Senin, 31 Agustus 2015

Keputusan Mencintai.




Keputusan Mencintai.


Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar.
Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah.
Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar. kemudian ia pun berkata, "Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang kamu temui
di sini". Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sering kali aku berkata,                                                             
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah ...
semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah ...
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra)

Cinta adalah universalitas. Tidak cinta yang abadi ketika fisik berbicara. Keinginan mencinta adalah dari sebuah diri terhadap sesuatu yang ada dibatin atau mata. Cinta itu bukan memiliki. Pernikahan adalah bukan kepemilikan. Pernikahan adalah perjanjian untik bersama-sama menjalani hidup untuk menyempurnakan ibadah. Pernikahan itu bukan penyatuan jiwa.
Cinta kepada Allah bukan berarti memiliki Allah. Allah lah yang memiliki kita. Kepemilikan adalah miliki seseorang yang tidak percaya terhadap sesuatu yang lebih memiliki. Proses cinta adalah keputusan untuk menghargai lebih dalam. Menghormati lebih jauh, dan memandang lebih teduh. Memercayakan kepercayaan yang sulit dilepaskan, meskipun hal tersebut bukan hakiki, benarkan pak Rendra?
Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta.
Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh.
Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.
Rasulullah perlu dengan kesendirian ketika Khotijah meninggal.

Tidak ada komentar: