Jumat, 21 Agustus 2015

Problematika Homoseksualitas



Problematika Homoseksualitas
Pada tahu 1973, APA (American Psychiatric Association) memindahkan homoseksual dari klasifikasi sebagai psikiatric disorder dan menjelaskan homoseksual bukan lagi mental disorder. Hal ini juga diikuti oleh organisasi-organisasi internasional yang lain. Diantaranya adalah American Law Institute dan WHO. World Health Organization. Ini menghapus tanggapan homoseksual dari daftar penyakit mental sekitar 1981. Dan yang paling terbaru adalah The American Psychological Association yang mengeluarkan pernyataan tentang masalah homoseksual pada bulan Julai 1994.
Homoseksual merupakan keadaan pernyataan perasaan yang menyebabkan seseorang itu mempunyai nafsu terhadap kaum sejenis. Perasaan dan nafsu tersebut terhasil disebabkan oleh bahan kimia dan hormon yang dikeluarkan dalam badan (diluar krndali). Pendapat ini masih diperbincangkan dan belum sdapat dibuktikan secara menyeluruh.
Perkataan homoseksual diterjemahkan secara harfiah adalah "sama jantina" yang merupakan gabungan prefiks Yunani homo- berarti "sama" dan asas Latin sex- berarti "seks." Istilah homosexual pertama kali diterbitkan dalam bentuk cetak di pamflet berbahasa Jerman yang diterbitkan pada  tahun  1869 oleh anonim yang ditulis oleh novelis Karl-Maria Kertbeny, kelahiran Austria.
Homoseksual adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Homoseksual saat ini tidak lagi dikategorikan sebagai suatu gangguan atau sebagai suatu penyimpangan (deviasi) seksual (parafilia). Karena homoseksualitas merupakan suatu fenomena manifestasi seksual manusia, seperti juga heteroseksualitas atau biseksualitas.
Homosexual sudah dikenal sejak lama, misalnya pada masyarakat Yunani Kuno, Romawi, Persian bahkan peradaban Muslim. Di Inggris homoseksual baru muncul pada abad akhir ke-17. Homoseksualitas tidak hanya dipandang sebagai tingkah laku seksual belaka, namun juga sebagai pemegang peran yang agak rumit sifatnya, timbul dari keinginan, maupun aktivitas dari para homoseks. Homoseksual dulu lazim terjadi diantara tentara yang terlibat dalam Perang Saudara di Amerika Serikata. Biasanya homoseks di gambarkan sebagai orang yang jahat, tidak berpendidikan,  penghuni penjara. Tapi ada juga homoseks yang mempunyai penyesuaian diri yang baik, berpendidikan dan sukses dalam pekerjaannya. Kalangan dahulu yang digosipkan sebagai kaum homoseksual seperti Alexander The Great, Sappho, Michelangelo, Oscar Wilde, Peter Tchaiskovsky dan Virginia Woolf.
Lesbian dikenal melalui Sappho yang hidup di pulau Lesbos pada abad ke-6 sebelum masehi. Dia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak wanita, sehingga banyak pengikutnya. Akan tetapi kemudian dia jatuh cinta kepada beberapa pengikutnya dan menulis puisi-puisi yang bernadakan cinta. Menurut Sappho, kecantikan wanita tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya. Oleh karena itu kepuasan seksual juga mungkin diperolehnya dari sesama wanita.
Homoseksual tidak bisa disamakan dengan homofilia. Homofilia adalah pengalaman jatuh cinta kepada seseorang dari jantina (jenis) yang sama, tapi cinta itu tidak begitu mendalam dan baru diungkapkan dengan kemesraan ringan seperti saling merangkul dan memeluk. Sedangkan bagi homoseksual, sudah terbentuk perhubungan  yang lebih berat lagi seperti berhubungan seksual seperti suami isteri walupun dengen cara yang abnormal.
Penjelasan secara sosiologi mengenai homoseksualitas bertitik tolak pada tanggapan, bahwa tidak ada pembawaan lain pada dorongan seksual, selain keperluan untuk menyalurkan ketegangan. Arah penyaluran ketegangan dipelajari dari pengalaman-pengalaman sosial. Dengan demikian tidak ada pola seksual alamiah, pola pemuasnya dipelajari dari adat istiadat lingkungan sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau menghalangi sikap terhadap dorongan seksual tertentu. Seseorang menjadi homoseksual dikarenakan pengaruh orang-orang sekitarnya. Sikap yang kemudian menjadi pola seksualnya, dianggap sebagai sesuatu yang dominan, sehingga menentukan terhadap segi-segi kehidupan lainnya.
Secara psikologi, demi untuk kebahagian, perkawinan antar sex yang sama itu mungkin saja terjadi. Bagaimana dua orang lelaki atau dua orang wanita, yang sama secara biologis, menemukan karakter yang berbeda di dalam diri mereka dan akhirnya merasa sesuai antara satu dengan yang lain. Dua lelaki atau dua wanita, dimana yang satu berperanan sebagai sisi jantan sedangkan yang satu berperan sebagai betina. Mereka berinteraksi secara romantis seperti pasangan normal.
Pada kalangan lesbian, dorongan utamanya adalah pada kasih sayang. Karena faktor kasih sayang itu, lesbianisme cenderung terjadi secara sementara, karena sama sekali tidak memberi perubahan peranan pada diri wanita yang bersangkutan. Lesbianisme terjadi dalam konteks interpersonal.
Kehidupan para homoseksual ada yang dari kalangan berada dan ada pula yang tidak, profesi mereka beraneka ragam, demikian pula jenjang pendidikannya, ada yang menikah ada pula yang tidak menikah.
Ada yang merasa bahwa homoseksual bukan merupakan bagian dari dirinya, sehingga harus dihilangkan (ego distonik), tetapi ada pula yang merasa cocok dengan orientasi seksual seperti itu (ego sintonik). Mereka ada di sekitar kita dan belum tentu kita mengenalinya, mereka dapat menyerupai orang-orang yang heteroseksual dan menyangkal terhadap orientasi seksualnya. Perilaku mereka tidak ada bedanya dengan manusia lainnya, gangguan jiwa dan kejahatan di antara mereka tidak ada bedanya dengan heteroseksual. Itulah homoseksual, tidak ada seorang pun di dunia ini yang mau dan tahu akan dilahirkan untuk menjadi seorang homoseksual.
Adanya stigma di masyarakat menyebabkan mereka tersudut dan menjadi objek dan sasaran cemoohan atau celaan. Inipun terjadi di lingkungan keluarga, misalnya orang tua sulit untuk menerima kehadiran anak yang "gay". Buat keluarga besar (bukan keluarga batih), pengungkapan diri ke luar lebih terasa sulit karena hal ini berarti memberi malu atau aib bagi lingkungan yang lebih besar, bahkan hingga para leluhur keluarga. Adanya homoseksual dalam keluarga masih dapat ditoleransi asalkan kehormatan diri dan keluarga tidak diganggu.
Pada homoseksualitas dapat dijumpai adanya problem psikologis. Seorang pria dewasa muda homoseksual yang tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri, akan menyebabkan munculnya gejala-gejala gangguan kejiwaan. Gejala gangguan jiwa tersebut dapat berupa depresi, ansietas, fobia, panik, bahkan dapat terjadi sampai gangguan psikotik. Pada umumnya mereka datang ke fasilitas medis untuk berobat masalah posikologik yang mereka alami. Meskipun mereka mungkin saja menyesali homoseksualitasnya dan datang ke dokter untuk mengubah orientasi seksualnya.
Tetapi jangan dahulu melakukan justifikasi yang macam-macam. Berdasarkan informasi ilmiah harus diakui bahwa sesunguhnya setiap individu mempunyai potensi untuk menjadi seorang homoseksual. Namun kecenderungan ini mempunyai tingkatan yang berbeda. Dan karena kecenderungannya sangat kecil sehingga kita tidak merasakannya. Tetapi jika kecenderungan itu bisa mengakibatkan anda setelah mengagumi lalu tertarik dan terangsang terhadap sesama jenis, maka anda dapat dikatakan sebagai seorang homoseksual.





Tidak ada komentar: