Jumat, 21 Agustus 2015

Permintaan Kepada Tuhan



Permintaan Kepada Tuhan

 Suatu percakapan menarik yang muncul dalam suatu kegiatan pengajian. Cerita dibuat dengan set dasar suatu pengajian dikawasan tertentu. Pengajian melibatkan suatu Tanya jawab antara seorang guru dan murid.
 "Saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak," kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan. "Apa itu, Bu Kus?" tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz. "Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya isteri yang selalu terlihat cantik di mata suami." "Doa yang bagus, dong," sergah Pak Ustadz, "lalu apa yang terjadi?"
 "Ya, memang bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih cantik."."Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?" "Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.". "Maksudnya gimana?" "Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain." "Apa itu?" "Saya berdoa agar Allah menjadikan saya isteri yang setia pada suami." "Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?"
 "Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan sebelumnya." "Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?" "Ya, sih, Pak." "Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?" "Bukan pertanyaan, Pak." "Lalu apa?" "Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?"
Merupakan hal lucu membaca percakapan diatas. Statu konsep pengabulan terhadap doa dari sisi yang berbeda. Tuhan dalam statu kasus diatas memberikan pemberian yang tidak instan. Pelaksanaan melalui proses yang tidak terduga dan memerlukan tahapan-tahapan tertentu. Semacam sutu jalan terjal dan berliku menunggu jalur yang lurus. Saya menjadi tergelitik dengan ucapan untuk takut berdoa meminta. Ketakutan untuk berdoa dan memasrahkan diri kepada jalan Tuhan yang ada. Terus terang memang menggelitik saya. Buat apa berdoa apabila memang jalan itu memang sudah ditentukan?. Namun menyenangkan juga berpolemik tetang proses pencapaian tujuan yang diinginkan. Modal yang diberikan kepada hambaNya sepertinya merupakan suatu jalan saja untuk menghasilkan apa yang diminta. Konsep ini menjadi peniadaan terhadap konsepsi pengabulan dengan jalan tol.
Meminta dan menjalani. Kemudian melakukan untuk mencapai apa yang diinginkan. Barang yang kusut disediakan untuk dijadikan sebagus yang diinginkan. Apakah  nyaman atau tidak, tergantung yang mengkreasinya. Tembikarpun bisa menjadi indah seseorang yang selalu berlatih untuk memperbagus olahan tembikarnya. Nah inilah masalahnya..... seberapa ngehnya kita akan bahan dasar ini. Tidak semua orang ngeh dengan bahan dasar itu. Dan bahan dasar itu bisa jadi malah dibuang saking ketidaktahuannya. Apakah itu salah Tuhan? Salah kita? Saya tidak berani menyimpulakn pada tahap itu.
Memang, Tuhan lebih menyukai orang yang pandai. Tapi jangan lupa juga, Tuhan paling benci dengan orang pandai yang tidak untuk mensyukuri harkatnya dan melupakan hakekatnya. Dalam hal ini, orang bodohpun tetap dicintai Tuhan. Mampukah kita berdiri dengan kepandaian yang tidak mampu mengolah bahan mentah itu? Entahlah...


Tidak ada komentar: