Senin, 05 Maret 2018

Lulusan Teknik Kimia yang Terkenal Dengan Rekapitalisasi Perbankan




Dr. Ir. H. Bambang Subianto adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Kabinet Reformasi Pembangunan yang menjabat dari 23 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.
Dr. Ir. H. Bambang Subianto Lahir di Sragen (ada juga yang menyebut kelahiran Madiun) pada tanggal 6 April 1950. Bambang Subianto Menempuh pendidikan S1 jurusan Teknik Kimia di Institut Teknologi Bandung. 




Gelar Insinyur Teknik Kimia diraih pada tahun 1973. Bambang menempuh pendidikan S2 jurusan Keuangan Perusahaan dan Ekonomi Bisnis di Universitas Katolik Leuven di Belgia dan mendapatkan gelar Master of Bisnis Administration (MBA) tahun 1981. Bambang melanjutkan Studi S3 nya di kampus yang sama dan mendapatkan gelar Ph.D di bidang Organisasi Industri pada tahun 198.

Setelah menerima gelarnya di Fakultas Teknik Kimia (Institut Teknologi Bandung - ITB) pada tahun 1973, Bambang bergabung dengan Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) sebagai peneliti. Pada tahun 1975 Bambang menjadi dosen di FEUI. Pada tahun 1978 Bambang melanjutkan pendidikannya pada Universitas Katolik Leuven di Belgia dan mendapatkan gelar MBA Keuangan Perusahaan dan Ekonomi Bisnis pada tahun 1981 dan juga gelar Doktoral di bidang Organisasi Industri pada tahun 1984. Dr. Bambang Subianto kembali ke Indonesia pada tahun 1984 dan kembali dalam pengembangan Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi - Universitas Indonesia (FEUI). 

Pada tahun 1988, Dr. Bambang Subianto bergabung dengan Departemen Keuangan dan ditugaskan sebagai Direktur pada Direktorat Institut Keuangan dan Akuntansi. Pada tahun 1992, dia dipromosikan sebagai Dirjen pada Direktorat Lembaga Keuangan di Departemen Keuangan. Pada bulan Januari 1998, Dr. Bambang Subianto ditunjuk oleh Fuad Bawazier sebagai Kepala BPPN yang pertama. Di bulan Mei 1998 dia menjadi Menteri Keuangan Indonesia 1998 – 1999 di masa pemerintahan BJ Habibie dalam cabinet reformasi pembangunan.

Selama masa jabatannya, ia turut aktif dalam pengembangan hukum dan peraturan ekonomi, termasuk Hukum Kapital Pasar (1995), Pendapatan Perusahaan di luar Pajak (1997), dan peraturan yang mengharuskan semua perusahaan di Indonesia untuk melaksanakan transparansi dengan mendaftarkan laporan keuangan mereka yang telah diaudit pada lembaga yang telah ditunjuk dan memaparkan laporan tersebut ke khalayak umum (1998).

Pada masa krisis ekonomi di bulan April 1998, Bambang Subianto dipercaya dapat memainkan peranan yang sangat besar dalam upaya penyehatan perbankan. Kebijakan yang dilakukannya adalah menutup bank-bank yang sangat tidak sehat, penambahan modal bank serta penerbitan obligasi atau Surat Utang Negara (SUN). Hal ini mampu mengembalikan ke­per­cayaan masyarakat terhadap pemerintah. Upaya Bambang saat menjabat sebagai Menteri Keuangan adalah reformasi bidang perekonomian dengan jalan penghapusan monopoli dan rekapitalisasi perbankan.

Bambang bergabung dengan Ernst & Young, sebagai partner di bulan Juli 2000, dan pensiun pada tahun 2005. Pada tahun 2009 menjadi pimpinan PP. Arghajata Consulting, perusahaan yang bergerak dibidang jasa konsultasi manajemen, di samping berperan sebagai Komisaris di berbagai perusahaan (antara lain PT. Star Energy Investments 2008 -2011, PT. Unilever Indonesia 2008 - 2015, PT. Jamsostek 2009 -2014).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto. Bambang diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dengan obligor Sjamsul Nursalim.

Bambang akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)pada pertengahan tahun 2017. Kasus korupsi SKL BLBI untuk BDNI diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp3,7 triliun. Syafruddin ditetapkan jadi tersangka karena mengeluarkan SKL BLBI walau BDNI belum memenuhi kewajiban. Utang BDNI milik Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,8 triliun direstrukturisasi dengan piutang petani tambak PT Dipasena. Namun, pada kenyataannya, nilai piutang hanya Rp1,1 triliun.


Dalam kasus ini, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung telah ditetapkan sebagai tersangka. Syafruddin diduga berkongkalikong serta menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Sumber :
http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/cabinet_personnel/?box=detail&id=404&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=4&presiden=habibie

Tidak ada komentar: