama kamu
Allah Taala Tuhanku,
Muhammad nabiku,
Islam agamaku,
kitab suci Al-Quran kitabku,
Baitullah itu kiblatku,
Melaksanakan sholat lima waktu,
Puasa di bulan Ramadhan,
Mengeluarkan zakat dan mengerjakan haji diwajibkan ke atas aku (Muhammad),
Semua orang Islam dan orang yang beriman adalah saudara aku (Muhammad),
Bahkan dari masa hidup hingga aku mati
Aku mengucap: “La ila ha illallah Muhammaddur Rasulullah”.
Ya Allah Ya Tuhan, kami merayu dan bermohon kepada Mu supaya tidak
disiksa mayat ini dengan kemegahan penghulu kami Muhammad SAW.
Subhana rabbika rabbil izzati amma ya sifun wassallamu
alalmursalinwalhamdulillahi rabbil alamin.
Setiap yang bernafas, pasti akan mati - “Kullu nafsin za iqatul maut”
Firman Allah swt, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, yang
ingat-mengingati supaya mentaati kebenaran, dan yang ingat-mengingati dengan
kesabaran.” Surah Al-A’sr
Dari Abdullah bin ‘Amr R.A, Rasulullah S.A.W bersabda: “Sampaikanlah
pesanku walaupun satu ayat…”
KEMATIAN itu pasti menjelma. Hanya masa dan waktunya yang tidak kita
ketahui. Mengapa kebanyakan orang yang hampir ajal tidak dapat berkata
apa-apa.. lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan
sakaratul maut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar