Senin, 14 November 2022

Jaminan Opini Dari BPK

 

Jaminan Opini Dari BPK

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau untuk tahun 2017 atas 13 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2017 menunjukan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terdapat 12 Pemerintah Daerah dan 1 Pemerintah Daerah mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Pemerintah pada 2004 pertama kali menyusun laporan keuangan. Pada tahun tersebut belum dibuat standar laporan keuangan bagi pemerintah. Saat itu, bahan laporan adalah perhitungan anggaran, neraca belum menjadiitem wajib dalam laporan. Pemerintah hanya melaporkan penerimaan dan belanja pemerintah.

Kriteria opini merupakan hak BPK. Kriteria tersebut dibuat dengan mendasarkan pada kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, efektivitas penilaian internal, kecukupan pengungkapan informasi, dan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan. Selama empat kriteria ini dipenuhi oleh auditee, BPK akan memberikan opini WTP kepada pemerintah pusat, kementerian/lembaga (K/L), dan Pemerintah daerah.  Penyusunan laporan keuangan oleh pemerintah pusat, K/L, dan pemerintah daerah adalah kewajiban yang harus dipenuhi, karena penyusunan laporan keuangan adalah amanat undang-undang. Laporan keuangan harus disampaikan ke BPK untuk dilakukan pemeriksaan dan diberikan opini. Setidaknya 4 kriteria yang telah ditetapkan oleh BPK dalam melakukan audit atas LKPP. Pertama adalah laporan keuangan harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, kedua mengenai kelengkapan bukti yang memadai, ketiga Pengendalian intern harus baik, dan yang keempat penyusunan harus sesuai undang-undang.

Opini WTP merupakan penilaian tentang informasi kewajaran pada laporan keuangan. BPK menetapkan kriteria-kriteria untuk bisa mencapai predikat tersebut. Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya.

Pemda inginkan opini WTP dan untuk memperoleh opini tersebut, pemda selalu melakukan perubahan yakni meningkatkan kualitas sumber daya serta mengevaluasi kinerja akuntansi dan pelaporan keuangannya ataupun bekerja sama dengan konsultan dari Pemerintah (Kementerian Keuangan atau BPKP) dan pihak ketiga (swasta).

BPK memberi penekanan pada pentingnya suatu entitas mendapat opini WTP, baik kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah dan badan lainnya. opini WTP merupakan penilaian tertinggi atas kualitas pengelolaan keuangan negara. Opini WTP menjamin bahwa informasi keuangan telah wajar disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan.

Jenis-jenis opini yang diberikan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah adalah Wajar Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, tidak Wajar, dan Tidak Memberikan Pendapat.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP (Unqualified Opinion) adalah opini audit yang akan dikeluarkan apabila laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.  Apabila laporan keuangan mendapat opini WTP, auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, auditee telah menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU) dan tidak terdapat salah saji meterial, yang dapat mempengaruhi laporan keuangan.

Opini Wajar Dengan Pengecualian/WDP (Qualified Opinion) adalah opini audit yang dikeluarkan apabila sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk item tertentu yang menjadi pengecualian. Sebagian akuntan memberikan nama lain dengan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini WDP. Opini ini untuk menunjukkan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu namun tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Jika opini WDP disematkan, auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam laporan auditnya.

Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion) merupakan opini audit yang dikeluarkan apabila laporan keuangan mengandung salah saji material, atau dengan laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.  Jika laporan keuangan mendapatkan opini Tidak Wajar, auditor meyakini laporan keuangan auditee tidak disajikan secara wajar sesuai dengan PABU, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.  Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama yang disebabkan oleh ketidakwajaran tersebut

Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer), merupakan opini keempat. Bagi sebagian akuntan, opini Tidak Memberikan Pendapat ini bukanlah suatu opini, sebagian akuntan berpendapat apabila auditor tidak memberikan pendapat artinya auditor tidak dapat memberikan pendapat atas laporan keuangan tersebut. Opini Tidak Memberikan Pendapat dikeluarkan apabila auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. Opini akan muncul apabila auditor merasa ada ruang lingkup audit yang dibatasi secara material oleh auditee (auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti audit yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan memberikan opini).

Bagi beberapa entitas yang belum memahami perihal kriteria pemberian opini, predikat dapat menjadi pencitraan positif, sistem pemerintahan telah dikelola secara akuntabel diharapkan terbebas dari korupsi.

Pemberian opini merupakan bentuk apresiasi BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan. Laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan memerlukan ekstra tenaga. Kelemahan sistem pengendalian internal dan sdm yang memahami akuntansi pemerintahan menjadi masalah lain tersendiri. Permasalahan di pemda menjadi semakin ruwet ketika masuk kepentingan politik legislatif dan eksekutif dalam penggunaan anggaran. Kepentingan tersebut terkadang tidak melihat aturan yang telah ditetapkan. Dengan tekanan itu, laporan keuangan harus tetap disajikan secara akuntabel. Hal ini merupakan pr terberat pemda khususnya pada BPKAD sebagai penyusun laporan.

Permasalahan yang seringkali muncul sehingga belum diperolehnya opini WTP berdatagan berbagai jenis. Khusus LKPD, masih berkutat dengan pengelolaan kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, serta pengelolaan aset tetap yang belum akuntabel.

Permasalahan aset tetap Pemerintah Daerah umumnya terkait barang milik daerah (BMD) tidak dicatat, BMD yang tidak ada (dicatat dalam laporan), BMD dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Penerapan SAP sampai memperoleh opini BPK merupakan suatu rangkaian proses  cukup panjang. Pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dilakukan berdasarkan pada kesesuaian dengan SAP, pengungkapan yang cukup, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.

Pasal-pasal dalam SAP yang digunakan sebagai kriteria penentu pemberian opini harus dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh dengan mempertimbangkan karakteristik kualitatif laporan keuangan sebagai prasyarat normatif yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Tidak ada rumusan yang pasti, dengan tingkat kesalahan tertentu akan memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) atau sebaliknya pada tingkatan lainnya akan memperoleh WTP. Dengan atau tanpa pengecualian ini bisa menjadi perdebatan panjang, pertimbangan kualitatif yang dipengaruhi unsur subyektifitas auditor dengan berdasarkan pada professional judgment.

Professional judgment (dalam hal ini judgment auditor BPK) bisa menjadi titik pemisah yang kuat, pada saat kompetensinya tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Kompetensi dalam memahami permasalahan pengelolaan keuangan negara/daerah menjadi penting, agar aturan mampu ditafsirkan dalam substansi bahasa yang sama dengan penyaji laporan keuangan (auditan).

Pengalaman sangat berperan dalam menentukan judgment untuk mempersempit perbedaan asumsi. Dalam laporan keuangan dikenal istilah kewajaran penyajian informasi keuangan yang berarti tidak mutlak.

Pencegahan praktik korupsi tidak dapat dikesampingkan dari peran BPK. Dari hasil pemeriksaan BPK bisa memberikan rekomendasi yang mengarah pada perbaikan sistem dan bukan hanya mengungkap kerugian negara. Kesalahan dapat diatasi dengan perbaikan sistem. Dengan pemeriksaan tahunan yang dilakukan BPK, BPK dapat memastikan bahwa perbaikan sistem atas rekomendasi yang diberikan tahun-tahun sebelumnya telah ditindaklanjuti.

Tidak dijamin auditee bebas korupsi. Audit laporan keuangan yang dilakukan BPK hanya menilai kewajaran berdasarkan PABU, dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi hanya bisa dideteksi potensi kerugiannya.  Mengenai benar atau tidak terjadinya korupsi, harus dilakukan audit lanjutan yaitu audit investigasi.  Perencanaan korupsi yang bagus, auditor tidak dapat mendeteksinya dalam laporan keuangan.  Dalam dunia komersial, upaya memperbagus laporan keuangan dikenal dengan istilah window dressing.

Kedua, Opini WTP harus dicapai dengan cara yang sesuai aturan hukum. Cara yang sesuai aturan berat pada tahap awal. apabila SDM dan sistem sudah terbentuk, pemerintah melanjutkan saja dengan biaya perawatan yang tidak akan semahal biaya awal.

Opini WTP bukan sasaran utama. sasaran utama laporan keuangan adalah kesejahteraan masyarakat.  Akan menjadi sia-sia saja opini WTP yang didapat apabila masyarakat tidak sejahtera.

Opini audit yang dikeluarkan oleh BPK atau badan berwenang lainnya merupakan bentuk dari pernyataan tertulis auditor atas laporan keuangan yang diperiksa oleh mereka. Opini audit bertujuan untuk meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan sudah dibuat dan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan bebas dari salah saji yang bersifat material. Yang dimaksud disusun berdasarkan standar yang berlaku adalah laporan tersebut disusun sesuai kaidah akuntani umum. Apabila ada suatu pembelian printer sebesar Rp 35 juta dan jika sesuai standar akuntansi pembelian tersebut harus dicatat sebagai belanja pembelian printer, maka sepanjang laporan keuangan pemerintah mencantumkan dalam bagian belanja pembelian printer, opini audit wajar tanpa pengecualian bisa diberikan. Opini ini tidak melihat apakah nilai pembelanjaan tersebut wajar atau tidak. Hal tersebut akan berbeda apabila yang dicantumkan adalah berbeda, seperti menjadi pembelian komputer, hal tersebut akan mempengaruhi opini yang akan diberikan oleh BPK kepada auditee.
Material yang dimaksudkan adalah informasi yang berguna dalam
mengambil keputusan. apabila laporan keuangan bebas dari salah saji yang bersifat material, tidak ada informasi keuangan yang tidak disampaikan sehingga jika para pengambil keputusan mendasarkan keputusan atas laporan keuangan tersebut, maka keputusan yang diambil adalah benar.
Dalam pembahasan material, terdapat titik penting yang menentukan berapa batas material yang dapat diterima oleh semua pihak. Nilai Rp 19 juta bisa berarti material
atau tidak material tergantung dari sudut pandang mana kita memandang. Bagi entitas dengan aset dan penjualan yang melebihi Rp 2 triliun, nilai tersebut mungkin tidak material namun bagi perusahaan dengan aset dan penjualan berkisar limabelasan juta, nilai tersebut sangat material. Batas materialitas inilah merupakan professional judgement dari auditor.
Informasi dalam laporan keuangan yang mendapatkan opini WTP masih memungkinkan mengandung kesalahan namun kesalahan tersebut tidak mengakibatkan pengambilan keputusan berbeda. Opini WTP yang diperoleh tidak berarti laporan tersebut bersih korupsi atau tidak ada window dress belanja atas laporan keuangan tersebut.

Masalah Barang Milik Daerah tidak saja terletak pada laporan keuangan yang harus rapi dan baik, juga perlu adanya dorongan kepada Pemerintah Daerah untuk memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Barang Milik Daerah. Sehingga perlu ada penataan effective local asset management dengan baik. Untuk mendapatkan opini WTP, maka perlu dipahami bahwa laporan keuangan harus jelas dengan memenuhi syarat-syarat existence, completeness, value, compiance,dan disclosure

Mempertahankan lebih sulit dari pada meraih opini WTP. Karena jenis pemeriksaan tiap tahun selalu mengalami peningkatan. Diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapat memberikan manfaat bagi upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Daerah,” tuturnya.

Opini WTP dari BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran laporan keuangan. Opini ini juga menunjukkan kredibilitas tertinggi dalam pengelolaan keuangan negara.

Strategi Pemerintah Daerah yang dibutuhkan untuk menuju WTP dan mempertahankannya adalah dengan cara mengatasi masalah aset daerah (tertib hukum, fisik, dan administrasi) dan keuangan (termasuk Piutang Daerah/BUMD). Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki SIMBADA/Laporan BMD serta SAK/LKPD dan untuk dapat melakukannya, diperlukan peran Sumber Daya Manusia yang berkualitas, profesional, dan berkompetensi sebagai pengelola, pengguna dan operator.

Benarkah WTP adalah stempel bebas korupsi? Jawabnya tidak! Sebab, pemberian opini WTP sebenarnya hanyalah bentuk apresiasi atas pemeriksaan laporan keuangan yang dinilai sesuai standar akuntansi pemerintahan (Kompas, 14/9/2017; Sri Mulyani: WTP Tak Jamin Bebas Korupsi).

Penilaian BPK terhadap laporan keuangan hanya menunjukkan pengelolaan, bukan penyimpangan. BPK hanya bermain pada tataran secara administratif bisa dipertanggungjawabkan, tetapi tidak secara hukum. Karena, WTP tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi potensi korupsi.

 

Hadiyan Lutfi/197901192000121002

Tidak ada komentar: