Lika Liku Lahirnya Garuda
Pancasila
Entah apa alasan Soekarno
menunjuk Hamid untuk merancang lambang negara. Padahal, Hamid ketika itu sering
dicap federalis. Ketika Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949, Hamid tidak
duduk sebagai wakil pemerintah Republik, melainkan sebagai Ketua Bijeenkomst
Federaal Overleg (BFO) alias forum negara federal di bekas wilayah Hindia
Belanda.
Saat Sultan Hamid II
menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama jabatan
menteri negara itu pula dia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang,
dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah
Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis yakni Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi
usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Dalam buku Bung Hatta
Menjawab, untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melakukan sayembara.
Dalam sayembara tersebut, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu
karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Rancangan awal Garuda
Pancasila oleh Sultan Hamid II, berbentuk garuda tradisional yang bertubuh
manusia. Rancangan tersebut diberi nama Elang Rajawali - Garuda Pancasila.
Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh
Jepang.
Sultan Hamid II membuat
sketsa berdasarkan masukan Ki Hadjar Dewantara dengan figur Garuda dalam
mitologi yang dikumpulkan Ki Hajar Dewantara dari beberapa candi di Pulau Jawa,
dikirim Ki Hajar dari Yogyakarta, Sultan Hamid II juga membandingkan salah satu
simbol Garuda yang dipakai sebagai lambang kerajaan Sintang, Kalimantan Barat
tulisan diketahui dari surat kiriman Sultan Hamid II kepada Solichin Salam pada
14 April 1967. Setelah rancangan dari Sultan Hamid II terpilih, dilakukan
komunikasi secara intensif antara Sultan Hamid II, Soekarno, dan Mohammad
Hatta. Hasil diskusi tiga tokoh bangsa ini adalah mengganti pita yang
dicengkeram Garuda, semula pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Hamid II mengawali dengan
membuat rencana tameng atau perisai yang menempel pada figur burung garuda,
karena lambang-lambang pada negara lain yang menggunakan figur burung selalu
ada tameng atau perisai di tengahnya. Hamid membuat sketsa perisai dan
membaginya menjadi lima ruang. Hamid minta pendapat soal ide dan simbol
Pancasila dari Panitia Lambang yang diajukan pada Presiden. Hamid II
menambahkan Nur Cahaya berbentuk Bintang persegi lima atas masukan M. Natsir
sebagai simbol kesatu Pancasila, juga masukan dari R.M.Ng Poerbatjaraka, yakni
pohon astana yang menurut keterangannya pohon besar sejenis pohon beringin yang
hidup di depan istana sebagai lambang pengayoman dan perlindungan untuk
melambangkan sila ketiga.
Hamid II juga melakukan
konsultasi ke Ahmad Yamin. Atas utusan Palaupessi, bulu ekor dijadikan delapan,
sebagai tanda bulan kemerdekaan Indonesia. Hamid juga melakukan
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara
RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang
negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan,
Masyumi keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu
manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali
mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan
saran yang telah ditampung, terbentuk rajawali yang menjadi Garuda
Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian
menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Mohammad Hatta
sebagai perdana menteri. Garuda Pancasila yang diresmikan 11 Februari 1950,
tanpa jambul dan posisi cakar masih di belakang pita.
Buku Sekitar Pancasila karya AG Pringgodigdo terbitan Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan
Hamid II diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk
sekarang ini. Presiden Soekarno memperkenalkan pertama kalinya lambang negara
itu kepada masyarakat Indonesia di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950. Selanjutnya atas saran Presiden Soekarno, Kepala
burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan.
Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang
menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah
diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk
akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara
resmi sampai saat ini.
konsultasi dengan Dirk
Ruhl, seorang Warga Negara Jerman yang sejak usia 16 tahun sudah tinggal di
Indonesia. Dengan modal lukisan Dullah, Ruhl menggambar ulang sketsa garuda dan
meyempurnakan bagian kaki, yang semula tak terlihat menjadi terlihat, atas
permintaan Hamid. Apa yang digambar Ruhl itu lalu diajukan ke Presiden lagi
pada 20 Maret 1950. Dullah dipanggil lagi untuk melukis ulang. Lambang Garuda
Pancasila itu pun akhirnya dipajang di banyak ruangan di Republik ini. Dua
minggu kemudian, setelah lambang itu diajukan, Hamid ditangkap atas tuduhan
makar bersama Westerling.
Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya
diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno
dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal
Februari 1950 masih tetap disimpan di Istana Kadriyah, Pontianak. Dari transkrip rekaman
dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (tahun 1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan
lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II
sedang merancang lambang negara. Sultan Hamid II terinspirasi ucapan Presiden Soekarno, hendaknya lambang
negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana
sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila digambarkan dalam suatu
lambang negara.
Nur Iskandar adalah salah
satu penyusun buku Sultan Hamid II: Sang Perancang Lambang Negara Elang
Rajawali Garuda Pancasila. Dua penulis lainnya adalah Anshari Dimyati dan
Turiman Faturachman Nur. Biografi politik Sultan Hamid II itu diterbitkan TOP
Indonesia pada 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar