Hukum Pezina yang Dinikahi
menurut Imam Syafi’iy boleh untuk melakukan akad nikah
dengan perempuan yang berzina dan boleh ber-jima’ dengannya setelah akad,
apakah orang yang menikahinya itu adalah orang yang menzinahinya itu sendiri
atau selainnya. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat boleh melakukan akad
nikah dengannya dan boleh ber-jima’ dengannya, apabila yang
menikahinya adalah orang yang menzinahinya itu sendiri. Tapi kalau yang
menikahinya selain orang yang menzinahinya maka boleh melakukan akad nikah tapi
tidak boleh ber-jima’ sampai istibro` (telah nampak kosongnya
rahim dari janin) dengan satu kali haid atau sampai melahirkan kalau perempuan
tersebut dalam keadaan hamil.
Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda
tentang tawanan perang Authos:
لاَ تُوْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعُ وَلاَ غَيْرُ حَامِلٍ حَتَّى تَحِيْضَ حَيْضَةً
“Jangan dipergauli perempuan
hamil sampai ia melahirkan dan jangan (pula) yang tidak hamil sampai ia telah
haid satu kali.” (HR. Ahmad 3/62,87, Abu Daud no.
2157, Ad-Darimy 2/224 Al-Hakim 2/212, Al-Baihaqy 5/329, 7/449, Ath-Thobarany
dalam Al-Ausath no. 1973 dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq
no. 307 dan di dalam sanadnya ada rowi yang bernama Syarik bin ‘Abdullah
An-Nakha’iy dan ia lemah karena hafalannya yang jelek tapi hadits ini mempunyai
dukungan dari jalan yang lain dari beberapa orang shohabat sehingga dishohihkan
dari seluruh jalan-jalannya oleh Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa`
no. 187)
Hadits Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dari
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَسْقِ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
“Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, maka jangan ia menyiramkan airnya ke tanaman orang
lain.” (HR. Ahmad 4/108, Abu Daud no. 2158,
At-Tirmidzi no. 1131, Al-Baihaqy 7/449, Ibnu Qoni’ dalam Mu’jam
Ash-Shohabah 1/217, Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thobaqot
2/114-115, Ath-Thobarany 5/no.4482 dihasankan oleh Syeikh Al-Albany
dalam Al-Irwa` no. 2137)
Hadits Abu Ad-Darda` riwayat Muslim dari Nabi shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam:
أَنَّهُ أَتَى بِامْرَأَةٍ مُجِحٍّ عَلَى بَابِ فُسْطَاطٍ فَقَالَ لَعَلَّهُ يُرِيْدُ أَنْ يُلِمَّ بِهَا فَقَالُوْا نَعَمْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَلْعَنَهُ لَعْنًا يَدْخُلُ مَعَهُ قَبْرَهُ كَيْفَ يُوَرِّثُهُ وَهُوَ لاَ يَحِلُّ لَهُ كَيْفَ يَسْتَخْدِمُهُ وَهُوَ لاَ يَحِلُّ لَهُ.
Beliau mendatangi seorang perempuan yang hampir
melahirkan di pintu Pusthath. Beliau bersabda: “Barangkali orang itu ingin
menggaulinya?” (Para sahabat) menjawab: “Benar.” Maka Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda: “Sungguh saya telah berkehendak untuk
melaknatnya dengan laknat yang dibawa ke kuburnya. Bagaimana ia mewarisinya
sedangkan itu tidak halal baginya dan bagaimana ia memperbudakkannya sedang ia
tidak halal baginya.”Ibnul Qayyim rahimahullah: “Dalam (hadits) ini ada dalil yang sangat jelas akan haramnya menikahi perempuan hamil, apakah hamilnya itu karena suaminya, tuannya (kalau ia seorang budak), syubhat (yaitu nikah dengan orang yang haram ia nikahi karena tidak tahu atau karena ada kesamar-samaran) atau karena zina.”
Perempuan hamil karena zina tidak boleh dinikahi sampai melahirkan, maka ini ‘iddah bagi perempuan yang hamil karena zina dan ini juga ditunjukkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan perempuan-perempuan
yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq: 4)
Dikuatkan oleh Imam Malik dan Ahmad dalam satu riwayat
adalah cukup dengan istibro` dengan satu kali haid. Pendapat ini yang
dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry di atas.
Dan ‘iddah dengan tiga kali haid hanya disebutkan dalam Al-Qur’an bagi
perempuan yang ditalak oleh suaminya sebagaimana dalam firman Allah Jalla
Sya`nuhu:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ
“Dan wanita-wanita yang dithalaq
(hendaknya) mereka menahan diri (menunggu) selama tiga kali quru`(haid).” (QS. Al-Baqarah: 228)
Perempuan yang berzina dan belum
nampak hamilnya ‘iddahnya diperselisihkan oleh para ‘ulama yang
mewajibkan ‘iddah bagi perempuan yang berzina. Sebagian para ‘ulama
mengatakan bahwa ‘iddahnya adalah istibro` dengan satu kali
haid. Dan ‘ulama yang lainnya berpendapat: tiga kali haid yaitu sama dengan ‘iddah
perempuan yang ditalak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar