Ketika RMS
Berkibar
Mena Moeria.
Mena Moeria menandakan perjuangan Republik Maluku Selatan. Mena Moeria berasal
dari bahasa Maluku Melanesia yang artinya Maju Terus. Mena Moeria tertempel di
jaket para pejuang Republik Maluku Selatan. Tertulis persis di bawah burung
merpati yang disebut Pombo.
Republik Indonesia Serikat (RIS) didirikan pada
tanggal 7 Desember 1949 sebagai pengganti hukum Hindia-Belanda sesuai
Perjanjian Linggadjati pada tahun 1946. Republik Indonesia Serikat bersama-sama
dengan Belanda, Suriname dan Antilla Belanda akan membentuk konfederasi
negara-negara yang berdaulat yaitu Uni Belanda-Indonesia. Dalam rangka ini
Maluku merupakan daerah yang berdaulat dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Bentuk perserikatan dipilih agar perbedaan-perbedaan antara negara-negara
bagian dibidang bahasa, kebudayaan dan sejarah dapat diatasi.
Konsep negara perserikatan adalah setiap negara bagian
berhak untuk keluar dari perserikatan apabila kedaulatannya tidak dapat
dipertahankan, karena dalam penyerahan kedaulatan antara lain tercatat bahwa
tiap-tiap bangsa dari Hindia-Belanda berhak untuk memperoleh kemerdekaan
selaras dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 11 Maret 1947
Dewan Maluku Selatan, yang dipilih secara demokratis dibawah pengawasan
Belanda, membuat keputusan untuk ikut serta sementara waktu dengan syarat seandainya N.I.T. sudah tidak sanggup
mempertahankan kepentingan-kepentingan Maluku Selatan, Dewan Maluku Selatan berhak
untuk keluar perserikatan.
Pada awal tahun 1950 dilakukan pembubaran Republik
Indonesia Serikat. Hal tersebut membuat beberapa warga Maluku Selatan merasa terancam
dan membuat kedaulatannya sendiri. Saat inilah muncul bibit-bibit untuk keluar
dari NKRI. Latar belakang penyebab munculnya RMS adalah ketidakpuasan tokoh
pendiri RMS- dalam hal ini adalah Mr. Dr. Ch. R. Soumokil, dengan proses
kembali ke negara kesatuan setelah KMB. Gerakan ini menggunakan unsur KNIL yang
merasa tidak pasti terhadap kejelasan status mereka setelah KMB. KMB,
menciptakan Republik Indonesia Serikat dengan RI dan “negara-negara” ciptaan
Van Mook sebagai negara-negara bagian. Beberapa warga Maluku memakai hak untuk
keluar dari Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 25 April 1950 Republik
Maluku Selatan diproklamirkan di Ambon.
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi
tidak percaya terhadap parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk
meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam
wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis
(Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi
Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku
Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam
perundingan yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman,
ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang
merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang berada di daerah Maluku
Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota dewan justru
mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan
tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa
agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan
(RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai
Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di
sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan
kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI
dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS
memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu
sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya
terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B
Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane,
Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Ada tiga alasan yang dikemukakan dalam “proklamasi”
tersebut sebagai pembenaran “RMS”. Pertama, masalah hubungan daerah dengan RIS,
yaitu bahwa “RIS sudah bertindak bertentangan dengan keputusan-keputusan KMB
dan Undang-Undang Dasarnya sendiri”. Kedua, hubungan daerah itu dengan Negara
Indonesia Timur, yaitu bahwa “NIT sudah tidak sanggup mempertahankan
kedudukannya sebagai negara bagian selaras dengan peraturan-peraturan Moektamar
Denpasar (pertemuan tentang terbentuknya NIT) yang masih sah berlaku”. Ketiga,
menurut mereka, Dewan Maluku Selatan membenarkan tindakan separatis itu.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk
sebagai Wakil Presiden RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den
Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai
Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan
Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima
tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil
mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan
Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem
kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.
Gagasan tentang “RMS” sudah nampak adanya usaha-usaha
ke arah pemisahan dengan NIT pada awal bulan April 1950 di Ambon. Hal dapat
diketahui dari rapat-rapat umum yang digagas oleh salah satu tokon penting RMS
setelah Soumokil, yaitu Ir. Manusama untuk membicarakan terbentuknya sebuah
negara baru yang terpisah dari RIS maupun NIT. Perkembangan selanjutnya setelah
rapat umum setidak-tidaknya dipengaruhi oleh Soumokil. Peranannya secara aktif
dalam proses pembentukan RMS tampak ketika ia mengadakan rapat rahasia di
Tulehu. Dalam rapat itu Soumokil menganjurkan agar KNIL bertindak. Seluruh
anggota Dewan Maluku Selatan disarankan untuk dibunuh. Kemudian daerah itu
dinyatakan sebagai negara merdeka. Cara gerakan ini mempengaruhi massa adalah terorisme.
Praktek-praktek mengintimidasi massa dengan teror telah nampak mulai dilaksanakan
sejak bulan Februari 1950. pihak-pihak yang pro-republik mengalami
tekanan-tekanan. Teror dalam wujud terjadinya serangkaian pembunuhan terjadi di
beberapa tempat. Pelaksanaan gerakan teror ini selain mendapat bantuan polisi
juga didukung oleh pasukan istimewa KNIL yang merupakan bagian dari Korps
Speciale Troepen (KST) yang dibentuk oleh kapten Raymond Westerling di
Batujajar (dekat Bandung). Mereka inilah yang menjadi “tukang pukul” Soumokil
dan yang paling kuat menginginkan RMS.
Pada waktu itu keadaan sudah cukup terkendalikan oleh pihak separatis.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 kepala negara Soekarno
memproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah melakukan
operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan
Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama
A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia
Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan
pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada
tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku
Selatan sedang dalam bahaya. Operasi militer dilaksanakan melalui tiga grup.
Grup I dipimpin oleh Mayor Achmad Wiranatakusumah. Grup II dipimpin oleh Letkol
Slamet Riyadi dan grup III dipimpin oleh Mayor Surjo Subandrio. Ketiga grup
pasukan tersebut bertugas menyerang daerah-daerah di sekitar pusat kedudukan
RMS sebelum masuk dan menyerang bersama-sama ke pusat kekuasaan RMS yang ada di
Ambon. Pada tanggal 3 Nopember 1950, kota Ambon dapat dikuasai setelah terjadi
baku tembak yang sengit antara kedua belah pihak. Dalam pertempun tersebut,
banyak jatuh korban di kedua belah pihak, salah satunya Letkol Slamet Riyadi.
Dengan jatuhnya Ambon, maka perlawanan RMS dapat dipatahkan.
Pada bulan Desember 1950 pemerintah RMS menyingkir
kepulau Seram untuk meneruskan perjuangan. Dibawah pimpinan kepala negara RMS,
mr. dr. Chris Soumokil, perjuangan dilanjutkan dengan perang gerilya.
Proklamasi RMS menjadi pokok pembicaraan acara rapat Perserikatan Bangsa-Bangsa,
sayang tertutupi oleh kasus perang Korea.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah
Ambon, maka hal ini membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat
ditaklukan. Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua,
pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram.
Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS
tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya
melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah
organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS
yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955,
hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
- J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
- Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun
- D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun
- J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
- G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
- Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
- J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
- D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
- Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3 Tahun
- F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun
- T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun
- D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 10 Tahun
Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di
pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia
menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans
Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar