Jumat, 20 Januari 2023

Kartu Kredit Corporate untuk Pemerintah……. Why not?

Kartu Kredit Corporate untuk Pemerintah…….  Why not?

 

Didalam dunia bisnis atau swasta atau kadang kita sebut dengan private sector, apabila transaksi dapat dilakukan lebih cepat itu akan menjadi semakin diinginkan. Kegiatan perputaran uang bagi usaha menengah kebawah atau sering kita sebut dengan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), tagihan yang dibayar lebih cepat dari tempo pembayaran akan mempercepat perputaran uang untuk pergerakan modal. Hal yang sangat berbeda apabila bertransaksi dengan Public Sector, cash flow akan sulit terwujud karena adanya prosedur yang harus dilewati oleh instansi berkenaan.

Untuk mempercepat proses pembayaran tersebut, muncullah metode Kartu Kredit Corporate yang digagas oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan dengan sebutan kartu kredit pemerintah (KKP). Bentuk dan fungsinya mirip dengan kartu kredit biasa ataupun kartu kredit corporate. Satuan Kerja atau Instansi yang akan membuat KKP sebelumnya melakukan perjanjian dengan bank pemerintah mitra kerjanya (bank himbara) sebagai penjamin dan dikeluarkan kartu kredit dengan limit sesuai perjanjian yang disepakati. Pihak mitra pihak instansi berkenaan dilakukan edukasi untuk menyediakan atau menyiapkan mesin electronic data capture (EDC) yang terhubung dengan bank penjamin yang mengeluarkan KKP instansi tersebut.

KKP adalah alat pembayaran dengan kartu yang dapat digunakan atas pembayaran dengan dibebankan ke APBN dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu diselesaikan terlebih dahulu oleh Bank Penerbit kartu dan instansi berkenaan. Instansi kemudian diharuskan melunasi pembayaran sesuai dengan pengeluaran yang dilakukan secara langsung atau lunas.

Pihak yang memiliki kuasa memegang kartu kredit pemerintah adalah pejabat atau pegawai dalam Lingkungan Satuan Kerja Kementerian/Lembaga dengan status sebagai pejabat negara, pegawai negeri sipil, prajurit TNI, anggota kepolisian RI atau pegawai lainnya dalam rangka melaksanakan kegiatan belanja menggunakan kartu kredit pemerintah dengan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

KKP adalah alat pembayaran dengan kartu yang dapat digunakan untuk transaksi atas belanja yang dibebankan APBN, kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit Kartu Kredit Pemerintah dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Kartu Kredit Pemerintah merupakan Kartu Kredit Korporat (corporate card) diterbitkan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah. Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah merupakan bank yang sama dengan tempat rekening Bendahara Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran Pembantu dibuka. Yang harus menjadi catatan adalah kantor pusat bank tersebut (saat ini masih bank yang tergabung dalam himbara) telah melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Hal yang berbeda dari kartu kredit personal (perorangan) adalah penggunaannya yang tidak “terlalu” dibatasi. KKP memiliki ciri khusus dalam pemakaiannya, hanya digunakan untuk belanja barang yang dibiayai dengan Uang Persediaan, hanya digunakan oleh pegawai yang telah ditentukan, dan hanya untuk membayar tagihan-tagihan yang telah ditentukan.

Proses pemakaian Kartu Kredit Pemerintah diawali Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Bank dan instansi atau satuan kerja (satker). Selesai penandatanganan akan terbit Kartu Kredit Pemerintah dari pihak bank berkenaan. Instansi akan mendapatkan 1 (satu) atau 2 (dua) fungsi kartu KKP. KKP yang didapatkan Kartu Kredit untuk Belanja Barang Operasional Perkantoran serta Belanja Modal dan Kartu Kredit untuk belanja Perjalanan Dinas. Jumlah fisik Kartu Kredit Pemerintah disesuaikan kebutuhan dan besaran uang persediaan yang disetujui pihak bank pada KKP.

Ketika KKP sudah diterbitkan pihak Bank Penerbit, pemegang kartu kredit dapat melakukan transaksi pembayaran belanja Barang Operasional serta belanja modal seperti belanja barang habis pakai, sewa, pemeliharaan maupun belanja perjalanan dinas jabatan seperti tiket transportasi dan hotel. Belanja dapat dilakukan pada toko/merchant yang menyediakan metode pembayaran dengan Kartu Kredit. Setelah transaksi dilaksanakan, langkah selanjutnya mengumpulkan bukti tagihan/bukti lainnya yang menunjukkan pengeluaran untuk dilakukan pengujian oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal penerbitan Perintah Bayar. Perintah Bayar selanjutnya diverifikasi oleh Bendahara Pengeluaran sebagai pertanggungjawaban untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh instansi dan SP2D oleh KPPN dalam mekanisme Penggantian Uang Persediaan (GUP). Bendahara Pengeluaran akan melakukan pendebetan rekening atas tagihan Kartu Kredit Pemerintah.

Tujuan penggunaan KKP adalah:

1.      Meminimalisir uang cash dalam transaksi yang menggunakan APBN;

2.      Lebih aman dalam proses transaksi;

3.      Menurunkan resiko potensi fraud transaksi non tunai, dan;

4.      Menjaga cost of fund/idle cash terhadap penggunaan uang persediaan.

Penyebab penggunaan KKP masih rendah karena isu-isu:

1.     Instansi ada yang belum memiliki KKP;

2.     Instansi belum bertransaksi melalui KKP;

3.     Sosialisasi yang kurang ke instansi-instansi perihal KKP;

4.     Perlunya sosialisasi KKP kepada toko/merchant penyedia EDC;

5.     Instansi dalam lingkup wilayahnya tidak mendapatkan EDC untuk Kartu Kredit;

6.     Transaksi marketplace lebih terbiasa dengan transfer dibandingkan dilakukan menggunakan KKP;

7.     Perpajakan perlu dilakukan sosialisasi apabila dilakukan transaksi pada platform marketplace;

8.     Asumsi beberapa instansi perihal sulitnya pertanggungjawaban terkait penggunaan KKP;

9.     Komunikasi dengan pihak bank penerbit KKP;

10.  Pengenaan biaya (charge) di beberapa toko/merchant ketika menggunakan KKP.

Pengenaan surcharge terhadap transaksi KKP diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Pengenaan surcharge dalam bertransaksi melalui KKP termasuk menyalahi aturan yang berlaku. Sanksi pengenaan surchage oleh merchant/toko adalah penerbit KKP harus menutup kerja sama dengan toko/merchant yang terbukti menerapkan tindakan yang merugikan seperti pengenaan surcharge pada KKP. Instansi agar secara pro aktif melaporkan merchant/toko tersebut ke bank penerbit.

Implementasi KKP dapat memperkuat likuiditas dan efisiensi kas negara. Uang negara yang berada di rekening kas bendahara saat ini sangat besar. Uang di kas bendahara pengeluaran bersifat idle untuk jangka waktu tertentu. Dana yang idle tersebut akan memberikan manfaat (add value) lewat penempatan dana jangka pendek yang berisiko rendah di bank-bank anggota himbara. Dalam hal ini, pengeluaran satker bisa dibayar melalui KKP.

 

Penulis : Hadiyan Lutfi SST.AK MBA

Penulis adalah ASN pada Kanwil DJPB Provinsi Kalimantan Barat, Kementerian Keuangan

telah tayang di Pontianak Pos pada bulan September 2022

Tidak ada komentar: