Rabu, 07 Desember 2022

Kisah Hutang Pemerintah Timor Timur Setelah Menjadi Negara Timor Leste

 

Kisah Hutang Pemerintah Timor Timur Setelah Menjadi Negara Timor Leste

 

Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan khususnya bagi Indonesia. Kisah ini memiliki keunikan dalam berbagai angle cerita. Tidak hanya kisah epic perpisahan dua saudara, kisah administrasi hutang piutangpun sempat mewarnai.

 

Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur dikeluarkan petisi yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima dan mengesahkan integrasi Timor Timur ke dalam negara kesatuan RI tanpa referendum. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI diajukan secara resmi pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah mengajukan RUU integrasi Timor Timur ke wilayah RI kepada DPR RI.

DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7 Tahun 1976 pada 17 Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR menetapkan TAP MPR No. VI / MPR/ 1978. Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi Indonesia yang ke-27. Dan propinsi yang baru lahir tersebut memiliki 13 kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu adalah Dili, Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque, Ainaro, Manufani, Kovalima, Ambeno, Bobonaru, Liquisa, Ermera dan Aileu. Tokoh masayarakat setempat bernama Arnaldo dos Reis Araujo dan Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir Machmud sebagai Menteri Dalam Negeri pada tanggal 3 Agustus 1976.

Burhanuddin Jusuf Habibie yang menggantikan mantan presiden Soeharto sebagai presiden selanjutnya mau tidak mau turut tertimpa masalah dan beragam krisis termasuk krisis disintegrasi di Provinsi Timor Timur. Xanana Goesmao yang didukung oleh negara luar negeri seperti Australia dan Portugal semakin gencar menyuarakan kemerdekaan Timor Leste.

Dua opsi (pilihan alternatif) yang Presiden B.J Habibie  tawarkan untuk memecahkan masalah Provinsi Timor Timur yaitu pemberian otonomi khusus di dalam negara kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia. Portugal dan PBB menyambut baik tawaran ini. Selanjutnya, perundingan Tripartit di New York pada tanggal 5 Mei 1999 antara Indonesia, Portugal dan PBB menghasilkan kesepakatan tentang pelaksanaan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur atau United Nations Mission in East Timor (UNAMET).

Jajak pendapat diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 yang diikuti oleh kurang lebih 451.792 orang pemilih penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria yang ditetapkan UNAMET, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun luar negeri. Hasil jajak pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 di Dili dan di PBB. Sejumlah 78,5 persen penduduk menolak dan 21,5 persen menerima otonomi khusus yang ditawarkan. Dengan mempertimbangkan hal ini maka MPR RI dalam Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan Timor Timur seperti pada 1975.

Lepasnya Timor Leste dari Indonesia pada 2001 masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah. Proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sejak masa integrasi pada 1976 dengan dana utang luar negeri seperti menjadi permasalahan baru, yakni hutang yang masih membebani APBN. Beragam infrastruktur, jalanan, jembatan maupun gedung-gedung pemerintah dibiayai oleh Indonesia. Sekarang sudah menjadi negara berdaulat, bunga dana utangnya yang dibuat membangun masih menjadi tanggungan Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami peristiwa suksesi negara ketika Timor Leste memutuskan untuk memisahkan diri pada tahun 2002. Peristiwa ini membawa akibat hukum termasuk terhadap perjanjian internasional yang pernah terjalin antara Indonesia dengan negara lain. Hukum internasional memberi petunjuk mengenai akibat hukum terhadap perjanjian internasional lewat Konvensi Wina 1978. Beberapa hal yang dimuat dalam konvensi tersebut antara lain mengenai perjanjian mana yang dapat beralih dan bagaimana peralihannya.

Hubungan hutang Pemerintah Indonesia dengan Timor Leste dimulai dengan pinjaman pemerintah Pemerintah Tingkat I Timor Timur yang saat itu dipegang oleh Gubernur Mario Vegas Carascalo. Pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 1983 ditandatanganilah perjanjian pinjaman antara pemerintah daerah tingkat I Provinsi Timor Timur dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan melalui dokumen naskah perjanjian PRJ-138/MK.11/1983. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah provinsi Timor Timur melakukan peminjaman sejumlah Rp. 250.000.000,00 dengan jangka waktu pelunasan 20 tahun dan bunga sebesar 2,5% pertahun.

Pada tahun 2002 Pemerintah Provinsi Timor Timur memisahkan diri dengan Pemerintah Republik Indonesia. Diantara berbagai macam permasalahan yang melingkupi lepasnya Timor Timur  (menjadi Timor Leste) dari Indonesia, salah satu yang sangat mengganjal adalah perlakuan hutang pemerintah provinsi Timor Timur ke Pemerintah Indonesia. Saat itu tunggakan provinsi Timor Timur kepada Pemerintah Indonesia sebesar Rp 128.340.000,00.

Sebagai pengetahuan kita, pinjaman pemerintah provinsi Timur Timor sampai medio tahun 2020 masih tercantum sebagai piutang pemerintah pada LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) Penerusan Pinjaman. Saat ini status Timor Timur telah berubah dari provinsi yang merupakan bagian pemerintah Indonesia menjadi suatu negara yang berdiri sendiri. Pinjaman ini masih menjadi administrasi dan tanggung jawab Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Investasi (KPPN KI) dalam mengelola piutang pemerintah. Kepala KPPN KI akan melakukan penagihan secara berkala terhadap debitur yang memiliki piutang terhadap pemerintah. Dalam kasus Timor Timur ini, hal yang tidak dimungkinkan adalah apabila Kepala KPPN KI melakukan tagihan terhadap Kepala Pemerintahan Timor Leste. Pembicaraan ini akan menjadi pembicaraan bilateral dan bisa dimungkinkan piutang pemerintah Republik Indonesia tidak akan diakui sebagai hutang oleh pemerintahan Timor Leste. Usulan write off (pemutihan) terhadap permasalahan ini bisa menjadi opsi yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia, mengingat piutang tersebut akan selalu mengganjal di laporan keuangan pemerintah Indonesia. Setelah melalui berbagai jalur upaya penyelesaian pinjaman, Menteri Keuangan akhirnya pada tanggal 21 September 2021 mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Republik Indonesia nomor 408/KMK.05/2021 tentang Penghapusan Secara Mutlak Piutang Negara Pokok dan non Pokok Atas Nama Pemerintah Daerah Tingkat I Timor Timur (Eks Provinsi Timor Timur). Sebagai akibat munculnya KMK tersebut, piutang Timor Timur sebesar Rp. 128.340.000 dihapuskan. Dengan penghapusan piutang tersebut, hilanglah status piutang Timor Timur dalam LKPP. Munculnya KMK ini selesailah piutang Timor Timur kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Piutang yang muncul pada masa Presiden Soeharto akhirnya selesai pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kisah penyelesaian piutang ini melewati enam masa kepresidenanan di Indonesia.

Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI. Sejak itulah, Timor Timur menjadi negara berdaulat terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Tidak ada komentar: